Setelah
lima tahun, Pengabdi
Setan (2017) akhirnya punya sekuelnya, yakni Pengabdi
Setan 2:Communion.
Setelah
nonton film tersebut, netizen terbagi dua. Ada yang memuji sekuelnya, ada yang
bilang sekuelnya biasa saja. Dari puluhan tahun lalu, yang namanya film horror
ya gitu-gitu aja. Pasti nampilin setan yang bentuknya menyeramkan dibarengi
visual effect dan musik scoring yang bikin jumpscare. Tapi saya gak akan bahas
hal itu.
Ada
satu hal yang sangat menarik perhatian saya dari film ini. Bukan sosok Ibu.
Bukan sosok Bapak. Bukan juga sekte pengabdi setannya. Bukan juga akting Ratu
Felisha sebagai Tari yang ciamik banget. Tapi lagu scene Rayuan Pulau Kelapa
yang kerap diperlihatkan Joko Anwar lewat film ini.
Bagi
yang belum tahu, lagu berjudul Rayuan Kelapa ini selalu digunakan RRI dan TVRI
sebagai lagu penanda berakhirnya siaran mereka di malam hari. Seketika, lagu
tersebut bikin saya anemoia,
yakni merasa nostalgia pada sebuah peristiwa yang nggak pernah saya alami sama
sekali. Seolah-olah saya pernah hidup di Indonesia pada era 80an dengan segala
serba-serbinya, padahal saya sendiri lahir pada tahun 1992.
Entah
kenapa, saya merasa sangat sedih ketika saya mendengarkan lagu tersebut. Saya
langsung teringat masa kecil saya dimana saat itu suasananya betul-betul
membuat saya damai. Saat-saat dimana ujian terberat dalam hidup adalah PR
matematika. Saat-saat dimana saya bisa bermain sesuka hati tanpa harus mikirin
berbagai macam tagihan dan pajak yang bikin saya pusing tujuh keliling.
Di
saat yang bersamaan, saya langsung teringat sosok Ayah saya yang sudah meninggal
dunia dua tahun yang lalu. Saya juga teringat dengan sosok paman, bibi, sepupu,
dan teman-teman saya yang sudah mendahului saya ke alam kubur. Mudah-mudahan
mereka semua diampuni segala dosanya oleh Yang Maha Kuasa.
Saya
pikir, lagu Rayuan Pulau Kelapa adalah elemen paling super yang ditampilkan
oleh Joko Anwar lewat filmnya, melebihi elemen horrornya itu sendiri. Melebihi
seramnya sosok Ibu, maupun berbagai misteri yang masih belum ada titik
terangnya sama sekali dari film ini yang sangat menarik untuk dibahas.
Bagi
orang yang lahir dan tumbuh di masa Orde Baru seperti saya, lagu Rayuan Pulau
Kelapa ini bikin saya resah sekaligus sedih. Pada masanya, lagu ini seolah-olah
mengantarkan jutaan rakyat Indonesia ke alam mimpi. Pasalnya, lagu ini
dipergunakan RRI dan TVRI sebagai penanda berakhirnya siaran. Di masa Orde
Baru, ketika lagu ini diputar, artinya waktu sudah larut malam banget.
Kenapa?
Ya jalanan sudah sepi, gak kayak sekarang, jam 12 malam aja masih ramai.
Jalanan juga udah gelap banget karena lampu PJU gak sebagus dan sebanyak saat
ini. Saat itu, jam 10 malam aja udah banyak yang tidur pulas soalnya TV udah
gak bisa ditonton karena sudah tidak bersiaran lagi. Saat itu juga belum ada
laptop, video game, dan juga internet yang bisa bikin kita bela-belain untuk
begadang semalaman sampai kurang tidur.
Saat
lagu Rayuan Pulau Kelapa ini saya dengar di bioskop, saya langsung berpikir, “Saya
rela mengorbankan segala hal yang saya miliki saat ini agar bisa kembali ke
masa itu. Rasa-rasanya hidup saya jauh lebih bahagia di masa lalu meskipun dari
sudut pandang ekonomi, jauh lebih sengsara dibandingkan sekarang”
Pada
film ini, perhatian saya bukan pada seramnya berbagai macam setan yang masih
terus mengganggu Rini dan keluarganya. Perhatian saya juga bukan pada bagaimana
Joko Anwar mengemas film horor yang gak sekadar jualan jumpscare belaka.
Perhatian saya tertuju pada keberhasilan Joko Anwar mereka ulang atmosfer
Indonesia tahun 80an lewat kendaraan bermotor yang berlalu lalang, siaran radio
dan televisi khas Orde Baru, serta kondisi sosial, polidik dan ekonomi saat
itu.
Kalau
saya jadi juri Piala Citra, saya berani ngasih Piala Citra untuk kategori
Penata Musik Terbaik atas kiprah film ini lewat sajian lagu Rayuan Pulau Kelapa
ini! Pasalnya, lagu Rayuan Pulau Kelapa ini jauh lebih punya dampak bagi saya
dibanding sosok tokoh-tokoh utama film ini, termasuk setan-setan di dalamnya,
dan saya yakin, jutaan orang yang sudah nonton film ini pun merasakan hal yang
sama.
Terakhir,
saya ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya untuk Alm. Ismail Marzuki yang
telah membuat lagu ini. Tanpa kehadiran Alm. Ismail Marzuki, Indonesia gak akan
punya lagu seikonik ini yang selalu diputar lewat siaran radio dan televisi
nasional miliknya yang abadi hingga akhir hayat nanti. Saya juga harus mengucapkan terimakasih pada Addie MS yang telah mengarasemen lagu tersebut jadi lebih ciamik dengan orkestranya. Saya juga harus
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk Joko Anwar yang telah berhasil
recreate scene Rayuan Pulau Kelapa tersebut dalam karyanya tersebut.
0 Comments