IMDb: 7,0/10 | Rating
Saya: 7,0/10
Rated: PG-13 | Genre: Crime, Fantasy,
Thriller
Sutradara Joko Anwar
Produser Dhamoo Punjabi, Manoj Punjabi
Penulis Joko Anwar
Pemeran Fachri Albar, Ario Bayu, Shanty
Penata musik Zeke Khaseli, Aghi Narottama
Sinematografer Ipung Rachmat Syaiful
Penyunting Wawan I. Wibowo
Perusahaan produksi MD Pictures
Tanggal rilis 19 April 2007
Running time 102 minutes | Country Indonesia
Language Indonesia
Setelah
nonton Pengabdi Setan 2: Communion (2022), gak pakai lama saya langsung nonton
film ini. Pasalnya, film ini disinyalir sebagai film yang masih satu universe
atau satu semesta dengan dua film Pengabdi Setan karya Joko Anwar. Bahkan,
seluruh film Joko Anwar diyakini sebagai film yang masih berada dalam satu
semesta atau satu universe yang sama. Saya sengaja nonton film ini biar bisa
menguak misteri pada film-film Joko Anwar seperti Pengabdi
Setan (2017), Pengabdi
Setan 2: Communion (2022) serta Modus
Anomali (2012) yang membuat saya penasaran. Simak ulasan
saya berikut ini.
STORYLINE
Kala
adalah film keluaran tahun 2007 buatan Indonesia yang bercerita tentang dua
polisi bernama Eros (diperankan Ario Bayu) dan Hendro (diperankan August
Melasz) yang tengah menyelidiki sebuah kasus vigilante yang telah menewaskan
lima orang. Kelima orang tersebut meninggal dunia setelah dibakar hidup-hidup
oleh masyarakat sekitar, hanya karena seseorang meneriaki mereka sebagai
seorang maling.
Kesan
pertama saya, film ini mengingatkan saya akan film Batman yang suasananya
kelam! Film ini juga mengingatkan saya dengan Spider-Man Noir juga. Suasananya
kelam, bikin frustasi saat menontonnya, serta jalan cerita berat yang sulit
untuk dimengerti orang awam seperti saya.
Janus dan Sari di sidang perceraiannya
Setelahnya,
film difokuskan pada kehidupan seorang jurnalis yang di tengah ambang
perceraian bernama Janus (diperankan Fachri Albar). Pernikahan Janus terancam
bubar bukan karena faktor ekonomi maupun faktor orang ketiga, namun karena
Janus memiliki kondisi medis bernama narkolepsi yang menyebabkan dirinya
tertidur begitu saja ketika ia kecapekan merasa terlalu cemas maupun merasa
ketakutan. Akibat hal tersebut, Janus tidak bisa memberikan nafkah batin pada
istrinya. Hal ini bisa penonton ketahui dari kesaksian istri Janus, Sari
(diperankan Shanty) saat bersaksi di Pengadilan Agama setempat.
Gak
cuma pernikahannya saja yang terancam bubar, karir Janus sebagai jurnalis pun
terancam berakhir karena media tempatnya bekerja sudah capek dengan kondisi
kesehatan medis Janus yang membuat pekerjaannya selalu terhambat. Pasalnya,
setiap kali ada berita yang harus ia liput, selalu keduluan dengan jurnalis
lainnya yang punya kondisi kesehatan prima tanpa komorbid macam Janus.
Secara
performa, Janus bukanlah jurnalis kaleng-kaleng. Ia tetap gigih mewawancarai sumber
berita. Hanya saja, kondisi medis yang ia miliki yang menghambat karirnya.
Makanya, film ini betul-betul bikin frustasi.
Di
film ini, Janus tengah menginvesitgasi kasus main hakim sendiri yang
menyebabkan lima orang tak berdosa tewas dibakar hidup-hidup di awal film.
Janus berusaha mewawancarai Ratih, yang merupakan istri dari salah satu korban
yang tewas terbakar dibakar hidup-hidup. Ia bahkan sampai menaruh tape recorder
yang ia miliki di dalam sebuah pot tanaman supaya Ratuh mau diwawancara. Tapi karena
Ratih masih trauma, ia tak bisa diwawancari sama sekali oleh Janus. Lalu, saat
Janus keluar dari rumah sakit untuk membeli rokok, ia melihat Ratih bunuh diri
oleh bus dan mobil, dan narkolepsi Janusp un kambuh.
Amosfer film Kala yang kelam banget
Selain
latar belakang cerita yang bikin frustasi, seting tempat film ini pun membuat
saya frustasi ketika menontonnya. Pasalnya, Joko Anwar menggunakan
bangunan-bangunan lama Indonesia yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda
sebagai lokasi syutingnya. Setingnya mirip dengan suasana Great Depresion
Amerika Serikat tahun 1930an, seperti yang sering kita temui pada film-film
Mafia Italia buatan Hollywood.
Joko Anwar membuat sebuah negara fiktif yang tidak disebutkan lokasinya dimana ataupun tahun berapa film ini berlangsung. Teknologi yang digunakan film ini unik, orang-orangnya masih menggunakan pesawat telepon dan kendaraan bermotor yang berasal lebih dari 50 tahun yang lalu, tapi sudah ada tape recorder dan personal computer yang saya rasa cukup modern, yang biasa saya temui di tahun 90an.
Janus
cukup beruntung punya teman yang bisa mendengarkan segala keluh kesahnya dalam
hidup bernama Soebandi (diperankan Tipi Jabrik). Soebandi turut memberikan
sejumlah uang pada Janus karena ia akan pindah ke Tenggara. Tidak lupa, mereka
berdua ikut mendengarkan rekaman yang tidak sengaja Janus rekam saat proses
wawancara berbunyi “Wonten Bukit Bendonowongso, wonten ngajeng Candi Pitu
Anak Tangga (Ada di Bukit Bendonowongso, adanya di depan Candi Tujuh Anak
Tangga)”.
Sosok misterius yang mengikuti Soebandi
Janus
dan Soebandi pun pulang ke rumahnya masing-masing. Anehnya, Soebandi diikuti
oleh sesosok makhluk misterius. Entah itu jin, setan, iblis atau manusia, saya
sendiri tidak tahu, tapi wujudnya cukup menyeramkan juga, ditambah atmosfer
film noir yang berada di gedung-gedung peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda,
menambah kesan mencekam dari makhluk tersebut. Soebandi pun akhirnya ditemukan tewas
terpenggal tidak lama dari kejadian tersebut.
Keesokan
harinya, kepolisian memanggil Janus karena ia merupakan salah satu orang yang
bertemu dengan Soebandi sebelum ia meninggal dunia. Janus pun diintrogasi oleh
Eros. Saat Eros keluar dari ruangan introgasi, tiba-tiba saja salah satu
petinggi kepolisian bernama Bambang (diperankan Frans Tumbuan) menyiksa Eros
biar ia mau membuka mulutnya akan rekaman yang ia dengar bersama Soebandi beberapa
saat sebelum ia meninggal dunia. Namun, Eros bersikeras untuk tutup mulut.
Sepulang
dari introgasi yang melelahkan tersebut, Janus mendatangi kediaman Ratih untuk
mengucapkan belasungkawa pada keluarganya. Alih-alih bertemu dengan
keluarganya, ia mendapati bahwa rumah tersebut kosong. Salah satu warga
setempat bercerita pada Janus bahwa Ratih, suaminya, dan ayahnya yang bernama
Roggoweni (diperankan Sujiwo Tejo) meninggal secara misterius dalam waktu satu
minggu terakhir. Ia pun (warga setempat) menceritakan bahwa rumah tersebut
kerap kali didatangi oleh pejabat tinggi negara. Bingung kan jadinya?
Kedatangan
Janus tidak sia-sia karena ia berhasil bertemu dengan Ranti (diperankan
Fahrani), anak perempuan Ronggoweni yang paling muda. Janus mendatangi Ranti
sepulang ia kerja dari klub malam, namun Ranti memperingatkan Janus agar tidak
memberitahukan isi rekaman pembicaraan yang ia dengar pada siapapun. Jika Janus
nekad memberitahukan isi rekaman tersebut pada orang lain, salah satu dari
kedua orang tersebut harus mati. Tiba-tiba saja, Ranti diculik oleh sekelompok
orang dan narkolepsi yang diderita Janus tiba-tiba saja kambuh.
Begitu
bangun, Janus sudah dalam keadaan terikat dan berhadapan dengan salah satu
menteri bernama Haryo Wibowo (diperankan Arswendi Nasution) yang menyiksa Janus
supaya Janus mau memberikan isi rekaman yang ia diskusikan dengan Ranti. Janus sempat
dipukuli, disiram minyak tanah, hingga dilempari puntung rokok sebelum
narkolepsinya kembali kambuh.
Fokus
film ini pun beralih pada Eros yang masih menyelidiki kasus main hakim sendiri
yang penonton lihat di awal film. Adegan-adengan khas film noir pun disajikan
disini, dimana si tokoh utama berbicara tentang kemerosotan moral dan lesunya
ekonomi yang terjadi akibat ulah para pemimpin yang tamak dan tidak adil. Eros
sedikit menyalahkan kondisi sosial ekonomi dan politik negara tersebut sehingga
orang-orang main hakim sendiri karena sudah tidak ada lagi keadilan di negara
tersebut. Negara tersebut sudah persis seperti Gotham City.
Hal
yang ramai baru saja terjadi di film ini karena Eros dan Hendro menyinggung
tentang Ramalan Ratu Adil yang kelak akan membawa negara tersebut pada
kemakmuran. Dalam semesta film ini pun, diceritakan bahwa Roggoweni adalah
ajudan Presiden Pertama yang menyimpan harta karun yang luar biasa banyak, yang
dicari ribuan orang selama puluhan tahun. Ada begitu banyak nyawa melayang
karena menginginkan harta karun legenda yang keberadaannya belum pasti ada.
Sukarno yang erat kaitannya dengan film ini (Foto: Kompasiana)
Di
film ini, keberadaan Presiden Pertama tidak dijelaskan namanya siapa, tapi saya
yakin Joko Anwar berusaha menyensor nama besar Ir. Sukarno karena sejak saya
kecil, ada desas-desus beredar yang menyebut bahwa Ir. Sukarno menyimpan
sejumlah harta karun dalam bentuk emas dan benda pusaka lainnya yang kalau
dijual, bisa melunasi hutang negara dan membuat negara ini makmur.
Ada
satu hal yang menarik yang harus saya garis bawahi. Mereka berbicara yang
kurang lebih seperti ini, “Sejarah negara ini aneh. Negara lain sejarahnya
penuh dengan sains, tapi negara ini penuh dengan hal mistis”
Fokus
film ini pun kembali ke Janus yang terbangun di sebuah ruangan kosong. Rupanya Menteri
Haryo dan anak buahnya meninggalkan Janus begitu saja di ruangan tempat ia
disekap. Janus pun memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Alangkah kagetnya Janus
ketika tiba di rumahnya. Ia bertemu dengan Sari, istrinya yang telah menggugat
cerai dirinya di awal film. Sari bahwan sampai meminta maaf pada Janus dan
berjanji untuk berubah supaya rumah tangga mereka bisa selamat. Mereka pun
akhirnya bisa kembali bercinta setelah sekian lama akibat narkolepsi yang
diderita oleh Janus.
Ternyata
Sari cuma modus ke Janus. Sari berusaha mendapatkan isi rekaman yang Janus
dapatkan karena ia ditawari sejumlah uang oleh Menteri Haryo. Namun Menteri Haryo
adalah cerminan politikus yang tamak dan rakus karena ia malah membunuh Sari
setelah mengetahui isi rekaman yang ia dapatkan dari Janus. Tapi kemudian
Menteri Haryo bertemu dengan sosok misterius yang ditemui Soebandi sebelum ia
meninggal dunia dan Menteri Haryo pun menyusul Soebandi ke alam kubur.
Setelah
mengetahui berita meninggalnya Menteri Haryo dan Sari dari televisi, sekelompok
orang datang menculik Janus supaya Janus bisa menunjukkan lokasi harta Presiden
Pertama. Orang tersebut ternyata adalah suruhan Bambang dan salah satu petinggi
negara dengan jabatan menteri. Persis seperti Gotham City! Semuanya busuk!
Film
ini pun kembali fokus pada Eros dan Hendro. Di sebuah perpustakaan tua, mereka
mendapati bahwa harta karun Presiden Pertama adalah pemberian raja-raja
Nusantara sebagai modal awal untuk mendirikan sebuah negara kesatuan. Pesiden Pertama
menyembunyikan harta karun tersebut apda sembilan orang kepercayaannya di
sebuah tempat rahasia. Mereka juga mendapati bahwa sosok misterius yang muncul
sebelum Soebandi dan Menteri Haryo meninggal dunia adalah makhluk bernama
Pindoro (diperankan Jose Rizal Manua). Sebagai makhluk halus, Pindoro tidak
bisa membunuh manusia karena mereka beda alam, sehingga mereka menyimpulkan
bahwa yang membunuh Soebandi dan Menteri Haryo bukanlah Pindoro, tapi manusia
lainnya yang entah siapa?
Hendro
pun menyebut Ramalan Jayabaya yang isiny berbunyi: "Saat negara baru
(republik) berusia setengah abad, perebutan harta karun akan semakin hebat.
Satu (manusia) akan menjadi pemegang rahasia tersebut yang bisa dipercaya, dia
akan dikenal sebagai Sang Penidur", dan dari situ Hendro dan Eros
menyimpulkan bahwa Sang Penidur tidak lain dan tidak bukan adalah Janus yang
mengidap narkolepsi.
Dugaan
Eros dan Hendro benar. Selama ini, yang membunuh Soebandi dan Menteri Haryo
bukanlah Pindoro tapi Ranti. Karena dalam ramalan yang mereka baca, Ranti
mereka simpulkan sebagai pelindung dari Sang Penidur melanjutkan tugas dari
Ronggoweni yang sudah meninggal dunia akibat bunuh diri.
Di
lokasi harta Presiden Pertama, Rani datang dan membunuh semua orang yang ada
disana kecuali Eros dan Janus. Ternyata, Rani tidak membunuh Eros karena ia
adalah Ratu Adil yang ada pada Ramalan Jayabaya tersebut, sedangkan Janus
adalah Sang Penidur. Sedangkan Ranti adalah pelindung mereka.
Film
ini pun berakhir dengan dialog Hendro yang menarasikan epilog kisahnya, "Pada
saatnya, sang penidur akan menyampaikan rahasia harta kepada sang ratu adil.
Pemimpin yang akan membawa bangsa ke pintu kemakmuran. Di sebelah bukit
ketiganya akan bertemu. Tapi pertemuannya (ketiganya) adalah sebuah perjuangan
yang berat. Karena sejak saat itu kejahatan juga akan bersatu untuk membuat
mereka gagal. Perang, penyakit, bencana akan datang silih berganti menguji
perjuangan mereka."
KESIMPULAN
Film
ini sukses memenangkan dua Piala Citra untuk kategori Sinematografi Terbaik dan
Tata Artistik Terbaik, ditambah Penghargaan Khusus Dewan Juri untuk "Film
Berbahasa Indonesia Terbaik” pada tahun perilisannya.
Selain
memuat unsur noir yang tidak nyaman ditonton oleh saya, film ini pun memuat
Ramalan Jayabaya yang sudah melegenda selama berabad-abad. Ramalan Jayabaya ini
dipercaya oleh sebagian rakyat Indonesia, teruma oleh saudara kita berdarah
Jawa. Ramalan Jayabaya inilah yang menginspirasi Joko Anwar untuk membuat film
Kala.
Premis
film ini pun memang rumit untuk diikuti, terutama oleh saya yang bukan
merupakan orang Jawa yang tidak mempercayai keberadaan Ramalan Jayabaya. Saya
sama seperti Eros di awal film yang skeptis dengan Ramalan Jayabaya, Ratu Adil,
Satria Piningit dan segala serba-serbinya karena terlalu asing untuk saya yang
lahir di tahun 90an dengan segala teknologi canggih yang tumbuh bersama saya.
Cerita
film ini pun sangat baru untuk dunia perfilman Indonesia karena sangat jarang ada
film noir seperti ini, yang pastinya bukan film mainstream yang dinantikan oleh
penikmat film Indonesia. Selain itu, eksekusi Joko Anwar di film ini saya nilai
masih sangat jelek, terutama visual effectnya yang jauh banget dari visual
effect Hollywood. Bahkan visual effect film ini levelnya sedikit di atas visual
effect film-film televisi kolosal buatan Indosiar.
Meskipun
begitu, untuk ukuran film Indonesia, film ini betul-betul sangatlah baru dan
luar biasa. Saya gak bisa membayangkan bagaimana isi kepala Joko Anwar yang
kepikiran untuk membuat film ini. Meskipun, sekali lagi, eksekusinya kurang
bagus, terutama endingnya dan visual effectnya yang jelek banget. Kalau
eksekusinya bisa lebih bagus dan visual effectnya lebih rapi, saya yakin film
ini bisa lebih dinikmati oleh banyak orang.
Bagi
yang penasaran, bisa cek video di atas ya! Video tersebut menjelaskan teori
yang menjelaskan hubungan film ini dengan film Joko Anwar lainnya seperti Pintu
Terlarang (2009), Pengabdi
Setan (2017), Pengabdi
Setan 2: Communion (2022) serta Modus
Anomali (2012).
0 Comments