IMDb: 8,3/10 | Rating Saya : 9/10
Rated : R | Genre: Crime, Drama
Directed by Martin Scorsese | Written by Paul
Schrader
Produced by Michael Phillips, Julia Phillips
Starring Robert De Niro, Jodie Foster, Albert Brooks, Harvey
Keitel, Leonard Harris, Peter Boyle, Cybill Shepherd
Cinematography Michael Chapman
Edited by Marcia Lucas, Tom Rolf, Melvin Shapiro
Music by Bernard Herrmann
Production companies Bill/Phillips Productions, Italo-Judeo
Productions
Distributed by Columbia Pictures
Release date 7 February, 1976
Running time 114 minutes | Country United States
Language English |
Budget $1,9 million
Saya jamin,
sebagian besar generasi Mileneals gak ada yang pernah nonton Taxi Driver (1976) yang dibikin oleh Hollywood. Sebagian besar
generasi Mileneals cuma nonton Taxi Driver (2021) yang dibikin oleh Korea
Selatan. Saya sendiri nonton film ini sekitar 2 tahun yang lalu setelah teman
SMA saya, Gema Ramadhan.
Film ini jelas
bagus banget karena dibintangi Robert de Niro dan Jodie Foster. Sutradaranya
pun Martin Scorsese. Jaminan mutu banget deh nama-nama
tersebut di Hollywood. Film ini, bersama film Robert de Niro lainnya, The King
of Comedy (1982) telah menginspirasi film Joker (2019) yang sama-sama dibintangi
Robert de Niro juga. Makanya Taxi Driver (1976) merupakan film yang wajib
ditonton oleh penggemar film karena meskipun jadul, film ini merupakan film
yang telah menginspirasi film besar lainnya.
STORYLINE
Taxi Club adalah
film keluaran tahun 1976 buatan Amerika Serikat yang bercerita tentang Travis
Bickle (diperankan Robert de Niro), veteran Angkatan Laut Amerika Serikat
berusia 26 tahun yang mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder)
seusai Perang Vietnam. Ia mengalami insomnia akut, makanya ia mengambil
pekerjaan sebagai sopir taksi yang narik kendaraan pada malam hari menjelang
subuh di New York City.
![]() |
Travis Bickle |
Untuk mengurangi
efek PTSDnya, Travis sering banget pergi ke bioskop yang memutar film porno di
42nd Street. Ia juga sering menulis jurnal untuk mengungkapkan isi pikirannya,
terutama setelah menyaksikan busuknya New York City yang ia saksikan ketika
malam hari, yang dipenuhi kejahatan, perzinahan, peredaran narkoba, dan
berbagai macam kejahatan lainnya. Ia berfantasi bahwa suatu saat ia bisa
membasmi sampah-sampah tersebut.
![]() |
Travis dan Betsy |
Suatu saat, Travis
bertemu dengan Betsy (diperankan Cybill Shepherd) yang berperan sebagai tim
sukses Charles Palantine (diperankan Leonard Harris), senator yang lagi
mencalonkan diri buat jadi Presiden Amerika Serikat. Gak pakai basa-basi, sat
saet sat set, Travis ngajakin Betsy buat ngopi. Sekali diajak ngopi, Betsy
langsung merasa cocok dengan Travis sampai pada pertemuannya yang kedua, Betsy
malah jadi ilfeel pada Travis karena ia ngajakin Betsy buat nonton film
porno di bioskop 42nd Street.
Ajakan nonton
film porno itu tidak dimaksudkan Travis buat ngajakin Betsy (maaf) berhubungan
seks. Travis bermaksud untuk menyelami fantasi yang ada pada pikirannya setelah
mengalami PTSD. Ketika ia berusaha menjelaskan hal tersebut pada Betsy, Travis
gagal. Travis pun marah dan langsung melabrak Betsy di kantor tempatnya
bekerja.
Sejak kejadian
tersebut, Travis malah semakin stress. Setiap hari menjalani rutinitas yang
sama, melihat kebusukan New York City di tengah malam. Ia sampai-sampai curhat
pada sopir taksi senior yang dijuluki Wizard (diperankan Peter Boyle) oleh
sesama sopir taksi lainnya di New York City. Wizard berusaha meyakinkan Travis
bahwa ia akan baik-baik saja.
![]() |
Travis Bickle yang lagi latihan |
Sebagai plampiasan, Travis memulai program latihan fisik yang intensif. Ia mulai latihan beban di rumah supaya tubuhnya lebih bugar, massa ototnya bertambah, dan staminyanya meningkat. Ia pun membeli senjata api dan berlatih untuk menggunakannya. Ia juga mengubah penampilannya supaya gak dikenali orang. Singkat cerita, ia pingin jadi seperti Batman yang membasmi kebusukan New York City berbekal dari ilmu militer yang ia dapatkan ketika Perang Vietnam dulu.
Travis pun sering menghadiri kampanye yang dilakukan Palantine untuk mengamati bagaimana sistem keamanan seorang politisi bekerja. Sebagai veteran Perang Vietnam, tentu Travis dapat paham dengan cepat. Suatu malam, Travis bertemu dengan seorang pria yang mencoba merampok sebuah toko. Gak pakai basa-basi, Travis menembaknya dan senang karena ia berhasil jadi pahlawan.
![]() |
Travis dan Iris |
Hari-hari Travis sebagai sopir taksi yang insomnia gak juga berakhir. Ia bahkan melihat hal yang lebih busuk lagi karena ia meyaksikan seorang gadis berusia 12 tahun bernama Iris (diperankan Jodie Foster) bekerja sebagai (maaf) pelacur. Alih-alih terangsang oleh Iris, Travis malah bersimpati padanya, jatuh cinta padanya, dalam artian, ia ingin menyelamatkan Iris dari tempat busuk tersebut. ia berusaha membujuk Iris supaya menghentikan pekerjaannya, tapi kan tidak semudah itu.
Gak pakai lama,
Travis pergi ke tempat prostitusi di mana Iris bekerja, langsung menembak
mucikarinya yang bernama Matthew Higgins (diperankan Harvey Keitel) yang dijuluki
Sport oleh orang-orang sekelilingnya. Apa yang dilakukan Travis tentu bikin
marah klien dan rekan kerja Sport, baku tembak pun tidak bisa dihindari sama
sekali. Dar der dor jegar jeger tembak-tembakan berlangsung selama
beberapa saat sampai Travis tertembak. Meskipun tertembak, Travis masih bisa
mempertahankan hidupnya dengan membunuh seorang karyawan prostitusi tersebut
dengan sebilah pisau.
![]() |
Travis Bickle yang galau |
Meskipun terlatih
sebagai seorang tentara, Travis masih seorang manusia. Ia putus asa. Takut mati,
takut dipenjara juga. Ia mencoba bunuh diri dengan menembakkan pistol ke
kepalanya, tapi naas, pistol yang berusaha ia tembakkan ke kepalanya kosong.
Ketika polisi tiba, Travis pun pingsan.
Ketakutan Travis
akan tindakannya tersebut tidak terjadi. Alih-alih dipenjara, ia malah
dielu-elukan oleh puluhan wartawan dan warga New York City yang menganggapnya
sebagai seorang pahlawan. Ia bahkan dapat ucapan terimakasih dari ayah kandung
Iris. Nama Travis terus bergema karena kejadian tersebut diberitakan secara
besar-besaran oleh televisi dan surat kabar, sampai suatu ketika, ia tidak
sengaja bertemu Betsy yang bermaksud mencegat taksi yang dikemudikan oleh Travis.
Mereka berdua sempat
berinteraksi dan Betsy berkata bahwa ia telah membaca apa yang terjadi pada
Travis di surat kabar. Travis pun hanya mengangguk sederhana dan mengantarkan
Betsy sampai ke tempat tujuannya dengan selamat, dan film pun ditutup dengan
sempurna.
KESIMPULAN
Gak cuma jalan
ceritanya yang bagus. Gak cuma akting Robert de Niro dan Jodie Foster juga yang
bagus pada film ini, tapi tema musik Taxi Driver ini pun bagus banget! Cukup
mewakili apa yang dirasakan Travis sebagai seorang sopir taksi yang menyusuri
jalanan New York City di tengah malam yang sangat kelam, sama seperti Bruce
Wayne/Batman yang menyaksikan kelamnya Gotham City di malam hari yang penuh
dengan hal-hal berlumur dosa.
Saya merasa, lagu
tema yang disajikan Martin Scorsese ini sebagai “lagu kebangsaan” New York
City. Meskipun saya tidak tinggal di New York City, meskipun saya belum pernah
sekalipun menginjakkan kaki di New York City, saya seolah-olah mencium bau
hujan yang turun di New York City, dan segala atmosfer New York City lainnya
lewat sajian lagu tema yang tersaji pada film ini. Mungkin, karena saya punya
ikatan emosional yang kuat dengan New York City, pasalnya, selama puluhan tahun
saya menyaksikan begitu banyak film atau serial televisi yang seting lokasinya
bertempat di New York City.
Meskipun film ini
dibuat dan ririlis pada tahun 1976, saya merasa film ini sudah melebihi
zamannya. Bahkan menontonnya di tahun 2022 pun saya dibuat terkagum-kagum oleh
film ini soalnya film ini bagus banget! Film-film yang dibintangi Rober de Niro
dan Jodie Foster memang gak ada yang gak bagus. Film-film yang disutradari
Marton Scorsese pun gak ada yang gak bagus. Nama-nama yang sudah tentu jadi
jaminan mutu dari film Hollywood yang harus ditonton oleh para pencinta film di
manapun mereka berada.
Film ini pun
dapat empat nominasi Oscar untuk kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik (Robert
de Niro), Aktris Pendukung Terbaik (Jodie Foster), Scoring Film Terbaik, tapi
tidak memenangkannya. Meskipun begitu, menurut saya, film ini lebih dari
sempurna, tapi sebuah mahakarya yang akan tetap nyaman ditonton berkali-kali
sekalipun ditonton 50 tahun dari sekarang sekalipun karena setiap aspek yang
ada pada film ini betul-betul sempurna.
0 Comments