IMDb: 8,6/10 | Rating Saya : 8,5/10

Rated : R | Genre: Comedy, Drama, Music

Directed by David Fincher

Written by Andrew Kevin Walker

Produced by Arnold Kopelson, Phyllis Carlyle

Starring Brad Pitt, Morgan Freeman, Gwyneth Paltrow, John C. McGinley

Cinematography Darius Khondji | Edited by Richard Francis-Bruce

Music by Howard Shore

Production companies Arnold Kopelson Productions          

Distributed by New Line Cinema

Release date 15 September 1995 (Alice Tully Hall), 22 September 1995 (United States)           

Running time 127 minutes | Country  United States

Language English | Budget $33 million

 

Beberapa waktu yang lalu, saya menyaksikan film The Batman (2022) yang menampilkan penampilan Robert Pattinson dengan gayanya tersendiri. Film ini sangat sukses dan dipuji-puji bukan saja oleh fans DC semata, tapi oleh para penonton casual lainnya. Ketika berdiskusi tentang film The Batman, banyak yang menyebut-nyebut bahwa style film ini mirip dengan film Se7en (1995). Ada juga yang menyebut bahwa film The Batman terinspirasi dari film Se7ven, terutama pengemasan kedetektifannya.

Begitu melihat bahwa film ini dibintangi oleh Morgan Freeman dan Brad Pitt, saya gak ragu sama sekali untuk nonton film ini. Rating IMDbnya saja sampai 8,6 dan masuk 100 film dengan rating IMDb teratas. Simak ulasan saya berikut ini.

 

STORYLINE

Se7en adalah film keluaran tahun 1995 buatan Amerika Serikat yang bercerita tentang dua orang detektif bernama Detektif William Somerset dan Detektif David Mills. Detektif Somerset (diperankan Morgan Freeman) akan segera pensiun dan digantikan dengan Detektif Mills (diperankan Brad Pitt). Seminggu sebelum memasuki masa pensiun, Detektif Somerset dan Detektif Mills berusaha mengakrabkan diri untuk masa transisi kerja.

Detektif Mills dan Detektif Somerset

Morgan Freeman seolah-olah menjadi dirinya sendiri seperti yang ia tampilkan dalam berbagai filmnya selama ini, yakni menjadi lansia yang sabar, bijak, dan tidak terburu-buru. Sedangkan Brad Pitt seolah-olah menjadi dirinya sendiri seperti yang ia tampilkan dalam berbagai filmnya selama ini, yakni menjadi anak muda yang gak sabaran, idealis, dan selalu terburu-buru.

Detektif Mills, Detektif Somerset, dan Tracy lagi makan malam bersama

Detektif Somerset yang akan pensiun bercerita bahwa ia masih bujangan karena selama ini ia belum menemukan soulmatenya. Ia pernah hampir menikah tapi akhirnya tidak jadi. Sedangkan Detektif Mills sudah memiliki seorang istri bernama Tracy (diperankan Gwyneth Paltrow). Mereka bertiga pun cepat akrab karena Detektif Somerset pernah diundang untuk makan malam di rumah Detektif Mils bersama istrinya, dan langsung cocok gitu aja.

Mungkin Tracy menganggap Detektif Somerset seperti kakak atau ayahnya sendiri, sampai-sampai ia pernah curhat mendalam dengan Detektif Somerset. Ia curhat bahwa ia sedang hamil dan bingung bagaimana caranya untuk memberitahu suaminya karena ia sedang fokus menangani kasus yang sedang ia selidiki bersama Detektif Somerset. Detektif Somerset pun memberi nasihat pada Tracy bahwa dulu ia pernah memiliki anak dengan mantan pacarnya, dan ia menyarankan Tracy untuk memberitahu Detektif Mills jika ia menginginkan anak tersebut untuk lahir.

Tracy lagi curhat dengan Detektif Somerset

Tracy tidak menyukai kota tempat tinggalnya sekarang karena ia tidak mempunyai teman sama sekali kecuali Detektif Somerset. Ia juga khawatir untuk membesarkan seorang anak di dunia yang penuh dengan polusi, penuh dengan ketidakpastian, dan penuh dengan kemunafikan. Ia merasa bahwa ia akan merasa sangat berdosa jika melahirkan anaknya tersebut. Detektif Somerset pun berkata demikian, makanya ia putus dengan mantan pacarnya. Jauh sebelum Generasi Mileneals berpikiran untuk Freechild, mereka berdua sudah punya pikiran tersebut. Keren emang!

Detektif Somerset dan Detektif Mills tengha menyelidiki pembunuh berantai yang melakukan pembunuhan berantai berdasarkan tujuh dosa (seven sins) dalam kepercayaan Agama Katolik. Ketujuh dosa tersebut adalah gluttony (kerakusan), greed (ketamakan), sloth (kemalasan), lust (hawa nafsu), pride (kesombongan) envy (iri hati), dan wrath (kemarahan).

Korban pertama, gluttony (kerakusan)


Nah, korban pembunuhan pertama yang mereka berdua selidiki adalah seorang pria obesitas yang tewas karena perutnya pecah. Ia dipaksa untuk terus makan oleh si pembunuh untuk mewakili gluttony (keserakahan). Pria obesitas tersebu tewas dalam keadaan yang sangat menijijikan layaknya seekor sapi yang tewas setelah dipaksa banyak minum (sapi gelonggongan), sampai-sampai Detektif Mills pengin muntah.

Korban kedua, greed (ketamakan)

Korban kedua yang mereka selidiki adalah seorang pengacara pembela kriminal yang dipaksa untuk memakan daging dirinya sendiri untuk mewakili ketamakan (greed). Tubuh korban sama menijijikannya dengan korban pertama, sampai-sampai kedua detektif tesebut jijik. Jangankan mereka, saya yang cuma penonton aja jijik.

Korban ketiga, sloth (kemalasan)


Korban ketiga yang mereka selidiki adalah seorang pengedar narkoba yang dikenal suka menganiaya anak-anak. Ia diikat ke tempat tidur sampai kurus kering bagaikan zombie. Korban ketiga ini mewakili sloth (kemalasan). Yang bikin kaget, korban ketiga ternyata masih hidup! Jadinya korban ketiga ini langsung dilarikan ke ICU rumah sakit.

Dokter yang menangani korban pun menyatakan bahwa suatu keajaiban bahwa ia masih hidup karena kondisi vital tubuhnya sudah sangat kritis. Lidahnya pun sudah dipotong pelaku biar tidak bisa berkomunikasi sama sekali, jadi sekalipun ia bisa pulih, gak akan bisa berkomunikasi dengan orang lain. Itu pun jika ia bisa kembali pulih. Di TKP korban ketiga, pelaku menyertakan foto-foto korban yang diambil satu tahun sebelumnya.

Asumsi saya, korban diikat di tempat tidur tersebut selama satu tahun dengan dikasih makanan dan minuman dalam jumlah minim sampai-sampai kurus kering seperti zombie. Pembunuhan-pembunuhan tersebut sudah direncanakan dengan sangat matang karena foto korban sudah diambil pelaku dari satu tahun sebelumnya.

Detektif Somerset yang seminggu lagi akan pensiun bertekad menyelesaikan kasus ini sampai titik akhir. Bahkan dalam beberapa hal, ia jauh lebih gigih dalam upaya penyelesaiakan kasus ini dibandingkan dengan Detektif Mills. Detektif Somerset rajin mengunjungi perpustakaan untuk membaca buku karya Dante Alighieri berjudul Purgatory, buku karya Geoffrey Chaucer berjudul Canterbury Tales, buku karya Shakespeare berjudul The Merchant of Venice, dan tentu saja, The Bible itself. Buku-buku tersebut merangkum berbagai tafsiran seven sins dalam ajaran Agama Katolik.

Detektif Somerset pun mengajak Detektif Mills untuk bertemu dengan salah satu informan Detektif Somerset di FBI untuk memeriksa catatan peminjaman buku-buku tersebut di perpustakaan karena ia yakin pelakunya membaca semua buku yang sudah Detektif Somerset baca untuk keperluan kasus yang ia selidiki. Detektif Somerset berkata pada Detektif Mills bahwa selama ini, FBI sering mengawasi orang-orang lewat buku pinjamannya di perpustakaan milik pemerintah.

Orang-orang yang meminjam buku-buku “berbahaya” seperti petunjuk membuat bom, buku-buku tentang nuklir, hingga buku-buku karya Adolf Hiter seperti Mein Kampf akan diawasi oleh FBI. Emang sih, gak akan langsung jadi tersangka, tapi orang-orang yang meminjam buku-buku tersebut punya kecenderungan untuk jadi teroris radikal, jadinya ya langsung diawasi secara tidak langsung oleh FBI, meskipun misalnya buku tersebut hanya dijadikan rujukan bacaan oleh mahasiswa yang lagi melakukan perkuliahan atau penelitian ilmiah.

Detektif Somerset berkata pada Detektif Mills bahwa cara tersebut tergolong ilegal karena merupakan juridiksi dari FBI. Hanya FBI yang punya akses untuk melakukan pengecekan atas catatan peminjaman buku-buku tersebut di perpustakaan. Jadi Detektif Somerset berharap Detektif Mills tidak menceritakan hal tersebut pada siapapun, terutama pada para kepolisian dan detektif di kantor tempat mereka bekerja.

Masuk akal sih, karena syarat keanggotaan perpustakaan kan harus punya KTP yang memuat berbagai data pribadi seperti nama lengkap, alamat, pekerjaan, dan lainnya. Jadi dengan melihat catatan peminjaman akan buku-buku yang saya sebutkan di atas, pasti akan mendekatkan mereka pada calon tersangka yang selama ini mereka cari.

Gak sia-sia Detektif Somerset melakukan tindakan ilegal tersebut karena dari catatan peminjaman perpustakaan tersebut, Detektif Somerset mendapat petunjuk. Orang yang meminjam buku-buku tersebut adalah John Doe. Mereka berdua pun langsung mendatangi apartemennya dan langsung bertemu dengan John Doe. Baku tembak pun tidak terelakan sama sekali.

John Doe yang langsung melarikan diri membuat Detektif Mills jatuh dari tangga saat mengejarnya. Ia pun dilupuhkan oleh John Doe saat Mills mengejarnya pada sebuah gang sempit sampai ia hampir dibunuh. John Doe memutuskan untuk tidak membunuh Detektif Mills karena Detektif Somerset sudah hampir tiba di lokasi.

Karena John Doe sudah lari, Detektif Mills berniat untuk menggeledah apartemennya, tapi Detektif Somerset bersikeras pada Detektif Mills untuk tidak sembarangan menggeledah apartemennya karena nanti mereka ketahuan bahwa mereka menggunakan cara ilegal untuk menemukan apartemen John Doe. Karena masih muda dan emosian, Detektif Mills langsung mendobrak apartemen John Doe begitu saja dan langsung membohongi detektif dan polisi lain dengan cara menyogok tunawisma untuk jadi saksi palsu. Cara mereka ilegal sih, tapi saya suka dengan apa yang mereka lakukan karena mereka totalitas banget.

Apartemen John Doe pun berisikan ratusan jurnal yang ditulis langsung John Doe. Jurnal tersebut berisi catatan pembunuhan, cara melakukan pembunuhan, dan hal-hal teknis lainnya. Detektif Mills pun sadar bahwa John Doe adalah wartawan yang pernah masuk masuk ke TKP pembunuhan dan sempat memfoto mereka karena ia menemukan foto dirinya dan Detektif Somerset di sana. Detektif Mills sampai frustasi karena ia bukannya menangkap wartawan tersebut.

Korban keempat, lust (hawa nafsu)


Penggeledahan apartemen John Doe tidak menghentikan aksinya untuk terus melakukan pembunuhan karena pembunuhan keempat pun terjadi. Seorang pria dipaksa John Doe untuk membunuh seorang pekerja seks komersial dengan (maaf) cara memperkosanya. Cara pemerkosaannya pun sangat sadis, yakni alih-alih menggunakan (maaf) alat genitalnya, pria tersebut disuruh menggunakan sebilah pisau untuk menusuk (maaf) alat genital pekerja seks komersial tersebut. John Doe merepresentasikan lust (hawa nafsu) untuk pembunuhan tersebut.

Pria yang disuruh melakukan hal tersebut pun sampai-sampai mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder) dengan menangis terus-terusaan saat diintrogasi. Sungguh malang nasib pria tersebut. Nampaknya ia langsung dikirim ke psikolog profesional untuk dilakukan terapi biar ia bisa mengurangi dampak PTSDnya tersebut. Gak kebayang sih gimana traumanya disuruh melakukan pembunuhan sekaligus (maaf) pemerkosaan sesadis itu.

Korban kelima, pride (ketamakan)

Keesokan harinya, korban kelima pun tidak bisa dielakan. John Doe telah memutilasi wajah seorang model yang sebelumnya diberi pilihan untuk meminta bantuan, selamat dari pembunuhan tersebut, tapi cacat seumur hidup, atau  bunuh diri dengan cara meminum pil. Model tersebut memilih cara terakhir yang mewakili pride (kesombongan).

John Doe yang menyerahkan diri

Saat Detektif Somerset dan Detektif Mills baru sampai ke kantor polisi, tiba-tiba John Doe (diperankan Kevin Spacey) datang untuk menyerahkan diri. Ia datang dalam kondisi berlumuran darah. Tentu saja seluruh anggota polisi yang melihat John Doe langsung memborgolnya. Tapi ia tidak terlihat menyesal sama sekali. Ia terlihat sangat bangga dengan perbuatannya tersebut, layaknya para psikopat lainnya dalam film bergenre sama, yakni Hannibal Lecter atau Buffalo Bill dalam film The Silence of the Lambs (1990).

John Doe ini merupakan tipikal penjahat cerdas luar biasa seperti Hannibal Lecter atau Buffalo Bill dalam film The Silence of the Lambs. Kalau dalam semesta DC, seperti The Riddler atau Joker. John Doe menawarkan Detektif Somerset Dan Detektif Mills untuk pergi ke sebuah lokasi rahasia di mana ia menawan dua korban tersisa lainnya yang mewakili envy (iri hati) dan wrath (kemarahan). Ia pun berjanji akan mengakui segala kejahatannya di pengadilan jika kedua detektif tersebut setuju. Kalau mereka berdua gak mau, ia akan mengaku mengalami sakit jiwa sehingga tidak bisa diadili.

Detektif Somerset yang sudah berumur pastinya tidak mau menuruti kemauan John Doe tersebut dong? Tapi seperti biasa, Detektif Mills yang masih muda setuju untuk melakukan hal tersebut. Karena, tanggung aja gitu, tinggal dua korban lagi? Masa ditinggal begitu saja? Nanti bagaimana nasib dua orang tersebut? Akhirnya mereka setuju untuk pergi bersama John Doe ke lokasi dua pembunuhan tersebut dengan pengawalan ketat pihak kepolisian tentu saja.

Selama perjalanan, John Doe mengungkapkan bahwa seluruh korban yang ia bunuh pantas untuk mati karena mereka cerminan korupnya nilai-nilai kemanusiaan. Sama seperti The Riddler yang mengeksekusi seluruh pejabat pemerintahan, pejabat kepolisian, pejabat pengadilan serta pengusaha korup di Gotham City. John Doe pun tidak hentihentinya memuji Detektif Mills karena ia begitu bersemangat dan berdedikasi untuk pekerjaannya tersebut.

John Doe membawa Detektif Mills dan Detektif Somerset ke tengah gurun

John Doe membawa kedua detektif tersebut ke sebuah lokasi terpencil di tengah gurun. Beberapa menit tersebut, datang sebuah van pengirim paket. Pada awalnya, Detektif Somerset curiga bahwa paket yang dikirimkan van tersebut berisi bom atau pengirim paket tersebut adalah anak buah John Doe.

Paket

Detektif Somerset pun membuka paket tersebut dan menyuruh Detektif Mills untuk mundur. John Doe pun mengungkapkan bahwa ia mewakili envy (kecemburuan) karena ia iri dengan kehidupan yang Detektif Mills dan istrinya, Tracy. Dari situ, Detektif Mills sadar bahwa isi paket tersebut adalah kepala istrinya, Tracy. John Doe pun mengatakan bahwa di saat terakhir hidupnya, Tracy memohon supaya ga dibunuh soalnya ia lagi hamil.

Detektif Mills yang belum tahu langsung tambah shock dong? Gimana gak shock, istrinya yang lagi hamil malah dibunuh oleh pelaku pembunuhan yang lagi ia kejar. Detektif Mills yang marah menembak John Doe berkali-kali sampai seluruh peluru yang ada pada pistolnya habis, dan ia pun ditangkap rekan polisinya. Lalu film pun berakhir begitu saja dengan sangat sempurna.

 

KESIMPULAN

Sungguh, film Se7en memang pantas mendapatkan rating sebesar 8,6 dari IMDb karena film ini bagus banget! Film ini setingkat dengan film The Silence of the Lambs mulai dari jalan ceritanya, kasus pembunuhannya, hingga alasan pelaku pembunuhan melakukan rangkaian pembunuhan sadis tersebut. Genre detektifnya pun keren banget sama seperti yang digambarkan Matt Reeves dalam film The Batman.

Film ini pun dapat nominasi Oscar untuk kategori Best Editing Film. Sayangnya film ini gak memenangkan Oscar karena saat itu Oscar untuk kategori tersebut dimenangkan Apollo 13.

Yang bikin film ini ramai tentu saja keberhasilan David Fincer dalam membangun tensi film sehingga tensi film ini terjaga dari awal film sampai pada klimaksnya di akhir film. Bagusnya lagi, adegan sadisnya pembunuhan tersebut tidak diperlihatkan. Tidak seperti pada film thriller lainnya seperti franchise Saw yang memperlihatkan berbagai adegan pembunuhan yang sadis banget. Di sini, bahkan kepala Tracy tidak diperlihatkan sama sekali.

Sejak awal film, saya menduga bahwa istri Detektif Mills, Tracy akan jadi korban. Sama seperti film-film detektif lainnya di mana istri atau anaknya yang akan jadi korban. Tapi saya gak menyangka bahwa Tracy akan dibunuh oleh John Doe. Saya pikir hanya dijadikan sandera supaya ia tidak ditangkap. Gak tahunya malah ikutan jadi korban.

Endingnya pun tidak tertebak. Saya pikir si tukang paket merupakan komplotan John Doe atau John Doe berbalik menyerang kedua detektif tersebut. Gak tahunya malah detektifnya yang membunuh sang pelaku karena ia telah tega membunuh istrinya.


Saya pun tidak menyalahkan Detektif Mills yang memilih untuk membunuh John Doe dengan tangannya sendiri. Tindakan Detektif Mills yang membunuh John Doe tentu saja salah. Tapi kalau saya ada pada posisi Detektif Mills, tentu saja saya pun akan membunuh John Doe. Mungkin bukan dengan peluru, tapi saya bunuh secara perlahan-lahan biar ia jauh lebih tersiksa.

Pembunuhan yang dilakukan Detektif Mills pada John Doe pun mewakili wrath (kemarahan). Rencana John Doe pun benar-benar berjalan sempurna karena pastinya ia sudah menduga bahwa Detektif Mills akan membunuhnya setelah ia mendapati fakta bahwa ia telah membunuh istrinya yang lagi hamil, sekaligus melengkapi seven sins yang telah ia lakukan pada semua korbannya.

Entah kenapa, seluruh penjahat yang ada pada film detektif selalu selangkah lebih maju dibandingkan dengan detektif tersebut. Mungkin, karena selama ini mereka jauh lebih cerdas dibandingkan para detektif tersebut.