IMDb: 7/10 | Rating Saya : 7,5/10

Rated : R | Genre: Drama, Mystery, Thriller

Directed by Paul Verhoeven | Written by Joe Eszterhas

Produced by Alan Marshall, Mario Kassar

Starring Michael Douglas, Sharon Stone, George Dzundza, Jeanne Tripplehorn, Wayne Knight           

Cinematography by Jan de Bont | Edited by Frank J. Urioste

Music by Jerry Goldsmith

Production companies Carolco Pictures, Le Studio Canal+

Distributed by TriStar Pictures (United States), Guild Film Distribution (United Kingdom), UGC Distribution (France)          

Release date 18 March 1992 (Los Angeles), 20 March 1992 (United States), 8 May 1992 (France, United Kingdom)     

Running time 128 minutes | Country United States, United Kingdom, France

Language English | Budget $49 million

 

Buat generasi 90an, siapa sih yang nggak kenal film yang judulnya Basic Instinct? Basic Instinct adalah salah satu film bergenre detektif yang dibumbui dengan unsur thriller dan unsur seksualitas yang tinggi. Meskipun, sebagian besar Generasi 90an pasti nonton film ini karena penasaran dengan unsur seksualitasnya dibandingkan unsur misteri yang terkandung dalam film ini. Saya jamin itu.


STORYLINE

Basic Instinct adalah film keluaran tahun 1992 yang bercerita tentang seorang mantan rockstar bernama Johnny Boz (diperankan Bill Cable) yang baru saja dibunuh dengan cara ditikam pemecah es saat (maaf) berhubungan seks. Polisi bisa menyimpulkan hal tersebut karena terdapat banyak bercak (maaf) air mani atau air semen di kasurnya. Pasti yang jadi tim penyidik agak-agak jijik gimana gitu saat ditugaskan memeriksa kasurnya Johnny Boz. Hahahaha.

Dugaan sementara polisi, Catherine Tramell (diperankan Sharon Stone) adalah pelaku pembunuhan tersebut karena Catherine adalah salah satu sosok yang paling dekat dengan mantan rockstar tersebut, meskipun Catherine mengaku bahwa mereka cuma ‘friends with benefit’ doang, bukan sepasang kekasih. Meskipun begitu, detektif yang ditugaskan untuk menyelediki kasus ini, Nick Curran (diperankan Michael Douglas) bersikukuh bahwa Catherine merupakan pelaku pembunuhan tersebut.

Kecurgiaan Nick pada Catherine bukan karena Catherine berperilaku sangat mencurigakan, tapi karena novel yang Catherine Tramell tulis sama persis dengan peristiwa yang terjadi pada Johhny Boz. Saking samanya, sampai detail-detail pembunuhannya pun sama persis, di mana sang pria ditikam dengan pemecah es saat berhubungan seks.

Bisa saja ada yang sengaja bikin pembunuhan tersebut untuk memfitnah Catherine kan?”, ujar rekan Nick lainnya. Memang benar, tapi insting detektif Nick terus berkata bahwa Catherine merupakan pelaku pembunuhan tersebut.

Adegan iconic Basic Instinct

Guna urusan penyelidikan, Catherine memenuhi panggilan pihak kepolisian dengan datang ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Catherine memang kooperatif, seperti datang tepat waktu dan menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan oleh pihak kepolisian, tapi ia menjawab pertanyaaan-pertanyaan tersebut sambil merokok, memakai pakaian yang terlalu seksi, dan tidak menggunakan (maaf) pakaian dalam sama sekali.

Adegan yang saya sebutkan di atas iconic banget sumpah dari tahun 90an sampai sekarang. Banyak disebut dalam berbagai film, serial televisi, sampai sitkom yang saya tonton.

Mesin pendeteksi kebohongan

Untuk membuktikan ucapan Catherine, polisi pun meminta Catherine untuk membuktikan ucapanya dengan menggunakan mesin pendeteksi kebohongan. Anehnya, Catherine ‘lulus’ dari mesin kebohongan tersebut. Tidak ada indikasi kebohongan yang dilakukan oleh Catherine, jadi ucapannya hampir dipastikan bukanlah merupakan sebuah kebohongan. Kemungkinannya memang ada tiga, mesinnya rusak, Catherine berkata jujur, atau Catherine piawai berbohong karena ia merupakan sosok wanita yang cerdas banget. Ia punya dua gelar sarjana, yakni Sastra Inggris dan Psikologi dari Berkeley University. Pastinya cerdas banget, saya aja buat masuk Institut Teknologi Bandung gagal tiga kali!

Kecurigaan Nick pada Catherine semakin kental karena Nick pernah berhubungan dengan dua orang pembunuh. Yang pertama, pacar ceweknya (iya, Catherine mengaku bahwa ia biseksual) bernama Roxy (diperankan Leilani Sarelle) yang pernah membunuh dua adik laki-lakinya ketika ia berusia enam belas tahun. Yang kedua, ia berteman dengan Hazel Dobkins (diperankan Dorothy Malone) yang pernah membunuh suami dan anak-anaknya tanpa alasan yang jelas.

Nick Curran yang viral

Rumit? Kerumitan film ini gak sampai di situ saja. Nick juga punya permasalahannya sendiri, yakni ia kecanduan banget dengan rokok dan alkohol sampai-sampai istrinya bunuh diri karenanya. Setelah istrinya bunuh diri, Nick gak juga sembuh dari kecanduannya pada alkohol sampai-sampai ia gak sengaja menembak dua orang turis saat sedang melakukan tugas penyamaran. Saat itu, dalam keadaan mabuk. Tentu saja, surat kabar dan televisi ramai memberitakan kejadian tersebut. Dan seperti biasanya, (oknum) kepolisian yang melakukan tindakan penembakan tersebut gak menerima hukuman sama sekali.

Dr. Beth Gerner


Atas perbuatannya tersebut, Nick diwajibkan ikut sesi konseling dengan psikolog Kepolisian San Fransisco bernama Dr. Beth Garner (diperankan Jeanne Tripplehorn). Gak cuma bepreran sebagai terapisnya, Dr. Beth pun malah jadi pasangan mesum Nick. Mereka kerap kali bercinta di luar sesi konseling. Rumit banget sih dua orang ini sumpah!

Kerumitan film ini pun semakin menjadi-jadi setelah Nick mendapati bahwa Catherine menulis novel terbarunya berdasarkan pengalaman hidup Nick, di mana karakter utama pada novel tersebut dibunuh setelah jatuh cinta pada wanita yang salah. Detail yang ada pada novel tersebut betul-betul gila, sehingga Nick curiga bahwa Catherine telah menyuap atasannya, Letnan Marty Nielsen (diperankan Daniel von Bargen) untuk memberikan semua dokumen rahasia milik Nick, termasuk dokumen psikiatri miliknya. Saking kesalnya, Nick nekad ngelabraknya secara langsung di depan semua orang.

Setelah kejadian tersebut, tebak apa yang terjadi? Letnan Marty Nielsen ditemukan tewas ditembak pada sebuah gang. Tentu saja, semua orang langsung curiga pada Nick karena tidak lama sebelum jenazah Letnan Marty Nielsen ditemukan, ia telah dilabrak Nick secara terang-terangan di depan semua orang. Motif Nick juga jelas banget, makanya untuk keperluan penyelidikan, Nick diskors sementara dari Kepolisian San Fransisco.

Nick gak bisa fokus pada penyelidikannya setelah diskors dari Kepolisian San Fransisco, ia malah mendekati Catherine dengan klubbing dengannya. Di situ, ia menyaksikan Catherine lagi mabuk-mabukan sambil mengkonsumsi obat-obatan terlarang dengan Roxy dan mas-mas random. Nick langsun ngajakin Catherine pulang ke rumahnya, dan mereka pun bercinta di rumah Catherine. Saat sedang bercinta, diam-diam Roxy melihat perbuatan mereka tersebut.

Kematian Roxy

Cemburu dengan perbuatan Nick dan Catherine, Roxy pun berupaya untuk membunuh Nick ketika Nick lagi mengendari mobilnya seorang diri. Sebagai seorang detektif polisi, tentu Nick dengan mudahnya bisa membalikkan keadaan hingga akhirnya Roxy tewas. Tambah rumit lagi deh urusannya Nick, sampai-sampai teman-temannya di Kepolisian San Fransisco pun mengeluhkan hal yang sama dengan yang saya tuliskan di sini.

Nick pun mendatangi Catherine yang lagi berduka atas wafatnya Roxy. Catherine menangis sejadi-jadinya karena ia sangat menyayangi Roxy. Nick sadar bahwa tangisan Catherine gak mungkin tangisan palsu karena saat Johhny Boz wafat, Catherine tidak menangis sama sekali karena ia hanya menganggap Johhny Boz cuma ‘friends with benefit’ doang.

Dr. Beth Gerner dan Catherine saat Wisuda Berkeley University

Kerumitan film ini tidak sampai di situ karena saat masih kuliah di Berkeley University, Catherine pernah menjalani hubungan lesbian dengan salah satu teman mahasiswinya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Dr. Beth Garner. Saat itu Beth Garner terobsesi banget sama Catherine sampai-sampai mengubah penampilannya jadi mirip banget seperti Catherine.

Setelah ditanyai langsung oleh Nick, Beth pun mengakui segala perbuatannya dengan Catherine saat kuliah. Ia bilang bahwa semuanya hanya one night stand doang. Nick juga akhirnya mendapati fakta bahwa salah satu profesor di Berkeley University terbunuh dengan cara yang sama seperti Johhny Boz, yakni ditusuk pemecah es dalam sebuah hubungan seks. Dari situlah, Catherine dapat inspirasi untuk menulis novelnya.

Film ini diakhiri dengan tewasnya partner deteknif Nick,  Gus Moran (diperankan George Dzundza) dan Beth. Gus Moran dibunuh oleh Beth, sedangkan Beth tidak sengaja dibunuh oleh Nick karena saat itu Beth menggunakan jas hujan sehingga wajahnya gak kelihatan sama sekali. Pada akhirnya, siapa pembunuh Johhny Boz tidak ketahuan. Dari serpihan cerita yang saya ceritakan di atas, saya pun belum bisa menyimpukan siapa pembunuh Johhny Boz dan dalang dari semua cerita yang ada pada film ini.

Sebagian besar penggemar film di seluruh dunia menyimpulkan bahwa Catherinelah dalang dari semua cerita yang ada pada film ini. Ialah yang membunuh Johhny Boz, ialah yang membunuh profesor di Berkeley University, ialah yang membunuh Guz, dan ialah yang membunuh Letnan Marty Nielsen, tapi gak ada bukti sama sekali saking piawainya Catherine merencanakan semuanya. Selain itu, adegan penutup film ini secara tersirat menampilkan pemecah es yang terletak di bawah kasur tempat Catherine bercinta dengan Nick, jadi bisa disimpulkan bahwa Catherinelah dalang dari semua yang ada pada cerita film ini.

Tapi saya juga tidak bisa menyimpulkan hal yang sama karena film ini rumit. Atau, memang sayanya yang gak punya bakat detektif seperti Shinichi Kudo atau Sherlock Holmes. Saya jamin, kalau Shinichi Kudo atau Sherlock Holmes berada pada posisi Nick, mereka juga pasti kesulitan untuk mengungkapkan kasus tersebut saking rumitnya.


KESIMPULAN

Saat duduk di bangku SMP dan SMA, saya dan beberapa teman saya yang terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, pernah menonton Basic Instinct secara diam-diam bermodalkan sebuah televisi dan DVD player. Saat itu, kami tidak penasaran dengan siapa otak di balik pembunuhan Johnny Boz, tapi kami fokus pada adegan erotis yang disajikan dalam film tersebut. Harap tenang, waktu itu kami Cuma nonton saja kok, nggak sampai berbuat yang aneh-aneh.

15 tahun berselang, saya menonton ulang Basic Instinct untuk mengisi rasa bosan. Alih-alih fokus pada adegan erotisnya, saya malah dibuat takjub dengan sosok Catherine yang sangat manipulatif. Ia mampu mengelabuhi para detektif dan polisi yang yakin bahwa Catherine merupakan otak di balik pembunuhan Johnny Boz karena ia tidak punya alibi yang kuat. Namun, para dektif dan polisi yang terlibat tidak punya bukti apapun karena Catherine piawai menutupi jejaknya. Tidak sampai di situ, Catherine pun mampu lulus dari mesin pendeteksi kebohongan.

Sosok Catherine pun saya nilai mirip dengan musuh bebuyutan Sherlock Holmes, Professor James Moriarty, otak di balik serangkaian kasus rumit yang ditangani Sherlock Holmes. Catherine memanfaatkan ilmu psikologi yang ia pelajari saat kuliah untuk memanipulasi orang-orang di sekitarnya supaya bisa lolos dari serangkaian kasus pembunuhan yang disangkakan padanya. Prestasi terbesarnya tentu saja, membuat Nick Curran, detektif yang ditugaskan untuk menangani kasus tersebut jatuh cinta padanya. Saking manipulatifnya, ia pun sukses memanipulasi Nick untuk membunuh mantan pacar sekaligus psikiaternya, Dr. Beth Garner karena Beth Garner merupakan teman Catherine saat kuliah.

Nonton Basic Instinct saat dewasa betul-betul membuat saya mengernyitkan dahi karena aksi Catherine yang betul-betul bikin saya kagum. Saya sempat menyesal tidak masuk Fakultas Psikologi karena aksi Catherine yang dapat memanipulasi manusia dengan mudahnya, termasuk orang yang seharusnya tidak mudah dimanipulasi, seperti detektif dan psikiater. Tapi setelah dipikir-pikir, kuliah psikologi tidak semudah keliatannya sih, soalnya saya tidak secerdas Catherine Tramell juga.

Kalau dipikir-pikir, ratusan kasus pembunuhan yang dipecahkan Conan Edogawa dalam anime dan manga Detektif Conan gak ada apa-apanya dibandingkan kasus yang disajikan dalam film Basic Instinct. Detektif dan psikiater yang ada dalam kasus ini aja masuk dalam perangkap pembunuhnya saking manipulatifnya si pembunuh. Saya yakin kalau Kogoro Mouri yang menangani kasus ini, udah dibunuh duluan sama si pembunuh, soalnya dia orangnya omes banget sama wanita, makanya ditinggalin sama istrinya.

Sungguh, nonton Basic Instinct saat dewasa betul-betul berbeda banget, sama seperti American Pie yang jadi beda saat saya tonton ketika dewasa. Saya malah kagum dengan para aktor, aktris, sutradara, dan produser film ini yang berani membuat film dengan premis yang tidak umum. Kok bisa ya kepikiran bikin cerita pembunuhan kompleks dibalut dengan adegan erotis? Dapat inspirasinya dari mana sih? Saya aja buat nulis artikel ini susah dapat inspirasinya meskipun udah nyeruput tiga cangkir kopi.