IMDb: 6,4/10 | Rating Saya : 7/10
Rated : PG-13 | Genre: Action, Adventure, Drama
Directed by Hany Abu-Assad
Screenplay by Chris Weitz, J. Mills Goodloe
Based on The Mountain Between Us by Charles Martin
Produced by Peter Chernin, Dylan Clark, David Ready, Jenno
Topping
Starring Idris Elba, Kate Winslet
Cinematography Mandy Walker | Edited by Lee Percy
Music by Ramin Djawadi
Production companies Chernin Entertainment, Fox
2000 Pictures
Distributed by 20th Century Fox
Release date 9 September 2017 (TIFF), 6 October 2017 (United
States)
Running time 112 minutes | Country United States
Language English |
Budget $35 million
Beberapa waktu
yang lalu, saya menuliskan artikel dengan judul “5 Film Drama yang Jangan
Kamu Tonton Ketika Naik Pesawat” di Terminal Mojok. Kali ini saya akan
mengulas salah satu filmnya secara lebih spesifik. Judul film tersebut adalah “The
Mountain Between Us”
Saya pertama kali
mengetahui film yang berjudul “The Mountain Between Us” ini dari sepupu
saya. Saat itu beliau ngajak saya diskusi tentang hubungan seksual di luar
penikahan. Konteksnya, jika kita ada pada posisi terdampar di sebuah gunung
akibat kecelakaan pesawat dan kecil kemungkinan kita akan selamat. Beliau
bertanya, apakah hal tersebut merusak sakralnya hubungan kedua insan yang sudah
memiliki pasangan? Saat itu, saya dengan lugas menjawab, hal tersebut tidak
merusak sakralnya hubungan kedua insan yang sudah punya pasangan karena lagi
darurat. Beliau pun berkata bahwa judul filmnya “The Mountain Between Us”
Setelah mendengar
judul film tersebut, saya langsung tertarik untuk nonton film tersebut karena
film ini dibintangi Idris Elba dan Kate Winslet. Film yang dibintangi mereka
berdua gak ada yang yang bagus, makanya saya gak ragu untuk nonton film ini
meskipun rating IMDbnya “hanya” 6,4. Simak ulasan saya berikut ini.
STORYLINE
The Mountain Between Us adalah film keluaran tahun 2017 buatan Amerika Serikat yang bercerita tentang kisah cinta seorang dokter bedah syaraf bernama dr. Ben Bass (diperankan Idris Elba) dan seorang jurnalis bernama Alex Martin (diperankan Kate Winslet). Kisah cinta mereka tergolong unik karena terjadi setelah pesawat yang mereka tumpangi jatuh di High Uintas Wilderness, Utah, Amerika Serikat. Film ini diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Charles Martin.
![]() |
Pertemuan pertama Ben dan Alex di bandara |
dr. Ben Bass dan Alex Martin tidak sengaja bertemu di
bandara setelah penerbangan mereka terpaksa dibatalkan. dr. Ben Bass bersikeras
bahwa ia harus segera ke Baltimore untuk melakukan operasi, sedangkan Alex Martin
harus segera ke New York untuk melaksanakan pernikahannya. Jadi, mereka berdua
sengaja mencarter pesawat kecil untuk membawa mereka dari seorang pilot bernama
Walter (diperankan Beau Bridges).
![]() |
Walter yang tiba-tiba kena serangan stroke |
Naas, saat baru saja lepas landas, Walter tiba-tiba
mengalami serangan stroke sehingga pesawat yang mereka tumpangi jatuh di puncak
gunung. dr. Ben, Alex dan anjing milik Walter selamat dari kecelakaan tersebut,
tapi Walter tidak selamat sehingga dr. Ben memutuskan untuk memakamkan Walter
di sana juga. Saat memakamkan Walter, Alex lagi pingsan tak sadarkan diri,
makanya ia memutuskan untuk memakamkan Walter seorang diri.
![]() |
Ben berusaha merawat Alex |
Ben yang merupakan seorang dokter langsung merawat
luka Alex sebisanya. Ia mendapati bahwa kaki Alex terkilir dan langsung
melakukan pertolongan pertama. Ia pun berusaha merawat luka yang dialami oleh
Alex lewat kotak P3K yang ia temukan dalam pewawat tersebut. Ben berusaha
mencari pertolongan lewat smartphone yang ia miliki tapi percuma, gak ada
sinyal sama sekali.
![]() |
Anjing milik Walter |
Jujur saja, ending film ini sudah ketebak. Pastinya,
mereka berdua bisa selamat setelah menjalani berbagai macam cobaan untuk turun
gunung dari gunung bersalju tersebut. Saya hanya khawatir dengan anjing labrador
retriever milik Walter saja. Kematian anjing atau kucing menurut saya jauh
lebih tragis dibandingkan kematian manusia. Pastinya jauh lebih banyak orang
yang sedih nonton Hachiko dibandingkan nonton Titanic bukan?
Setelah sadar, Ben berusaha menjelaskan situasi yang
mereka hadapi pada Alex. Sebagai seorang jurnalis, Alex tentu gak bego-bego
amat. Ia juga tidak histeris ataupun panik sama sekali. Mungkin karena mentalnya
sudah dibentuk dengan sangat kuat saat bekerja sebagai seorang jurnalis.
Demikian juga Ben, sebagai dokter spesialis syaraf, mentalnya pasti kuat
banget. Mereka berdua gak ada yang panik atau histeris, dan masih bisa berpikir
secara logis di tengah kondisi tersebut.
Alex berusaha mengingatkan Ben dengan aturan “3
days rules” di mana manusia bisa bertahan hidup 3 minggu tanpa makanan,
tapi manusia tidak bisa hidup 3 hari tanpa minuman. Untuk urusan makanan, ada
sejumlah makanan kaleng di pesawat yang mereka tumpangi. Untuk urusan minuman,
mereka tinggal mencairkan salju yang berlimpah di sana. Untuk urusan tempat
berlindung, mereka bisa menggunakan sisa-sisa puing pesawat sebagai tempat
bernaung sementara sambil membakar sejumlah barang-barang tidak penting untuk
menghangatkan tubuh.
Sebagai seorang anggota Mahasiswa Pencinta Alam saat
kuliah, saya sadar akan aturan tersebut. Saya sendiri pernah mengalami
pelatihan survival selama dua hari dua malam di Situ Lembang. Di sana saya belajar
bagaimana caranya membuat shelter sederhana bermodalkan kayu dan dedaunan. Saya
juga belajar bagaimana bertahan hidup dengan memakan tumbuhan maupun hewan yang
ada di hutan. Saya juga belajar bagaimana caranya memasak dengan bahan
seadanya.
Saya juga belajar, bahwa ketika terdampar di gunung,
sebisa mungkin cari tempat berlindung sambil berpikir logis bagaimana caranya survive
seperti yang diutarakan Alex. Sebisa mungkin pertahankan suhu tubuh dengan
makan, pertahankan hidrasi tubuh dengan minum yang cukup, serta sebisa mungkin
coba untuk bikin shelter dan api untuk terhindar dari cuaca ekstrem
serta hewan buas.
Tentu saja, yang saya alami adalah pelajaran untuk bertahan
hidup di hutan gunung tropis, bukan di gunung bersalju seperti yang terdapat
pada film ini. Bertahan hidup di gunung bersalju jauh lebih rumit karena
suhunya jauh lebih ekstrem, vegetasi tumbuhannya berbeda, dan hewan-hewannya
pun tidak sebanyak yang ada pada hutan gunung tropis.
Alex sempat menyuruh Ben supaya turun gunung seorang
diri bersama anjing milik Walter karena biar bagaimanapun, Alex akan menghambat
perjalanan Ben turun gunung. Hal ini diakibatkan kaki Alex yang patah. Kalau
gak patah, Alex bisa ikut Ben untuk turun gunung bersama anjing milik Walter.
Namun, Ben bersikeras untuk menunggu kaki Alex sembuh terlebih dahulu.
Sembari menunggu Alex untuk sembuh, Ben setuju akan
ide Alex untuk mendaki punggungan gunung tidak jauh dari lokasi jatuhnya
pesawat yang mereka tumpangi untuk melihat rute perjalanan yang harus mereka
hadapi sekaligus melihat tanda-tanda kehidupan manusia terdekat yang bisa ia
lihat. Ben pun nyaris jatuh dari punggungan gunung tersebut. Gak cuma itu, Ben
pun tidak melihat tanda-tanda kehidupan manusia terdekat sama sekali, jadinya
mereka harus berusaha turun gunung sampai bertemu dengan manusia.
![]() |
Kucing besar puma |
Saat Ben lagi berusaha cari jalan, Alex tiba-tiba
didatangi oleh seekor kucing besar jenis puma yang berusaha untuk memangsanya. Anjing
milik Walter berusaha melawan kucing besar tersebut namun sebagai anjing
peliharaan manusia, jelas-jelas ia kalah. Kalau anjing milik Walter jenisnya doberman
atau herder, mungkin bisa saja menang. Beruntung, Alex langsung
menembakkan pistol suar sehingga kucing besar itu pun mati.
Ben yang mendengar suara pistol suar tersebut pun
berusaha kembali ke lokasi pusing pesawat itu secepatnya. Setelah Alex
menceritakan apa yang terjadi, ia berusaha merawat luka yang dialami anjing
milik Walter. Ia pun menyembelih kucing besar tersebut dan memakan dagingnya
bersama Alex dan anjing milik Walter untuk bertahan hidup. Sebagai seorang
dokter, Ben berasumsi bahwa daging yang telah mereka makan bisa membuat mereka
bertahan hidup hingga 10 hari ke depan.
Malam itu, Alex dan Ben berdebat panjang. Ben bersikeras
untuk menunggu di lokasi pusing pesawat karena mereka bisa berlindung di dalam
pesawat dari dinginnya salju sambil menunggu penyelamatan tim SAR sembari
menunggu kaki Alex pulih. Alex bersikeras untuk turun gunung karena ia tidak
yakin akan ada tim SAR yang akan menolong mereka.
Keesokan harinya, sebelum Ben terbangun, Alex nekad
untuk turun gunung seorang diri bermodalkan sebuah tongkat dan anjing milik Walter.
Ben yang terbangun dan sadar bahwa Alex nekad turun seorang diri langsung pergi
menyusulnya. Mereka bertiga pun akhirnya melanjutkan perjalanan bersama untuk
turun gunung. Secara perlahan tentunya biar tidak terpeleset. Terlebih, kaki
Alex masih dalam masa pemulihan.
![]() |
Alex, Ben, dan anjing milik Walter di dalam goa |
Anjing milih Walter tergolong hewan yang sangat cerdas
karena ia kerap kali berinisiatif untuk jalan lebih jauh ke depan untuk melihat
keadaan. Ia pun berhasil menemukan sebuah goa untuk tempat mereka beristirahat.
Akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat di sana. Selama berada di dalam
goa, mereka bertiga tidur berdempetan biar semakin hangat. Dinginnya gunung
salju saya jamin jauh lebih dingin dibandingkan gunung-gunung Indonesia seperti
Gunung Semeru sekalipun.
Sebagai seorang jurnalis yang punya spesialiasi dalam
bidang fotografi, Alex tentunya memiliki kamera SLR dengan lensa cukup panjang
yang bisa ia pergunakan sebagai teropong. Tidak jauh dari goa tersebut, Alex
melihat bahwa tidak jauh dari goa tersebut terdapat sebuah kabin. Mungkin saja
kabin tersebut dihuni oleh manusia sehingga mereka bisa selamat.
Mereka bertiga pun berusaha menuruni gunung supaya bisa sampai ke kabin tersebut. Tidak jauh dari lokasi kabin, Alex malah jatuh ke dalam danau yang membeku. Sudah bisa ditebak bukan? Pastinya Ben menolong Alex yang jatuh ke dalam danau tersebut layaknya film-film Hollywood lainnya yang Idris Elba perankan selama ini.
Beruntung, Alex berhasil diselamatkan oleh Ben dan ia pun membawa Alex ke dalam kabin tersebut. Namun Alex tetap tidak sadarkan diri karena ia mengalami dehidrasi yang cukup parah. Sebagai seorang dokter, Ben tahu hal tersebut. Beruntung, Ben menemukan sebuah suntikan pada kabin tersebut dan berusaha menginfus Alex yang mengalami dehidrasi akut. Tentunya, setelah merendam suntikan tersebut pada air yang mendidih supaya steril.
Beberapa hari kemudian, Alex pun sadar dan pulih
dengan cepat. Kabin tersebut pun memiliki beberapa makanan kaleng yang mereka
konsumsi. Dari situ, Ben mulai bercerita bahwa ia memiliki seorang istri yang
fotonya masih ia simpan di dompetnya. Sambil memperlihatkan foto istrinya, Ben
bercerita bahwa istrinya sudah meninggal dua tahun yang lalu akibat tumor otak.
Ben merasa bahwa ini merupakan sebuah ironi karena ia dokter spesialis syaraf
yang sering membedah otak, tapi tidak bisa menyelamatkan istrinya sendiri.
![]() |
Ben dan Alex dalam kabin |
Mengetahui bahwa istrinya sudah meninggal dunia, dan
Alex yang belum menikah, mereka seolah-olah dapat sinyal bahwa sah-sah saja
bagi mereka untuk saling jatuh cinta. Alex yang mulai duluan pada Ben dengan
mengecupnya dan mereka pun tidur bersama. Selain untuk menghangat tubuh, tentu
saja untuk meredakan stress setelah berminggu-minggu berusaha bertahan hidup
dalam keadaan yang seadanya.
Secara teknis, apa yang mereka lakukan cukup legal dan
bisa dibenarkan karena Ben merupakan seorang duda dan Alex statusnya masih belum
menikah karena pesawat yang mereka tumpangi malah jatuh. Yah, meskipun Alex statusnya
masih merupakan tunangan dari seorang pria yang mungkin saja masih mencarinya.
Tapi hubungan yang mereka lakukan kan atas dasar suka sama suka, bukan
pemaksaan. Lagian lagi darurat di tengah gunung terpencil juga.
Untuk ukuran seorang dokter spesialis, Ben ini punya masa
otot yang sangat besar layaknya seorang atlet profesional. Tidak seperti kebanyakan
dokter spesialis yang saya temui selama ini yang cenderung mengalami obesitas. Tentu,
hal ini membantu banget dalam keadaan survival yang mereka alami di
gunung karena stamina dan tenaganya pasti sangatlah diperlukan. Kalau gak punya
tubuh yang masa ototnya banyak kayak gitu nampaknya mereka tidak akan selamat.
Tapi ya namanya juga adaptasi novel, sepertinya dalam novelnya tubuh Ben tidak
seatletis itu. Saya juga tidak tahu karena belum pernah baca novelnya.
![]() |
Alex yang memotret Ben ketika tidur |
Sebagai seorang fotografer, Alex tidak mau kehilangan
momen tersebut. Ia memfoto Ben yang lagi tidur dengan kameranya sebagai
kenang-kenangan. Siapa tahu mereka tidak bisa selamat sama sekali karena mereka
sudah sangat kelelahan setelah berminggu-minggu cuma makan seadanya di tengah
gunung. Alex bersikeras supaya Ben turun gunung seorang diri biar kemungkinan survivalnya
lebih tinggi. Alex bisa menunggu di dalam kabin sampai Ben berhasil turun
gunung dan mencari bala bantuan. Dramatis banget pokoknya!
Pada mulanya, Ben setuju untuk meninggalkan Alex
seorang diri pada kabin tersebut. Tapi setelah berjalan beberapa puluh meter,
Ben yang sudah punya rasa pada Alex tidak tega untuk meninggalkan Alex di sana
seorang diri. Ia pun kembali ke sana dan memutuskan untuk sama-sama turun
gunung. Persis seperti yang dilakukan Kate Winslet saat disuruh tinggal di
dalam sekoci oleh Leonardo DiCaprio dalam film Titanic.
Ben dan Alex pun terus turun gunung ditemani anjing
milik Walter. Ketika sudah sampai dalam permukiman warga, kaki Ben malah terjebak
perangkap beruang sehingga ia tidak bisa jalan sama sekali. Padahal sudah dekat
dengan permukiman warga. Ben pun meminta Alex untuk terus berjalan ke permukiman
warga tersebut dan meninggalkan Ben di sana karena mereka sudah dekat, dan
tentu saja, Alex pun berhasil bertemu dengan warga lokal sehingga mereka
bertiga selamat sentosa.
![]() |
Ben yang bertemu dengan Mark, tunangan Alex |
Tidak lama, Ben terbangun di sebuah rumah sakit.
Setelah sadar dengan apa yang terjadi ia langsung pergi ke kamar Alex tidak
jauh dari kamarnya dan mendapati bahwa Alex lagi diurus oleh tunangannya, Mark.
Melihat Alex bersama Mark (diperankan Dermot Mulroney), Ben langsung patah hati
meskipun Mark langsung menyambutnya dengan hangat karena sudah menyelamatkan
tunangannya dari kecelakaan pesawat tersebut.
![]() |
Ben yang mengadopsi anjing milik Walter |
Ben dan Alex melanjutkan hidupnya masing-masing
setelah keluar dari rumah sakit. Ben pun mengadopsi anjing milik Walter
tersebut dan kembali ke tempat tinggalnya di London. Seelah keluar dari rumah
sakit, Alex berkali-kali menelpon Ben tapi Ben tidak juga mengangkat telepon
darinya. Ben masih merasa patah hati setelah melihat Alex diurus oleh
tunangannya. Biar bagaimanapun, sebelum bertemu Ben, Alex kan sudah resmi
bertunangan dengan Mark. Bahkan sudah pasti menikah jika mereka tidak mengalami
kecelakaan tersebut.
Baik Alex maupun Ben sama-sama megalami PTSD (post-traumatic
stress disorder) setelah kecelakaan pesawat yang membuat mereka harus
bertahan hidup selama berminggu-minggu. Jangankan Alex dan Ben, saya saja yang
pernah naik gunung selama 12 hari kerap kali mengalami mimpi buruk saat sudah
di rumah akibat rangkaian kejadian tidak mengenakan yang saya alami ketika naik
gunung seperti kehujanan, hampir tenggelam di danau, sempat tersesat serta
pernah mengalami kehabisan bahan makanan.
Ben beruntung ia ditemani oleh anjing milik Walter yang saat ini ia adopsi. Alex juga beruntung karena Mark bisa menerima Alex apa adanya setelah ia mengalami PTSD tersebut. Mark sadar bahwa Alex punya PTSD setelah ia kerap kali bengong ketika diajak berbicara. Alex gak cuma mengalami PTSD saja, tapi ia juga galau memikirkan Ben. Demikian juga Ben, ia juga gak cuma sering mimpi buruk sampai tidak bisa tidur, tapi ia juga galau memikirkan Alex.
![]() |
Foto yang dikirim Alex pada Ben |
Setelah punya keadaan fisik dan mental yang lebih
baik, Alex mencuci semua foto yang ia ambil di gunung tersebut dan mengirimkan
semua fotonya pada Ben dilengkapi secuil surat yang berkata bahwa hanya ia yang
bisa memahami perasaannya setelah rangkaian kejadian yang ia alami selama di
gunung tersebut. Setelah melihat foto-foto tersebut, Ben langsung menelepon
Alex untuk mengajaknya bertemu pada sebuah restoran di New York City.
![]() |
Alex yang lagi cuci foto |
Yang bikin saya tidak fokus, film ini kan dibuat dan dirilis
pada tahun 2017. Dari awal film juga ditunjukkan bahwa mereka berdua punya
smartphone canggih seperti iPhone. Kok Alex masih mencuci fotonya? Kok masih
pakai kamera analog? Gak pakai kamera DSLR atau kamera mirrorless?
Mungkin memang akan lebih dramatis aja mencuci foto di ruang gelap dibandingkan
mengirim foto dari kamera DSLR atau kamera mirrorless. Mungkin lho ya.
![]() |
Pertemuan Alex dan Ben di New York City |
Pada pertemuannya dengan Alex di New York City, Alex
bercerita bahwa ia menjadi seorang pengajar paruh waktu karena ia jadi trauma
naik pesawat, jadinya gak cocok untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai seorang jurnalis
foto. Ben pun bercerita bahwa saat ini ia menjadi seorang dokter konsulen pada
sebuah klinik pasca trauma di London karena tangannya mengalami kecacatan
setelah kelamaan membeku, seperti yang dialami dr. Stephen Strange pada film
Doctor Strange dalam Marvel Cinematic Universe.
Alex mempertanyakan alasan Ben yang susah ditelpon dan
ia pun berkata bahwa ia takut bahwa Alex sudah menikah dengan Mark. Selain itu,
Ben masih belum move on dari kematian istrinya dua tahun yang lalu
meskipun saat ini ia sudah punya perasaan pada Alex. Alex pun berkata bahwa ia
tidak melanjutkan pernikahannya dengan Mark karena ia penginnya bersama Ben.
Tentu saja, adegan tersebut dibuat dramatis di luar restoran sambil berbalik badan sambil berkata bahwa “jantung hanyalah otot” karena saat terdampar di gunung tersebut, Ben pernah berkata bahwa ia jadi dokter spesialis syaraf yang kerjaaannya membedah otak karena otak merupakan organ tempat memori, perasaan, dan emosi manusia bekerja. Jantung menurutnya tidak menarik sama sekali karena jantung cuma otot doang yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh manusia, dan akhirnya happy ending.
![]() |
Adegan penutup |
Adegan ditutup dengan dramatis banget ala-ala film cinta yang sering kita temukan pada film cinta-cintaan lainnya.
KESIMPULAN
The Mountain Between Us memang film drama
cinta-cintaan biasa yang biasa kita temukan pada film-film Hollywood, film-film
Korea, maupun film-film Indonesia yang kita tonton. Bedanya, ini dikemas dengan
sangat apik dalam sebuah kisah spektakuler di tengah gunung bersalju yang berlanjut
pada kejadian setelahnya.
Yang bikin film ini ramai tentu saja teknis
bertahan hidup di gunung bersalju yang bisa jadi bekal untuk kita semua jika
sewaktu-waktu kita terdampar di gunung yang bersalju. Tentu film ini tidak seekstrim
The Revenant (2015) yang survival di gunung bersaljunya sangat ekstrim dan
spektakuler karena fokus film ini kan cinta-cintaannya. Memang, saat lagi susah
seperti yang mereka alami di gunung bersalju, manusia bisa tahu siapa, atau apa
yang jadi prioritasnya selama ini. Saya pun pernah mengalaminya ketika lagi
naik gunung.
Ah iya, sebagai penutup, jangan tonton film ini saat kamu naik pesawat atau beberapa hari sebelum kamu naik pesawat karena saya pikir, film ini bisa bikin kamu parno banget untuk naik pesawat.
0 Comments