Developer : Red Barrels| Publisher: Red Barrels

Writer J. T. Petty

Composer Samuel Laflamme

Engine Unreal Engine 3   

Platforms Microsoft Windows, PlayStation 4, Xbox One, Linux, OS X, Nintendo Switch

Cinematography by  Jo Willems | Edited by Alan Edward Bell

Music by James Newton Howard

Release date 4 September 2013 (Microsoft Windows), 4 February (Playstation 4), 19 June 2014 (Xbox One), 31 March 2015 (Linux, OS X),  27 February 2018 (Nintendo Switch)

Genre Survival Horror | Mode Single player

 

Waktu SD, saya sering memainkan gim-gim horror seperti Resident Evil atau Silent Hill pada console PlayStation. Waktu itu, saya gak berani untuk memainkan gim tersebut di malam hari soalnya banyak jumpscare yang bikin nyali saya menciut. Seringkali saya tidak berani lama-lama ke toilet atau sekadar menyalakan lampu di lantai dua rumah saya karena memainkan gim tersebut. Saya hanya berani memainkan gim tersebut pada malam hari jika ada teman atau saudara saya yang bisa diajakin main bareng. Sekarang, saya bisa memainkan gim-gim horror seperti Resident Evil pada malam hari tanpa rasa takut. Saya hanya harus  memutar otak bagaimana memanage jumlah peluru yang terbatas dan strategi untuk menghadapi zombie-zombie yang jumlahnya sangat banyak.

Namun semua yang saya sebutkan di atas berubah saat saya mencoba gim horror berjudul Outlast. Outlast sendiri merupakan gim horror first person yang mengharuskan kita mengeksplorasi rumah sakit jiwa terpencil bernama Mount Massive Asylum yang terletak di Colorado. Pada gim ini kita akan berperan sebagai jurnalis lepas bernama Miles Upshur.  Masalahnya, gim ini dimainkan dengan sudut pandang orang pertama atau first person. Tapi bukan gim first person tembak-tembakan seperti Counter Strike atau Point Blank, kita harus memainkan gim ini dengan pelan-pelan sebisa mungkin agar tidak tertangkap hantu atau manusia yang jadi lawan kita.

Masalah kita ketika memainkan gim ini pun tidak selesai sampai disitu, MyLove. Sebagian besar lokasi yang terdapat pada gim ini adalah bangunan terbengkalai yang tidak memiliki penerangan sama sekali. Resident Evil mah mending, meski gelap, kita masih bisa melihat sekeliling kita. Outlast beda banget, soalnya satu-satunya cara bagi kita untuk bisa melihat dalam kegelapan adalah melalui lensa handycam yang dilengkapi nightvision. Yang bikin repot adalah, handycam tersebut memiliki daya baterai yang sangat terbatas. Dinyalain, baterai cepat habis. Kalau dimatiin, takut sama sekeliling kita yang gelap. Gimana gak takut?

Gim horror lainnya memiliki indikator darah yang bisa kita lihat kan? Nah, Outlast tidak memiliki itu. Kita diharuskan untuk berkeliling dalam gim ini dengan diam-diam. Kalau ketahuan musuh, baik itu hantu atau manusia yang jadi alwan kita, kita akan ditangkap hidup-hidup, disiksa dengan sadis, dan ‘Game Over’, jadi kalau ketahuan musuh kita sebisa mungkin harus sembunyi di dalam lemari atau di bawah tempat tidur. Untuk melewati musuh pun kita harus berjalan berputar melewati jalan lain yang tidak dilewati oleh musuh dengan menyelinap melalui semak-semak, naik ke loteng, atau menyelinap melalui saluran air. Kadang-kadang kita diharuskan untuk lari sprint agar bisa lolos dari musuh. Resident Evil mah gak ada apa-apanya deh dijamin!

Musuh yang kita hadapi pada gim ini tidak main-main sih. Ada manusia yang kalau ketemu kita bakalan ngebacok kita sampai meninggal dengan golok, sampai ada hantu yang bentuknya kayak kuntilanak yang bakal berusaha mencabik-cabik kita dengna kukunya yang tajam. Sebisa mungkin hindari mereka semua biar gak ‘Game Over’ ya!

Yang lebih seru adalah kita akan menjadi jurnalis beneran di gim ini dengan menyelidiki setiap foto, dokumen, dan petunjuk-petunjuk lainnya yang kita temui pada gim ini. Saat kita sembunyi di balik lemari atau di bawah tempat tidur, kita juga bisa merekam berbagai peristiwa yang kita lihat sebagai barang bukti. Berasa jadi Shinichi Kudo atau Najwa Shihab aja nih kalau main gim ini jadinya.

Ketika semakin dalam memainkan gim ini, kita jadi tahu apa yang terjadi dalam rumah sakit jiwa ini. Rumah sakit jiwa ini kerap kali melakukan eksperimen berbahaya pada pasien-pasiennya. Banyak sekali jenazah manusia yang kita temukan telah dimutilasi untuk perluan eksperimen sadis yang dilakukan oleh penjahat pada gim ini. Ada juga sejte aliran gereja sesat yang kerap kali melakukan ritual sesat dengan mengorbankan nyawa manusia sebagai bentuk persembahan pada Tuhan karena pastor pemimpin sekte tersebut memiliki gangguan jiwa bernama skizotipal, dimana penderitanya memiliki cara berpikir yang abnormal dan sangat sulit untuk menjalin hubungan dengan manusia lainnya.

Saking seramnya gim ini, ada banyak meme yang menampilkan para pemain Outlast yang memajang sejumlah simbol keagamaan. Seperti Kitab Suci Al-Quran yang ditaruh di samping komputer bagi pemain yang beragama Islam dan Bible yang ditaruh di samping komputer karena gim ini betul-betul menyeramkan.

Seseram-seramnya gim Resident Evil, kita bisa nembakin zombie atua monster yang ada di dalamnya dengan brutal. Outlast mah gak bisa gitu, MyLove. Kita harus lari sekuat tenaga atau sembunyi di balik lemari atau di kolong tempat tidur untuk menghindari kejaran hantu atau manusia jahat di dalamnya. Dijamin bikin trauma sih karena kalau kamu baca-baca forum yang membahas gim ini, banyak banget yang gak berani menamatkan gim ini untuk kedua kalinya, termasuk saya. Cukup sekali aja namatin gim ini, itu pun selalu saya mainkan pada siang hari biar kondusif ketika memainkannya. Habis main gim ini pun saya selalu memutar kartun, film lucu atau stand up comedy dari para komika di YouTube biar memori tentang gim ini gak kebayang-bayang di dalam mimpi saking seramnya.