Kalau
disuruh menyebutkan tim olahraga fiksi yang paling populer dan memorable,
jawabannya mudah. Untuk tim sepakbola ya tentu saja Nankatsu FC, sedangkan
untuk tim bola basket ya Shohoku Basketball Team. Nankatsu FC adalah tim
sepakbola tempat Tsubasa Ozora bermain saat masih duduk di bangku SD dan SMP,
sedangkan Shohokoku Basketball Team adalah tim bola basket tempat Hanamichi
Sakuragi bermain saat duduk di bangku SMA.
Meskipun
kedua tim olahraga tersebut cuma nongol di manga dan anime, jangan pernah
sekalipun meremehkan keduanya. Captain Tsubasa telah menginspirasi banyak
pesepakbola kelas dunia untuk jadi pemain sepakbola profesional lho. Andres
Iniesta adalah salah satu dari banyak pesepakbola profesional yang terinspirasi
oleh sosok Captain Tsubasa. Bahkan Andres Iniesta sempat berfoto dengan Yoichi
Takahashi, sang kreator Captain Tsubasa, dan dihadiahi sebuah sketsa karyanya.
Baca
tulisan saya yang lain: Alasan
Mengapa PSSI Harus Belajar dari Anime Captain Tsubasa
Sama
seperti Captain Tsubasa, Slam Dunk juga turut memajukan dunia basket Jepang,
lho! Sejak 2006, Pemerintah Jepang lewat Perbasi-nya
memberikan Beasiswa pada remaja Jepang yang punya prestasi dalam bidang bola
bakset, lho! Gak tanggung-tanggung, nama
beasiswanya aja ‘Beasiswa Slam Dunk’! Bukan tanpa alasan, hal tersebut
dilakukan karena Takehito Inoe sebagai creator Slamk Dunk dianggap sangat
berjasa mempopulerkan olahraga basket Pemerintah Jepang.
Namun
menurut saya, Shohoku jauh lebih realistis jika dibandingkan dengan Nankatsu.
Berbeda dengan Captain Tsubasa yang ‘sedikit’ melawan hukum fisika, Slamk Dunk
adalah kisah olahraga yang lebih realistis dan saya pikir hampir semua remaja
di dunia pernah mengalami kisah yang serupa.
“Realistis
gimana? Ini kan jelas-jelas kisah fiksi!”
Begini,
berbeda dengan Captain Tsubasa, Slam Dunk gak menyajikan jurus-jurus akrobatis
yang tidak realistis macam ‘Tiger Shoot’ apalagi tendangan akrobatik macam
Tachibana Bersaudara. Di sini, semua gerakannya masih dalam kategori gerakan
manusia normal, bukan manusia super yang berusaha melawan hukum fisika.
Sakuragi
dan Rukawa pun digambarkan sering tertidur saat sekolah karena udah capek
latihan basket hampir setiap hari. Shohoku pun digambarkan gak selalu menang
dalam setiap pertandingan yang dilakoninya. Shohoku sempat kalah dalam pertandingan
uji coba melawan SMA Ryonan. Shohoku juga hampir gak berlaga di kejurnas basket
karena sempat kalah dengan SMA Kainan. Bahkan setelah sukses mengalahkan SMA
Sannoh di kejurnas basket, Shohoku kalah habis-habisan di pertandingan
berikutnya melawan SMA Aiwa Gakuin karena kelelahan setelah melawan SMA Sannoh.
Takehito
Inoe seolah-olah berkata pada penggemarnya, “Biar bagaimanapun juga mereka
(Shohoku) hanyalah anak SMA biasa, bukan manusia super”
Captain
Tsubasa saya anggap jalan ceritanya bermimpi terlalu jauh. Pasalnya, perjalanan
Tsubasa Ozora dan teman-temannya terlalu lancar tanpa kendala non teknis di
luar lapangan seperti yang terdapat pada Slamk Dunk. Selain itu, lebih dari
setengah anggota tim nasional Jepang berasal dari Nankatsu FC. Kayak kurang
realistis aja gitu jadinya.
Berbeda
dengan Slamk Dunk. Slam Dunk menampilkan sisi humanis yang sering kita temui
dalam kehidupan sehari-hari kita. Contohnya, adegan Hanamichi, Rukawa dan
Miyagi yang sempat dilarang bertanding karena nilai akademisnya terlalu jelek
sampai-sampai Akagi menyuruh mereka untuk belajar di rumahnya. Ada juga adegan
perkelahian khas remaja di SMA Shohoku, seperti perkelahian antara Miyagi dan
Mitsui. Selain itu, hanya Rukawa saja dari Shohoku yang berhasil masuk jadi pemain
timnas Jepang, gak kayak Nankatsu, lebih dari setengahnya masuk jadi pemain
timnas Jepang.
Selain
itu, kisah cinta yang terdapat pada Slam Dunk pun saya anggap lebih relistis
dibandingkan kisah cinta yang terdapat pada Captain Tsubasa. Di Captain
Tsubasa, kisah cinta Tsubasa Ozora, Kojiro Hyuga dan Jun Misugi lancar-lancar
aja dari masa sekolah sampai menikah. Berbeda dengan Slam Dunk, sebelum bertemu
Haruko, Hanamichi sampai 50 kali ditolak cintanya oleh 50 gadis yang berbeda
saat duduk di bangku SMP. Miyagi juga sama, cintanya ditolak oleh 10 gadis yang
berbeda saat duduk di bangku SMA.
Takehito
Inoe seolah-olah berkata pada penggemarnya, “Mau seatletis apapun tubuh
kalian, mau sejago apapun kalian bermain basket, kalau cara deketin cewek kayak
Sakuragi dan Miyagi, ya pasti ditolak juga!”
Itulah
sejumlah alasan kenapa saya bilang Shohoku jauh lebih realitis dibandingkan
Nankatsu karena lebih relate bagi saya dan jutaan orang lainnya di dunia ini.
Cerita Captain Tsubasa ini terlalu utopis. It’s just too good to be true.
Sedangkan cerita Slamk Dunk lebih relate dengan keseharian kita semua sebagai
manusia medioker pada umumnya.
0 Comments