Sangatta, Kalimantan Timur (Foto: Dokumentasi pribadi) |
Sepanjang
saya hidup, salah satu pengalaman paling tidak terlupakan adalah ketika saya
bekerja di Sangatta. Sangatta adalah Ibukota Kabupaten Kutai Timur yang
terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Saat itu saya bekerja di salah satu
kantor konsultan lingkungan hidup sehingga saya rajin bolak-balik Jakarta –
Sangatta setiap beberapa minggu sekali.
Ada
banyak pengalaman tak terlupakan selama saya bekerja di Sangatta. Saya akhirnya
berkesempatan untuk melihat betapa luasnya Indonesia karena saya menghabiskan
sebagian besar hidup saya di Kota Bandung. Ada lima hal tak terlupakan yang
saya rasakan ketika bekerja di Kalimantan tersebut.
#1
Susahnya mobilitasi
Kota Sangatta (Foto: Dokumentasi pribadi) |
Selama bekerja di Sangatta, saya menyaksikan secara langsung kalimat “Indonesia hanya sebatas Pulau Jawa” yang selama ini saya dengar lewat televisi, media sosial, maupun ruang perkuliahan.
Untuk
menuju Sangatta, saya masih harus menggunakan pesawat kecil milik salah satu
perusahaan tambang di Sangatta dari Bandar Udara Internasional Sultan Aji
Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan selama kurang lebih satu jam karena jika
saya menggunakan jalur darat, bisa menghabiskan waktu sekitar delapan jam
perjalanan. Udah gitu jalanannya gak semulus jalanan di Pulau Jawa. Pastinya
bikin capek banget, makanya saya dan rekan kerja saya diharuskan naik pesawat
kecil biar bisa segera sampai di Sangatta.
#2
Fasilitas umum yang minim
Dari
jendela pesawat, saya menyaksikan kontrasnya kondisi perkotaan dan pedesaan di
Kalimantan dengan kondisi perkotaan dan pedesaan di Pulau Jawa. Belum semua
jalan sudah diaspal oleh pemerintah setempat karena kondisi geografis
Kalimantan yang masih berupa hutan belantara, tidak seperti di Pulau Jawa yang
hutannya sudah gundul.
Memang,
saat saya tiba di Kota Sangatta, terdapat sejumlah fasilitas mewah seperti
Alfamart dan Indomaret hingga lapangan golf untuk ekspatriat setempat. Tapi
fasilitas umumnya minim banget.
Kondisi
rumah sakit disana menurut saya kurang dari layak. Rekan kerja saya bercerita,
banyak pasien terpaksa dirujuk ke Balikpapan bahkan ke Pulau Jawa karena
fasilitas rumah sakit setempat dan nakes yang bertugas belum mampu menangani
kasus-kasus medis dalam skala besar.
Fasilitas
pendidikan gak usah ditanya. Sejumlah gedung sekolah milik pemerintah saya
lihat kondisinya sungguh memperihatinkan. Hampir gak ada kendaraan umum sama
sekali, terutama saat malam hari. Sudah gitu, jalanannya gelap banget karena kualitas
dan kuantitas lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) disana minim banget.
#3
Sulit mencari hiburan
Di
Sangatta, fasilitas hiburan minim banget. Makanya rekan kerja saya
bercerita, jarang banget lulusan teknik ITB, UI, UGM maupun lulusan kampus
lainnya di Pulau Jawa betah berlama-lama kerja disini meskipun gajinya besar.
Fasilitas hiburannya gak selengkap dan seramai di Pulau Jawa sana.
Gak
seperti kota-kota di Pulau Jawa yang minimal memiliki satu mall besar berisikan
bioskop lengkap dengan segala hiburan di dalamnya. Saat di Sangatta, saya harus
berkendara selama kurang lebih empat jam ke Samarinda kalau mau nonton bioskop.
Untungnya, tersedia WiFi di kamar yang saya tempati, jadi saya memilih untuk
main gim dan nonton YouTUbe saja di kamar daripada harus jauh-jauh ke Samarinda
untuk sekadar nonton bioskop.
#4
Banyak hewan langka
Primata yang saya temui depan kamar (Foto: Dokumentasi pribadi) |
Selama
ini, saya menyaksikan kawanan primata seperti monyet, bekantan, hingga
orangutan di kanal Animal Planet maupun National Geographic. Saat saya bekerja
di Sangatta, saya menyaksikan kawanan primata tersebut secara langsung dari
teras kamar saya. Mereka lagi asyik bergelantungan di pohon-pohon sambil
melihat saya yang asyik mengambil foto mereka untuk konten sosmed saya.
Hahahaha!
Rekan
kerja saya selalu mengingatkan saya untuk selalu mengunci rapat jendela dan
pintu kamar saya karena rumahnya pernah didatangi kawanan monyet dan
mengacak-ngacak dapurnya. Kalau sekadar ngacak-ngacak sih mending. Banyak warga
sana yang kedatangan ular. Bahkan hampir setiap tahunnya selalu ada berita
warga yang diserang buaya setempat saat sedang berada di pinggir sungai. Kalau
kamu ke Kalimantan, hati-hati dengan hewan buas disini ya karena masih banyak
hewan buas disini!
#5
Banyak kejadian di luar logika
Biasanya,
lulusan perguruan tinggi seperti ITB maupun UI selalu berpikiran logis dan
tidak percaya takhayul kan? Nah, banyak rekan kerja saya lulusa ITB dan UI
malah percaya takhayul karena mereka menyaksikan sejumlah kejadian mistis di
hadapan mereka sendiri.
Seperti
(maaf), seorang pria yang kehilangan alat vitalnya setelah buang air kecil
sembarangan dan anehnya alat vitalnya kembali seperti semula setelah melakukan
sejumlah ritual dengan menghadap ketua adat setempat. Ada juga kejadian orang yang
mendadak jadi ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) setelah menolak jamuan warga
setempat ketika berkunjung ke rumahnya.
Saat
mendengar cerita ini, mereka menasihati saya untuk mematuhi segala aturan yang
dibuat oleh warga setempat. Saya juga diminta untuk setidaknya mengkonsumsi
jamuan yang disajikan tuan rumah ketika berkunjung ke rumahnya biar saya tidak
mengalami kejadian-kejadian tersebut. Saya masih tidak percaya, tapi kejadian
tersebut nyata adanya dan saya hanya bisa mengangguk-ngangguk saja sebagai
tanda setuju.
Itulah
lima hal yang saya rasakan ketika bekerja di Kalimantan beberapa tahun yang
lalu. Tulisan ini bukan untuk ngejelek-jelekin Kalimantan ya, tapi biar bisa
dibaca pemerintah dan masyarakat Indonesia lainnya tentang tidak meratanya
pembangunan di Indonesia.
Selain
itu, bentar lagi kan bakalan dibangun Ibukota Negara yang baru di Penajam Paser
Utara, Kalimantan Timur, yang mudah-mudahan bisa mengubah Kalimantan secara
drastis dari segi pembangunan tanpa menganaktirikan warga lokal serta merusak
hutan dan mengusik hewan langka disana.
0 Comments