IMDb: 8,1/10 | Rating Saya : 8,5/10

Rated : PG | Genre: Comedy, Drama

Directed by Peter Weir

Written by Tom Schulman

Produced by Steven Haft, Paul Junger Witt, Tony Thomas

Starring Robin Williams, Ethan Hawke, Robert Sean Leonard, Josh Charles, Gale Hansen, Dylan Kussman

Cinematography John Seale | Edited by William Anderson

Music by Maurice Jarre

Production companies Touchstone Pictures, Silver Screen Partners IV

Distributed by Buena Vista Pictures Distribution (United States), Warner Bros. (International) 

Release date 2June 1989

Running time 128 minutes | Country United States

Language English | Budget $16,4 million

 

Barney Stinson dan Ted Mosby menyebut Dead Poet Society dalam How I Met Your Mother


“Kenapa nonton film ini?”, mungkin itulah pertanyaan yang kalian sematkan pada saya. Saya juga baru tahu film ini setelah film ini disebut dalam sitkom How I Met Your Mother. Saat itu Barney Stinson (diperankan Neil Patrick Harris) naik ke atas kursi dan berkata, “O Captain, My Captain” pada Ted Mosby (diperankan Josh Radnor). Mereka berdua langsung berkata bahwa film “Dead Poet Society” itu bagus banget dan membuat mereka menangis.

Lalu saya pun melihat bahwa film “Dead Poet Society” ini diperankan oleh Robin Williams dan Ethan Hawke, serta rating IMDbnya mencapai 8,1/10. Makanya saya gak ragu langsung nonton film ini. Simak ulasan saya berikut ini.

 

STORYLINE

Dead Poet Society adalah film keluaran tahun 1989 buatan Amerika Serikat yang menceritakan kehidupan anak SMA Welton Academy, sekolah khusus laki-laki yang terletak di Vermont, Amerika Serikat. Sekolah ini merupakan sekolah elit, di mana lebih dari 75% lulusannya masuk ke kampus-kampus elit Amerika Serikat atau Ivy League. Bayaran sekolahnya mahal, dan diisi oleh siswa-siswa terbaik bangsa, yang tentu saja sebagian besarnya merupakan anak orang kaya Amerika Serikat.

Ilustrasi Welton Academy


Seperti sekolah-sekolah elit pada umumnya, upacara pembukaan tahun ajaran dimulai dengan sangat membosankan, di mana kepala sekolah, para guru, para staf sekolah, orang tua siswa, dan para siswa berkumpul di suatu ruangan khusus. Pidato-pidato membosankan diiringi sedikit acara musik dan seremonial-seremonial gak penting yang isinya meminta seluruh pihak untuk bekerja sama supaya kualitas pendidikan yang terjadi di sekolah tersebut berjalan sebagaimana mestinya, sesuai tradisi sekolah.

Kepala sekolahnya, Mr. Nolan (diperankan Norman Lloyd) menyatakan bahwa lebih dari 75% alumni Welton Academy sukses masuk ke dalam kampus Ivy League. Ia mengklaim bahwa hal tersebut dikarenakan sistem pendidikan Welton Academy yang sangat bagus jika dibandingkan sekolah lainnya di Amerika Serikat. Ya jelas, bayarannya juga mahal, fasilitasnya juga mumpuni banget. Di dunia nyata begitu bukan? Yang masuk Institut Teknologi Bandung atau Universitas Indonesia sebagian besar kan berasal dari SMA elit juga, baik SMA elit negeri atau SMA elit swasta. Yang masuk Harvard University atau Oxford University pastinya dari SMA elit juga, baik SMA elit negeri atau SMA elit swasta.

John Keating ngajarin siswa-siswanya belajar di luar kelas

Welton Academy mempekerjakan seorang guru yang metode pengajarannya tidak lazim, yakni John Keating (diperankan Robin Williams), yang merupakan alumni Welton Academy. John Keating mendorong siswa-siswanya untuk mengeksplorasi bakat mereka sendiri melalui puisi-puisi dan karya sastra klasik seperti karya W William Shakespeare. Gak cuma itu, ia pun sering ngajar di luar kelas biar siswa tidak merasa bosan. Ia gak suka dengan metode pengajaran kaku yang selama ini diajarkan Welton Academy.

Metode pengajaran yang dilakukan John Keating memang tidak biasa. Apalagi, setting film ini kan terjadi pada tahun 1959 di mana saat itu ilmu parenting dan ilmu pendidikan belum semaju sekarang. Jadi metode pengajaran yang dilakukan John Keating dianggap asing tidak saja oleh siswa-siswanya, tapi juga oleh koleganya sesama guru di Welton Academy.

Metode pengajaran John Keating

John Keating mengajak siswa-siswanya untuk berdiri di atas meja dengan tujuan untuk menunjukkan mereka bahwa mereka harus punya perspektif yang berbeda ketika melihat dunia. Ia berkata bahwa ketika siswa-siswanya berdiri di atas meja, tentu saja ia bisa melihat hal yang berbeda dibandingkan ketika ia duduk di kursi. Ia mengajak siswa-siswanya untuk tidak membaca suatu permasalahan dari satu sudut pandang saja, tapi juga dari sudut pandang yang lain. Ia mengajak siswa-siswanya untuk selalu berpikir sistematis dan juga kritis.

Dead Poet Society nongkrong di goa

Salah satu siswa John Keating, Neil Perry (diperankan Robert Sean Leonard) menemukan bahwa John Keating merupakan anggota “Dead Poet Society” yang ia temukan dalam buku alumni angkatan John Keating. Dari situlah Neil Perry ngajakin teman-teman satu angkatannya untuk menyelinap keluar sekolah pada malam hari untuk membaca puisi dan sajak. Mereka melakukan kegiatan tersebut jauh dari sekolah, yakni pada sebuah goa biar gak ketahuan guru-guru Welton Academy yang konservatif.

Neil Perry dan ayahnya, Mr. Perry

Neil Perry sangat bersemangat untuk belajar puisi karena selama ini ia selalu dikontrol oleh ayahnya yang diktator banget. Ayahnya, Mr. Perry (diperankan Kurtwood Smith) memaksanya masuk Welton Acamedy biar nanti ia bisa jadi dokter atau pengacara dengan masuk Harvard University.

Gak salah sih, lulusan Harvard University selama 100 tahun belakangan ini memang brilian semua. Barrack Obama, Steve Jobs, Bill Gates, hingga Mark Zuckerberg lulusan Harvard semua. Meskipun beberapa di antaranya gak lulus dari Harvard University, ya tetap saja hitungannya mereka “lulusan” Harvard juga. Dalam artian, mereka itu drop out dari Harvard University, yang masuknya saja susah minta ampun, lebih susah dari masuk Universitas Indonesia atau Institut Teknologi Bandung. Jadi kecerdasan mereka pasti di atas kecerdasan manusia pada umumnya.

Selain unggul dalam kecerdasan individu, civitas akademika Harvard University maupun kampus terbaik dunia adalah kumpulan manusia-manusia tercerdas dan terkaya di dunia. Makanya gak usah heran jalan pikiran mereka sangat berbeda dengan manusia kebanyakan. Jalan pikiran mereka yang revolusioner merupakan buah pemikiran dari pergaulan yang mereka lakukan selama di Harvard University. Makanya gak usah heran lulusan sekolah elit maupun lulusan kampus elit sebagian besar jadi orang sukses dalam bidangnya masing-masing. Makanya gak usah heran jutaan orang berlomba-lomba untuk masuk Harvard University, Oxford University, atau dalam skala lokal, masuk Institut Teknologi Bandung atau Universitas Indonesia.

Knox Overstreet dan Chris Noel

Kembali ke dalam pembahasan film ini. Selain Neil Perry, ada juga Knox Overstreet (diperankan Josh Charles) yang hidupnya berubah setelah diajar John Keating. Ia jadi gak ragu lagi untuk mengejar gadis impiannya dari sekolah lain, Chris Noel (diperankan Alexandra Powers), meskipun ia sudah punya pacar bernama Chet Danburry (diperankan Colin Irving). Knox tentu saja mengejar Chris dengan menggunakan puisi dan ngasih bunga.

Chet Danburry merupakan tipikal siswa populer di sekolahnya. You know, stereotip alpha male jagoan sekolah film-film Amerika di mana ia merupakan anggota tim football sekolah yang jago berkelahi serta demen banget memakai jaket tim sekolah kebanggaannya. Gak cuma di Amerika doang yang kayak gini, di Indonesia juga banyak tipikal siswa jagoan kayak Chet Danburry.

Sejak diajar oleh John Kneating, Neil Perry jadi suka banget untuk mengekspresikan dirinya. Gak cuma lewat puisi, tapi juga lewat seni peran atau akting. Ia mendaftarkan dirinya untuk berakting pada sebuah klub drama tidak jauh dari sekolahnya meskipun dilarang keras oleh ayahnya. Ia terus maju berkat dukungan dari Neil Perry dan teman-temannya sesama anggota “Dead Poet Society”.

Permasalahan terjadi ketika Charlie Dalton (diperankan Gale Hansen) menulis sebuah artikel pada koran sekolah yang isinya bahwa ia menutut sekolah supaya sekolahnya menerima siswi perempuan. Kalau ia menulis artikel tersebut atas namanya sendiri mungkin gak akan terlalu jadi masalah. Masalahnya, ia menulis artikel tersebut atas nama “Dead Poet Society”.

Hal tersebut membuat Mr. Nolan menginterogasinya. Mr. Nolan memaksa Charlie untuk mengungkapkan siapa saja anggota “Dead Poet Society”. Bahkan Mr. Nolan memukul bokong Charlie supaya ia mau mengaku, tapi ia tetap bungkam. Ketika nonton adegan ini, saya sampai dibuat kesal. Amerika Serikat tahun 1959 masih ada metode kayak gini? Sudah gila! Meskipun ini hanya film saya sampai kesal dibuatnya. Kalau saya jadi Charlie mending saya kasih bogem mentah aja itu Mr. Nolan, kayak Dilan yang berani untukberkelahi dengan gurunya sendiri, Suripto.

Gak cuma menginterogasi Charlie, Mr. Nolan juga memperingatkan John Keating akan metode pengajarannya yang ia angap nyeleneh. Mr. Nolan bercerita bahwa sebelum John Keating mengajar pelajaran bahasa dan sastra Inggris, ia sudah mengajar mata pelajaran tersebut selama puluhan tahun sebelum jadi kepala sekolah. Mr. Nolan ini cerminan guru yang tidak mau mengikuti perkembangan zaman dan bebal banget emang. Metode pengajaran brilian yang diajarkan John Keating gak dianggap sama sekali.

Suatu ketika, ayah Neil Perry, Mr. Perry menemukan fakta bahwa anaknya nekad ikut pementasan drama meskipun sudah ia larang. Ia sampai mendatangi kamar anaknya untuk memperingatkan anaknya supaya keluar dari pementasan drama tersebut. Ia khawatir akan masa depannya. Ia berpikiran, kalau anaknya tidak belajar dengan baik dan benar, hal tersebut akan menghancurkan masa depannya.

Mr. Perry tidak sepenuhnya salah. Seperti yang saya tulis di atas, sebagian besar lulusan Harvard University adalah orang sukses pada bidangnya masing-masing. Banyak dari mereka saat ini tidak saja masuk dalam jajaran orang paling kaya di Amerika Serikat, tapi masuk dalam jajaran orang paling kaya di dunia. Tapi ya gimana, Neil Perry ini kan suka banget dengan pementasan drama, siapa tahu ia bisa jadi aktor sukses kayak Leonardo DiCaprio kan? Mr. Perry sama sekali tidak mau mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya.

Neil Perry yang rebel akhirnya melakukan pementasan drama meskipun dilarang keras oleh ayahnya. Ia melakukan aktingnya dengan sangat baik sampai-sampai seluruh penonton yang menyaksikan pementasan dramanya memberikan pujian. Bahkan John Keating saja memberikan pujian padanya.

Pementasan drama Neil Perry

Tapi tidak dengan Mr. Perry. Ia yang ternyata menonton pementasan drama anaknya langsung menarik pulang Neil Perry dan memaksanya untuk masuk sekolah militer supaya ia bisa mempersiapkan segala sesuatunya untuk masuk Harvard University sehingga ia bisa jadi dokter atau pengacara sesuai keinginannya. Tidak terima dengan hal tersebut, Neil Perry pun bunuh diri. Anjir emang nih ya, kalau Mr. Perry ada di hadapan saja, udah saya tonjokin juga tuh dia!

Tentu saja, Welton Academy langsung berkabung atas wafatnya Neil Perry. Tapi sebagai sekolah elit, Welton Academy gak mau nama baiknya tercemar. Jadinya Welton Academy menyalahkan John Keating atas kematian Neil Perry. Dalangnya? Tentu saja Mr. Nolan.

Mr. Nolan bersikukuh bahwa metode pengajaran sastra dan bahasa Inggris yang diampu John Keating telah mendorong Neil Perry untuk nekad ikut pementasan drama. Jadi ia harus dipecat. Seluruh anggota “Dead Poet Society” tentu saja tidak setuju dengan hal tersebut, kecuali Richard Cameron (diperankan Dylan Kussman). Richard Cameron ini tipikal siswa yang cari aman sendiri. Dari awal ia orangnya patuh banget pada aturan sekolah yang konservatif dan gak mau ikut metode pengajaran John Keating yang pada masa itu masih dianggap nyeleneh. Saking kesalnya, Charlie Dalton sampai-sampai memukulnya sampai hidungnya berdarah. Emang ngeselin sih anak kayak Richard Cameron tuh. Kalau kata anak zaman sekarang sih, dia itu “cepu”.

Tapi, seluruh siswa Welton Academy gak punya daya dan upaya kecuali dipaksa untuk menandatangani surat yang menyatakan bahwa John Keating telah memaksa Neil Perry untuk ikut dalam pementasan drama yang membuatnya nekad untuk mengakhiri hidupnya. “Dead Poet Society” tidak berdaya sama sekali karena jika tidak menandatangani pernyataan tersebut, mereka bisa dikeluarkan dari sekolah.

Adegan iconic Dead Poets Society

Pada akhirnya John Keating memang dipecat. Namun ketika John Keating akan pergi meninggalkan sekolah, Todd Anderson (diperankan Ethan Hawke) berkata pada John Keating bahwa mereka dipaksa menandatangani surat pernyataan yang membuat John Keating dipecat dari sekolah.

Todd Anderson langsung berdiri di atas meja sebagaimana yang dicontohkan John Keating saat mengajarkan mereka semua sambil berkata, “O Captain, My Captain” tanpa menghiraukan larangan Mr. Nolan yang melarang mereka untuk naik ke atas meja. Seluruh anggota “Dead Poet Society” melakukan hal tersebut kecuali Richard Cameron.

John Keating harus legowo

John Keating tentu saja tersentuh dengan tindakan siswa-siswanya, namun biar bagaimanapun ia harus pergi dengan legowo dari sekolah karena sudah resmi dipecat, dan film pun berakhir dengan sangat sempurna.

 

KESIMPULAN

Sepertinya tidak usah saya simpulkan ya? Film ini pokoknya bagus banget. Film ini mengajarkan kita semua untuk bisa berpikir secara bebas. Film ini mengajarka kita semua akan sebuah konsekuensi dalam hidup dari setiap tindakan dan tutur kata kita selama ini. Dengan tidak bisa punya pikiran yang bebas, artinya kita telah gagal sebagai seorang manusia. Itulah yang diajarkan John Keating pada kita semua melalui film ini.

"No matter what anybody tells you, words and ideas can change the world.", itulah perkataan John Keating pada siswa-siswanya. Dan tentu saja, pada kita semua sebagai seorang penonton. Saking bagusnya film ini, film ini berhasil meraih Oscar dalam kategori Best Screenplay berkat penulisan yang brilian oleh Tom Schulman

Selain itu, film ini pun dengan sempurna menggambarkan bagaimana bobroknya sistem pendidikan dunia ini. Syukurlah kita hidup di era informasi dan era internet sehingga saat ini sistem pendidikan sudah tidak lagi konservatif seperti yang digambarkan film ini pada tahun 1959. Saya yakin, kalau semua guru di dunia ini seperti John Keating, kita akan jadi bangsa yang maju, gak ribut melulu kayak gini.

Robin Williams pun aktingnya totalitas banget di film ini. Ia sempat dapat nominasi Oscar untuk kategori Best Actor di dilm ini tapi ia akhirnya memenangkan Oscar atas perannya pada film Goog Will Hunting (1997). Terimakasih banyak Robin Williams atas karya-karyamu yang sudah mengisi masa kecil kami!