Pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya pada J.K. Rowling yang telah menciptakan sebuah karya luar biasa, Harry Potter. Selama lebih dari 20 tahun, saya dan jutaan anak-anak lainnya di seluruh dunia tumbuh dengan kisah luar biasa dari Harry Potter dan petualangannya dalam Dunia Sihir lewat ketujuh buku dan delapan adaptasi filmnya.

Saya dan jutaan anak-anak lainnya di seluruh dunia sangat terhibur dengan seluruh aspek yang ada dalam cerita Harry Potter, mulai dari Sekolah Sihir Hogwarts yang sangat mengagumkan, persahabatan antara Harry Potter, Ron Weasley dan Hermione Granger, hingga kelamnya kisah Tom Marvollo Riddle alias Lord Voldemort, si Pewaris Slytherin yang mirip banget kelakuannya dengan Om-Om berkumis dari Jerman.

Tapi, ada tokoh yang punya pengaruh begitu besar untuk saya, dan tokoh tersebut adalah Severus Snape. Kaget? Kayaknya sih nggak. Saya beberkan alasannya.

15 tahun yang lalu, saat membaca buku Harry Potter and the Deathly Hallows, saya heran dengan Severus Snape. Tokoh yang selama ini kita anggap jahat mau-maunya melakukan perintah Albus Dumbledore untuk menyelamatkan Harry Potter berkali-kali selama hidupnya demi cintanya pada Ibu Harry Potter, yakni Lily Potter.

Saya waktu itu mikir, “Ya udah sih. Lily udah nikah dengan James Potter. Kenapa Anda masih juga bucin pada Lily? Kenapa gak cari cewek lain dan move on aja?”

Jujur, saya heran dengan jalan hidup yang dipilih oleh Snape. Gimana nggak heran, ia rela melakukan segala hal yang diperintahkan Albus Dumbledore untuk membuktikan rasa cintanya pada Lily Potter. Ia rela menjadi double agent antara Death Eaters dan Order of Phoenix yang tentu saja mengancam keselamatannya. Salah sedikit ia bisa-bisa dibunuh atau disiksa Voldemort atau Death Eaters lainnya.

Severus Snape dan Lily Evans

Setelah saya tumbuh dewasa, saya jadi paham kenapa Snape terus membucin pada Lily. Bagi Snape, Lily bukanlah sekadar teman masa kanak-kanaknya yang pertama ia temui saat ia berusia sembilan tahun. Lily adalah cinta pertamanya. Lebih dari itu, Lily adalah satu-satunya perempuan yang pernah ia cintai.

Sebelum bertemu Snape, Lily gak pernah tahu bahwa ia merupakan seorang penyihir. Snapelah yang menceritakan segala tek tek bengek seputar dunia sihir dan Sekolah Sihir Hogwarts pada Lily sebelum mereka bersekolah disana.

Lily yang membela Snape saat dibully James

Setelah bersekolah di Hogwarts, Snape tumbuh jadi remaja yang gak punya teman sama sekali karena ia dianggap aneh oleh teman-teman seangkatannya. Ia pun kerap kali dirundung oleh James Potter dan teman-temannya. Hanya Lily satu-satunya teman bagi Snape. Hanya Lily satu-satunya orang di Hogwarts yang pernah membelanya saat ia lagi dirundung oleh James dan teman-temannya. Padahal, saat itu Lily adalah gadis paling cantik dan populer pada masanya.

Sayangnya, Snape melakukan satu blunder fatal dengan mengatai Lily Darah Lumpur setelah Lily susah payah membelanya saat ia dirundung oleh James. Snape sempat meminta maaf pada Lily tapi Lily tidak pernah memaafkannya sampai mereka lulus. Hati Snape hancur berkeping-keping sejak saat itu.

Snape berusaha melupakan Lily dengan menjadi pengikut Lord Voldemort. Bukan sekadar pengikut biasa, ia bahkan sampai dipercaya jadi salah satu pengikutnya yang paling dipercaya hingga akhirnya Snape membocorkan ramalan yang tak sengaja ia dengar. Hal tersebut membuat James dan Lily Potter terbunuh sekaligus membuat Voldemort kehilangan kekuatannya. Snape benar-benar menyesali perbuatannya karena hal tersebut membuat Lily meninggal dunia.

Ketika Harry Potter bersekolah di Hogwarts, Snape memanfaatkan rasa bencinya pada James di masa lalu dengan memanfaatkan privilegenya sebagai seorang guru dengan sengaja pilih kasih pada Harry Potter. Ia juga turut melampiaskan rasa bencinya pada Remus Lupin dan Sirius Black karena mereka berdua turut andil ketika James merundungnya ketika sekolah dulu.

Alih-alih bisa menikmati dendamnya pada James di masa lalu, ia malah menderita. Setiap harinya, ia terus kebayang-bayang dengan sosok Lily Potter yang diwariskan pada Harry, yakni mata hijaunya (dalam versi buku). Snape dilema banget. Disatu sisi, ia harus melindungi Harry atas perintah Dumbledore dan sebagai rasa cintanya pada Lily. Disisi lain, ia pingin menyiksa Harry karena punya dendam pada James dan ia juga anggota Death Eaters.

Seiring berjalannya waktu, saya jadi lebih memahami perasaan Severus Snape. Ia adalah karakter Harry Potter yang paling relevan dengan kehidupan kita, kaum yang fall in love with people we can’t have. Tokoh-tokoh lainnya dalam Harry Potter nggak relevan sama sekali buat kaum yang fall in love with people we can’t have.

Kita adalah Severus Snape, kaum yang fall in love with people we can’t have. Kaum yang punya perasaan pada lawan jenis tapi gak pernah sempat menyatakan perasaannya sama sekali karena gak pernah punya nyali. Kaum yang akhirnya menyesal karena gak pernah sempat menyatakan perasaannya sama sekali selagi dia ada. Setelah dia tiada, penyesalannya jadi berlarut-larut gak jelas.

Sebagai kaum yang fall in love with people we can’t have, saya semakin paham dengan rasa frustasi Snape selama ini. Keinginannya sederhana, yakni bisa menyatakan rasa cintanya pada Lily dan hidup bersamanya sekali lagi. Tapi hal tersebut tidak bisa ia lakukan sekalipun ia bisa memutar waktu seperti yang Hermione Granger lakukan. Keinginan kecil yang musthail diwujudkan oleh Snape. Termasuk saya, dan jutaan kaum yang fall in love with people we can’t have.

Snape yang sangat kehilangan Lily

Kalau bisa memilih, saya dan Snape juga pinginnya bisa hidup bersama dengan orang yang kita cintai. Tapi apa boleh buat, gak semua keinginan kita di dunia ini bisa terwujud sesuai keinginan kita. Ada yang ditinggal mati, ada yang ditinggal nikah sama orang lain, ada juga yang mengalami keduanya sekaligus seperti yang dialami Snape.

Terakhir, izinkan saya mengutip perkataan Sujiwo Tejo yang berbunyi, “Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa.