Saya
yakin, sebagian besar fans Manchester United saat ini adalah mereka-mereka yang
menikmati kejayaan Setan Merah saat berada di bawah asuhan Sir Alex Ferguson,
seorang legenda hidup Manchester United yang telah menahkodai tim ini selama
lebih dari 26 tahun, termasuk saya. Hampir tidak ada rasanya orang yang
memutuskan jadi fans Manchester United pasca pensiunnya Sir Alex Ferguson.
Bisa
dikatakan, saya ‘resmi’ menjadi fans Manchester United tahun 1995, saat saya
berusia tiga tahun. Saat itu, entah kenapa saya langsung memiliki ketertarikan
pada Manchester United lewat cuplikan-cuplikan pertandingan yang saya saksikan
lewat layar televisi alih-alih tim sepakbola lainnya. Mungkin, itu bisa saya
sebut sebagai cinta pada pandangan pertama.
Sejak
itu, saya menyaksikan kejayaan Manchester United, seperti Manchester United
yang berhasil mendapatkan predikat Treble Winner pada tahun 1999 melalui
sepakan Ole Gunnar Solksjaer pada detik-detik akhir pertandingan. Saya juga
menyaksikan berbagai gol indah yang ditorehkan oleh David Beckham, salah satu
anak asuh Ferguson terbaik, bagian dari Class of 92.
Baca juga tulisan saya yang lain di PanditFootball: Glory
Hunter adalah Kita
Saya
pun menyaksikan kemerosotan Manchester United, seperti kalahnya Manchester
United dari perebutan juara Liga Inggris dari Arsenal pada tahun 2003 dengan
Arsene Wenger dan Thierry Henry miliknya, kalahnya Manchester United dari perebutan
juara Liga Inggris dari Chelsea dengan Roman Abromivic dan Jose Mourinho di
tahun 2004, hingga kalahnya Manchester United dari Manchester City dari
perebutan juara Liga Inggris setelah klub tersebut dibeli Sheikh Mansour bin Zayed dari Thaksin Shinawatra
pada tahun 2008.
Baca juga tulisan saya tentang Manchester United di
PanditFootball: Klub
Kesayanganku Mendukung Kesetaraan Kaum LGBT
Kemerosotan
tersebut untungnya masih mampu diatasi Manchester United dengan terus bangkit.
Seperti fenomenalnya Manchester United dengan Cristiano Ronaldo hingga
puncaknya meraih predikat Double Winner pada tahun 2008 sampai berhasilnya
Manchester United mengukuhkan gelar Liga Primer Inggris terakhirnya dengan ‘merebut’
Robin van Persie dari Arsenal pada tahun 2012. Arsenal, Chelsea, hingga
Manchester City gak ada apa-apanya di hadapan Sir Alex Ferguson!
Namun,
semuanya langsung berubah dengan drastis saat Sir Alex Ferguson pensiun. Klub
dengan segudang sejarah tersebut langsung jadi bahan tertawaan seluruh fans
sepakbola di manapun mereka berada karena kerap kali melakukan berbagai blunder
sebagai salah satu klub terbesar di dunia. Berbagai manajer kelas dunia seperti
David Moyes, Louis van Gaal, Jose Mourinho, sampai Ole Gunnar Solksjaer belum
ada yang berhasil mengembalikan kejayaan Manchester United yang sudah 26 tahun
dibangun oleh Sir Alex Ferguson.
Baca juga tulisan saya tentang Manchester United di Fandom.ID: Beban yang Ditinggalkan Ferguson
Selepas
pensiunnya Sir Alex Ferguson, Manchester United selalu jadi bahan bulan-bulanan
fans sepakbola di media sosial. Ketika tim Manchester United menang, banyak
komentar-komentar negatif pada tim tersebut di media sosial, apalagi kalau
menang ‘cuma’ karena tendangan penalti. Kalau kalah? Jangan ditanya, lebih
banyak lagi komentar-komentar negatif di media sosial, sampai jadi trending
topic.
Saya
tidak tahu pasti apa alasan Manchester United begitu dibenci oleh fans
sepakbola lainnya. Mungkin, karena tim kesayangan mereka sering dikalahkan
Manchester United saat masih diasuh Sir Alex Ferguson. Mungkin, karena mereka
iri saat tim ini lagi jaya-jayanya di bawah asuhan Sir Alex Ferguson, sehingga
sekarang bisa mengolok-ngolok tim ini saat lagi bobrok-bobroknya.
Menjadi
fans Manchester United selepas pensiunnya Sir Alex Ferguson sangatlah berat.
Meskipun saya bukan fans Manchester United yang bermukim di Kota Manchester,
saya merasakan apa yang fans Manchester United asli Kota Manchster alami ketika
menonton pertandingan Manchester United di kandang lawan, yakni selalu kena
bully. Menang dibully, kalah apalagi.
Bukan
saya saja yang merasakan ini, berbagai public figure Indonesia yang merupakan
fans Manchester United pun merasakan hal yang sama. Sebut saja Agus Mulyadi, Pandji
Pragiwaksono, hingga Sujiwo Tejo, yang selalu dibully fans sepakbola setiap
kali Manchester United mengalami kekalahan.
Berbagai
public figure Indonesia yang merupakan fans rival Manchester United pun tidak
mau ketinggalan menghujat Manchester United dalam berbagai kesempatan yang ada,
sebut saja Eddi Brokoli dan Coach Justin yang merupakan fans Arsenal, dr. Tirta
yang merupakan fans Liverpool, sampai akun-akun ‘informasi sepakbola’ seperti
@MafiaWasit maupun akun @B/Rfootball pun tidak mau ketinggalan mengolok-ngolok
Manchester United. Berat? Ya tentu saja, tapi ya saya berusaha legowo saja.
Sejujurnya,
saya betul-betul iri dengan tim lainnya yang saat ini mengalami kejayaan,
seperti Liverpool di bawah asuhan Jurgen Klopp dan Manchester City di bawah
asuhan Pep Guardiola. Saya melihat jutaan fans kedua tim lagi
semangat-semangatnya mendukung tim kesayangan mereka, seperti yang pernah saya
rasakan saat kejayaan Manchester United di bawah asuhan Sir Alex Ferguson. Saya
melihat mereka meneriakan kegembiraan mereka saat Mohamed Salah maupun Erling Haaland mencetak gol.
Saat
ini, meskipun Cristiano Ronaldo dan Erik ten Hag telah memperkuat Manchester
United selepas dipecatnya Ole Gunnar Solksjaer serta Michael
Carrick dan Ralf Ragnick yang secara sementara menggantikan Ole,
saya tidak menaruh ekpektasi sama sekali pada mereka semua. Saya paham ini, sebagai
(mantan) atlet cabang olahraga karate,
mengurus tim sebesar Manchester United tidaklah mudah. Apalagi melanjutkan apa
yang sudah Sir Alex Ferguson bangun selama lebih dari 26 tahun. Sebagai
(mantan) atlet cabang olahraga karate,
saya paham, para pemain, tim pelatih dan manajemen Manchester United sudah
berusaha memberikan yang terbaik untuk fansnya.
Mungkin
saja, tim ini akan kembali menjuarai Liga Primer Inggris 30 tahun lagi, seperti
yang Liverpool alami sebelum meraih gelar juara Liga Primer Inggris pada tahun
2019. Meskipun berat, sebagai seorang fans layar kaca, saya hanya bisa
mendukung mereka saja dari jauh karena saya bukan warga negara Inggris yang
bermukim di Manchester sana, yang pastinya bisa memberikan dukungan dengan
lebih konkrit.
0 Comments