IMDb: 8/10 | Rating Saya : 9/10
Rated : PG-13 | Genre: Biography, Drama,
Music
Directed by Bryan Singer | Screenplay by Anthony
McCarten
Story by Anthony McCarten, Peter Morgan
Produced by Graham King, Jim Beach
Starring Rami Malek, Lucy Boynton, Gwilym Lee, Ben Hardy, Joe
Mazzello, Aidan Gillen, Tom Hollander, Mike Myers
Cinematography Newton Thomas Sigel
Edited by John Ottman
Production companies 20th Century Fox, Regency
Enterprises, GK Films, Queen Films
Distributed by 20th Century Fox
Release date 23 October 2018 (Wembley Arena), 24 October 2018
(United Kingdom), 2 November 2018 (United States)
Running time 134 minutes | Country United Kingdom,
United States
Language English |
Budget $50-55 million
Kalau disuruh
menyebutkan salah satu grup band terbesar di dunia, saya bisa bilang, grup band
tersebut adalah Queen! Grup band rock asal Inggris yang tentu saja
menginfluence sebagian besar musisi yang ada di dunia ini dengan
karya-karyanya. The living legend.
Kalau disuruh
menyebutkan salah vokalis paling besar di dunia, saya juga bisa bilang, vokalis
tersebut adalah Freddie Mercury! Vokalis sekaligus front leader dari grup band
rock asal Inggris yang tentu saja menginfluence sebagian sebagian besar vokalis
maupun front leader yang ada di dunia dengan karya-karyanya. The arts itself,
Freddie Mercury!
Sebelum nonton
film biopik Bohemian Rhapsody, saya hanya menikmati karya-karya Queen lewat
lagu-lagunya saja. Saya hanya membaca sejarah grup band asal Inggris tersebut
lewat majalah-majalah musik yang saya konsumsi selama remaja seperti The
Rolling Stones. Beberapa fakta unik tentang Queen juga pernah saya baca di
Majalah Bobo maupun surat kabar.
Di era YouTube,
saya pun sering menyaksikan rekaman-remakan lawas yang menampilkan penampilan
Queen di atas panggung, yang begitu dahsyat. Ratusan ribu penonton menari dan
bernyanyi bersama di bawah pimpinan Freddie Mercury. Rasa-rasanya, gak ada
vokalis band yang sekharismatik Freddie Mercury, yang bisa menyihir ratusan
ribu penonton dalam satu waktu untuk menari dan bernyanyi bersamanya.
Sebelum nonton
Bohemian Rhapsody, saya agak skeptis karena dari sekian banyak film biopik atau
film biografi tentang band atau tentang seseorang yang sudah saya tonton, banyak
yang gak sesuai dengan apa yang saja baca pada buku biografinya maupun film
dokumenternya. Tapi saya salah karena Bohemian Rhapsody adalah sebuah
masterpiece yang menunjukan bahwa film biopik bisa sama bagusnya sebagaimana
tokoh asli maupun band yang diceritakan dalam film biopik tersebut. Simak
ulasannya berikut ini.
STORYLINE
Bohemian Rhasody adalah film keluaran tahun 2018 buatan Inggris yang bercerita tentang perjalnaan hidup Freddie Mercury (diperankan Rami Malek), vokalis sekaligus frontman/lead singer dari band rock legendari asal Inggris, Queen.
Film ini diawali
pada tahun 1970, di mana Farrokh Bulsara (nama asli Freddie Mercury sebelum
membentuk Queen) sedang menjalankan fase hidup yang membosankan dengan bekerja
di Bandara Heathrow sebagai kru logistik. Dari gestur dan mimik mukanya, sudah
ketahuan bahwa Freddie gak suka dengan pekerjaannya sebagai kru logistik karena
ia punya passion yang sangat besar dalam dunia musik.
![]() |
Freddie nyamperin langsung Brian MAy dan Roger Tylor |
Di luar jam
kerjanya, ia sengaja menonton band lokal bernama Smile di sebuah klub malam.
Selesai manggung, Farrokh langsung nyamperin gitaris Smile, Brian May
(diperankan Gwilym Lee) dan drummer Smile, Roger Taylor (diperankan Ben Hardy).
Brian May dan Roger Taylor langsung terkesan dengan kemampuan vokal Farrokh
saat ia mendemonstrasikan kemampuan vokalnya sehingga gak pakai pikir panjang, Freddie langsung ditawari ditawari
untuk menggantikan Tim Staffel (diperankan Jack Roth),
vokalis mereka yang baru saja cabut. Dari situlah, perjalanan Farrokh sebagai
seorang musisi dimulai.
Gak pakai waktu
lama, John Deacon (diperankan Joe Mazzello) pun bergabung dengan mereka semua
dan band baru mereka dinamakan Queen. Di waktu yang bersamaan, Farrokh resmi
mengganti namanya menjadi Freddie Mercury. Saat itu, mereka keliling Inggris sampai
rela menjual satu-satunya van milik mereka buat modal rekaman. Pengorbanan
mereka gak sia-sia karena penampilan mereka langsung menarik perhatian EMI
Records buat nawarin mereka semua rekaman.
![]() |
Freddie dan Mary Austin |
Sebagai anak
band, tentu Freddie digandrungi banyak gadis-gadis dong? Tapi Freddie orangnya
setia. Ia jatuh cinta pada seorang karyawati sebuah toko bernama Mary Austin (diperankan oleh Lucy Boynton).
Gak pakai lama, mereka pacaran. Gak pakai lama, Freddie pun ngajakin Mary buat
tunangan. Freddie yakin bahwa Mary Austin adalah ‘the one’ untuknya.
Romantis banget sumpah!
![]() |
Kantor Ray Foster dilempari batu oleh Freddie |
Pada tahun 1975,
saat lagi rekaman di Amerika buat album keempat mereka, yakni A Night at the
Opera, Queen memutuskan untuk meinggalkan EMI Records karena Ray Foster
(diperankan Mike Myers) menolak salah satu lagu mereka yang berjudul ‘Bohemian
Rhapsody’ karena durasinya dianggap terlalu panjang dan liriknya aneh. Freddie
gak kehilangan akal, ia meminta radio untuk menayangkan lagu baru mereka,
’Bohemian Rhapsody’ dan lagu tersebut sukses besar serta mendapatkann respon
yang positif dari pengamat musik dan masyarakat luas. Ray Foster tentu saja
tidak senang dengan tindakan Freddie yang tergolong nekad.
![]() |
Freddie dan Paul Prenter |
Di saat yang
mulai bersamaan, Freddie mulai dekat dengan manajer mereka, Paul Prenter (diperankan
Allen Leech) yang tiba-tiba saja mengecupnya saat Freddie lagi main musik. Di
situ, Freddie mulai mempertanyakan orientasi seksualnya, dan sadar diri bahwa
ia merupakan seorang biseksual karena ia sama-sama menyukai wanita dan
sama-sama menyukai pria. Hubungan Freddie dan Mary Austin sempat renggang saat
itu.
![]() |
Pesta Freddie Mercury |
Queen sukses keras
di seluruh dunia. Konsernya selalu penuh dengan penonton, album mereka pun laku
keras, dan penjualan merchandise mereka pun gak pernah sepi. Freddie yang mulai
kaya pun jadi punya gaya hidup yang tergolong hedon dengan selalu berpesta liar.
Pesta yang dilakukan Freddie cenderung aneh dan agak tidak nyaman disaksikan
oleh para pria yang heteroseksual.
![]() |
Freddie dan Jim Hutton |
Bagi pria
homoseksual, mungkin pesta tersebut nyaman untuk dilakukan, hingga Freddie
jatuh cinta pada Jim Hutton (diperankan Aaron McCusker), pelayan yang bertugas
membersihkan segala kekacauan pesta yang dibuat oleh Freddie dan tamu-tamunya.
Freddie dan Jim gak langsung pacaran, tapi Jim berkata pada Freddie untuk
berusaha mencarinya supaya ia belajar untuk mencintai dirinya sendiri. Sebagai
pria hetereseksual, tentu saja saya agak tidak nyaman menyaksikan adegan ini,
tapi mau gimana lagi, emang fakta sejarahnya juga kayak gitu, jadi mau gak mau
adegan tersebut harus ditayangkan supaya filmnya akurat.
Sebagai seorang selebriti papan atas dunia, isu Freddie Mercury yang merupakan seorang homoseksual pun jadi daya tarik media. Banyak banget wartawan gosip yang terang-terangan mempertanyakan orientasi seksual Freddie yang tergolong masih sangat tahu saat itu. Freddie yang stress berat pun memilih untuk berpesta pora dengan para pria homoseksual lainnya sambil mabuk-mabukan minum-minuman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang. Klasik sih, seperti anak band pada umumnya, bedanya, pesta yang dilakukan Freddie dilakukan dengan sesama pria alih-alih dengan para gadis cantik nan seksi.
Konflik Freddie
dan sisa anggota Queen pun mulai terjadi saat Freddie dengan egoisnya
memutuskan untuk menandatangi kontrak solo dengan CBS Records tanpa
memberitahukannya pada anggota band lainnya. Mungkin kalau Freddie ngasih tahu
seluruh teman-teman bandnya, mereka gak akan marah pada Freddie karena mereka
tahu bahwa setiap musisi pastinya ingin menghasilkan sebuah karya individu di
luar karyanya yang selalu ditampilkan bersama anggota band lainnya. Tapi ya mau
gimana lagi, karena kesal hubungan Freddie dan anggota band lainnya jadi agak
renggang.
Sayangnya, album
solo Freddie Mercury tidak terlalu laku. Kelakuan Freddie pun makin kacau balau
sejak putus dari Mary Austin dan berpisah dari teman-temannya di Queen. Saat
itu Queen emang gak bubar, tapi lagi hiatus aja karena Freddie fokus untuk
mengerjakan album solonya. Freddie jadi sering berpesta liar karena ketiadaan
Mary Austin dan teman-temannya di Queen.
![]() |
Mary Austin berusaha bikin Freddie sadar |
Suatu hari, Mary
Austin menghampiri Freddie Mercury yang lagi kacau-kacaunya dan berusaha menenangkannya
setelah melihat berbagai macam kekacauan yang selama ini ia buat. Mary membujuk
Freddie untuk kembali ke band, untuk sebuah konser amal bertajuk Live Aid di
Stadion Wembley. Mary membujuk Freddie untuk mengikuti konser amal tersebut
setelah berbaikan dengan anggota band lainnya, tentu saja.
Freddie pun
memutuskan hubungan seksualnya dengan Paul Prenter karena ia orangnya toxic
banget, baik sebagai manajer maupun sebagai kekasih. Paul yang kesal pun
akhirnya memberitahu publik tentang kelakuan Freddie Mercury selama ini dengan
mempublikasikan berbagai foto Freddie yang lagi berpesta dengan
kelompok-kelompok pria penyuka sesama jenis sambil minum minuman keras dan
konsumsi obat-obatan terlarang.
Freddie yang
sudah kembali ke London pun minta maaf pada seluruh anggota band lainnya dan
bermain di Live Aid Stadion Wembley. Freddie pun secara tidak langsung
berpamitan pada mereka karena ia bisa saja meninggal dunia sewaktu-waktu karena
penyakit HIV/AIDS yang dideritanya. Tentu saja kabar ini bikin syok semua
anggota band karena mereka tidak menyangka bahwa Freddie terjangkit HIV/AIDS.
![]() |
Freddie memperkenalkan Jim pada keluarganya |
Menjelang konser
Live Aid, Freddie pun kembali bertemu dengan Jim Hutton dan mulai pacaran
dengannya. Freddie pun membawa Jim Hutton untuk diperkenalkan pada ayah dan
ibunya. Pada mulanya mereka kaget dan tidak bisa menerimanya tapi pada akhirnya
mereka menerima hubungan spesial diantara keduanya karena tersentuh setelah Freddie
rela melakukan konser amal untuk kemanusaiaan warga Afrika yang dilanda wabah
kelaparan dan wabah penyakit akibat kemiskinan struktural yang mereka alami
selama ini.
![]() |
Konser LIve Aid 1985 pada film Bohemian Rhapsody |
Film ini ditutup
dengan sempurna oleh penampilan Queen pada Konser Live Aid dengan menyanikan
empat lima buah lagu, yakni "Bohemian
Rhapsody", "Radio Ga Ga", "Hammer to Fall", "We
Will Rock You" dan "We Are the Champions". Penampilan mereka di
Live Aid sukses besar, dapat dilihat dari angka donasi yang melebihi target
semula.
Setelah selesai
konser, film dilanjutkan dengan beberapa paragraf yang menjelaskan bahwa
Freddie Mercury meninggal dunia karena HIV/AIDS pada tahun 1991, enam tahun
setelah konser Live Aid Stadion Wembley tersebut dan terbentuklah sejumlah
yayasan yang membantu untuk meminimalisir penyebaran HIV/AIDS di seluruh dunia dan
tentu saja membantu para penderita HIV/AIDS untuk bertahan hidup di tengah
stigma masyarakat pada mereka semua.
KEAKURATAN
FILM
Sebagai orang
awam, saya gak tahu film ini akurat atau nggak. Saya juga gak tahu mana yang
fakta, mana yang dibumbui oleh drama-drama supaya filmnya lebih dramatis dan
memanjakan penonton. Tapi sebagai orang awam, saya jadi lebih menghargai apa
yang sudah Queen dan Freddie Mercury lakukan. Di balik semua kesuksesan Queen
sebagai salah satu band terbesar di dunia, terdapat banyak permasalahan kelam
yang selama ini tidak saya ketahui.
CINTA
SEJATI FREDDIE DAN MARY AUSTIN
Selain musikalitasnya, film ini membuat saya sadar
bahwa apa yang terjadi pada Freddie Mercury dan Mary Austin adalah sebuah
bentuk cinta sejati meskipun mereka tidak berakhir jadi sepasang suami istri.
Meskipun telah berpisah, di mana Freddie berpacaran dengan pria lainnya dan
Mary Austin menikah dengan pria lain sampai memiliki anak, mereka tetap berhubungan
satu sama lain dengan mesranya. Pasangan Freddie dan suami Mary pun tidak
cemburu oleh mereka karena mereka paham bahwa Frddie dan Mary Austin adalah
sepasang soulmate yang cintanya hanya bisa dirasakan oleh mereka berdua, dan
saya serta jutaan orang lainnya di dunia ini tidak bisa mengerti dengan apa
yang mereka rasakan.
![]() |
![]() |
Freddie Mercury dan 'Love of my lifenya' |
Salah satu lagu yang dibuat oleh Freddie Mercury
adalah Love of my life. Yang menurut
saya, ini adalah sebuah lagu yang menceritakan kisah nyata yang dialami sendiri
oleh Freddie Mercury, yakni tentang seseorang yang ditinggalkan oleh
kekasihnya. Yang saya kira, sangat cocok jika dilihat dari sudut pandang Mary Austin.
Adegan saat Freddie bertemu Mary Austin untuk
pertama kalinya, dan saya bisa berkata, “The
Love of My Life nya banget deh!”
Saat melakukan tur ke Amerika Serikat, Freddie
Mercury merasa sangat kesepian. Ketika personil Queen lainnya sudah memiliki
fokus masing-masing, yakni sudah berkeluarga, Freddie harus menjalani long disten relationship dengan Mary
Austin. Saat itulah Paul Prenter memanfaatkan celah tersebut yang mulai
menjerumuskan Freddie Mercury dalam dunia seks bebas sesama jenis.
Saat pulang ke Inggris, Freddie Mercury mengakui
bahwa ia biseksual. Mary Austin tidak dapat menerima itu, meski sudah lama
menyadarinya. Ia menyadari ada yang berbeda dari Freddie Mercury. Ia tahu bahwa
Freddie mencintainya, namun selalu ada jarak. Selalu ada ruang kosong yang tidak
dapat Freddie berikan pada Mary. Adegan tersebut digambarkan dalam film begitu spektakuler. Mereka berdua yang hancur
karena mereka saling mencintai satu sama lain tetapi tidak dapat bersatu.
Pun, ketika Freddie kemudian mengetahui bahwa Mary
memiliki kekasih lagi setelah berpisah darinya, dan berkata bahwa ia sedang
hamil, sedangkan Freddie masih menjalin bersama Paul. Bagaimana terpuruknya
Freddie saat itu, saya tidak dapat membayangkannya. Bergelimang harta dan
popularitas tapi merasa sangat kesepian. Pada akhir hidupnya, Freddie menjalin
asmara dengan Jim Hutton hingga akhir hayatnya.
Meski tidak saling memiliki, mereka berdua adalah
sosok “Love of my Life” yang saling
melengkapi. Mary Austin dan kekasihnya kerap hadir dalam momen-momen Freddie
dan Queen, meski tidak saling memiliki. Rasanya, begitu romantis, tapi begitu
menyedihkan di saat yang bersamaan.
KESIMPULAN
Kamis malam, 1 November 2018, saya mendapatkan hak
spesial untuk menonton film ini. Freddie Mercury juga dan para personil Queen
lainnya adalah sosok musisi paling berpengaruh di dunia musik hingga saat ini.
Adakah musisi atau band yang dapat menyaingi segala aspek dalam bermusik yang
ada pada Queen di masa kejayaannya? Saya pikir tidak ada dan tidak akan pernah
ada.
Saya cukup
beruntung karena menyaksikan film ini di bioskop. Saya bisa menyaksikan
berbagai lagu Queen yang legendaris dengan teknologi bioskop yang memanjakan
telinga saja. Selama ini saya cuma mendengarkan lagu-lagu Queen lewat YouTube
atau Spotify, udah gitu speaker yang saya gunakan harganya kurang dari IDR
100.000, jadinya ya suaranya biasa saja. Saat mendengarkan lagu Queen lewat
audio bioskop yang menggelegar, tentu saja lagunya jadi lebih enak untuk
didengar.
Menonton film ini membuat saya berpikir bahwa saya
dilahirkan pada generasi yang salah. Begitu beruntungnya orang-orang yang dapat
bertemu, berjabat tangan, dan menikmati karya-karya Queen dan musisi pada zaman
keemasan musik yang dimulai dari era Elvis Presley, The Beatles, Queen, Michael
Jackson, Nirvana, dan sekumpulan musisi papan atas dunianya yang tidak ada
bandingannya dibandingkan dengan musisi-musisi saat ini. Alih-alih membuat
kualitas musik makin bagus, perkembangan teknologi informasi tidak serta merta
membuat musik dewasa ini bagus, justru kehilangan jiwanya. Setidaknya itu
pandangan saya sebagai orang awam dalam musik.
Lagu “Bohemian
Rhapsody” adalah lagu yang disusun dari rumitnya konstruksi ide brilian
sang jenius Freddie Mercury. Ia ingin menciptakan lagu yang megah. Faktanya
memang seperti itu. Hingga 2018, tidak ada, dan tidak akan pernah ada lagu
seperti itu. Bohemian Rhapsody menjelma menjadi sebuah lagu yang menancapkan
pondasi musikalitas tingkat tinggi yang dikonstruksi dari nada-nada rumit dan
lirik puitis dan misterius multitafsir layaknya sebuah kitab suci.
Bagaimana proses pembuatan lagu tersebut, sangat
digambarkan dengan sangat apik. Tanpa autotune,
software dan hardware canggih seperti saat ini, tanpa distraksi sosial media.
Hanya menggunakan peralatan seadanya. Itulah yang menjadikan lagu ini pantas
dinobatkan sebagai lagu terbaik sepanjang masa yang pernah dibuat oleh umat
manusia.
Sempat ditolak oleh perusahaan rekaman karena lagu
ini memiliki lirik aneh multitafsir, yang tidak akan bisa dimengerti oleh
organisme hidup yang memiliki tingkat kecerdasan sangat rendah, serta berdurasi
6 menit, nyatanya, lagu ini adalah lagu terbaik yang pernah diciptakan oleh
umat manusia yang fana ini. Lagu ini, dapat sekaligus membuat kita meanngis,
tertawa, dan merinding di saat yang sama. Bagi Freddie, membuat lagu dan
bermain musik adalah hal yang biasa. Dia capable
dalam melakukannya, dan dia senang melakukannya.
Satu hal yang membuat film ini benar-benar nyata
adalah ketika kita melihat penampilan
Queen di atas panggung yang spektakuler. Konser Queen terbaik adalah saat
konser amal Live Aid 1985 digelar. Live Aid adalah pagelaran musik secara
kolosal yang diadakan tanggal 13 Juli 1985 yang diadakan acara ini untuk
mengumpulkan dana bagi penanggulangan kelaparan di Ethiopia. Musisi yang tampil
disini tidak dibayar sama sekali. Konser Live Aid tercatat dalam sejarah sebagai siaran
langsung terbesar dalam sejarah pertelevisian, dengan sekitar 1,9 miliar
pemirsa di 150 negara yang menyaksikan tayangan ini secara langsung di
televisi.
Saat terindah dalam dunia musik dimana semua orang yang hadir dalam
konser begitu menikmati musik tanpa harus menengadahkan smartphone mereka untuk panjat sosial pada media sosial mereka.
Bersatu dalam satu irama tanpa mempedulikan dogma-dogma agama dan kondisi
sosial politik yang penuh kemunafikan.
Semasa hidupnya, Freddie memang dikenal karena
penampilan panggung yang semarak dan vokal yang kuat, yaitu 4 oktaf. Tidak
seperti lead vocal pada umumnya yang
tampil biasa saja, Freddie tampil sangat enerjik sekali. ia ingin
berjalan-jalan di atas panggung dan membangun hunbungan batin dengan menghibur
penonton yang ada di hadapannya.
Dalam film tersebut dikatakan, “Aku tidak bisa
menyanyi dengan fals meskipun ingin. Aku harus memberikan yang terbaik bagi
mereka”, ungkap Freddie. Saya rasa, bagaimana Freddie dapat berinteraksi
dengan penonton pun tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata, meskipun saya
sejenius Shakesper sekalipun.
![]() |
Rami Malek dapat Oscar atas perannya |
Semuanya
betul-betul direpresentasikan dengan sangat baik oleh Rami Malek sampai-sampai
ia mendapatkan Oscar sebagai perannya sebagai Freddie Mercury dalam film ini.
Semuanya betul-betul mirip dari mimik muka, gestur tubuh, sampai kumis dan
giginya. Memang Rami Malek ini juara banget sumpah dalam berakting!
Setelah divonis oleh dokter telah mengidap HIV/AID,
sang legenda, Freddie Mercury terus berusaha melawan penyakit tersebut dengan
tampil di konser Live Aid 1985. Ketika seluruh dunia mengathui skandalnya
sebagai seorang homoseksual, orang tua Freddie yang merupakan penganut
Zoroaster, yakni agama yang “membumi” seperti Hindu dan Buddha, menghargai kejujuran Freddie yang menjadi
diri sendiri tanpa kepalsuan dan tekanan dari luar.
Freddie telah melaksanakan ajaran "Good thoughts, Good words, Good deeds" yang telah ayahnya
ajarkan sejak lama. Apalagi, setelah mengetahui tujuan mulia Freddie di konser
Live Aid. Zoroastrian mengajarkan pada penganutnya bahwa jika kamu berada di
jalan yg baik (Good ones) maka
jalanmu ke surga akan tercapai. Sebaliknya, pada Agama Samawi, pada umumnya jika
kamu menyimpang maka kamu akan dikucilkan, bahkan oleh orangtuamu sendiri.
Beristirahatlah dengan tenang disana, Freddie
Mercury. Musikalitasmu akan selalu abadi di telinga kami. Pun, pelajaran hidup
yang dapat kami petik dari perjalanan hidupmu yang fana tersebut. Kami
merindukanmu. I wonder, if you still
alive. So on Michael Jackson, Kurt Cobain, Jimmi Hendrix. I wonder, would music
industries will be still shitty like these days?
0 Comments