Ilustrasi Event Lari (Foto: Liputan 6)


“FOMO? Apa itu? Nama makanan?”

Bukan. FOMO adalah sebuah akronim Bahasa Inggris fear of missing out, yakni rasa cemas yang timbul setelah melihat orang lain yang terlibat dalam sebuah peristiwa atau pengalaman yang tidak kita alami secara langsung.

Dalam skala kecil, kita merasa FOMO ketika melihat unggahan teman-teman terdekat kita yang lagi asyik nongkrong tanpa kehadiran kita. Entah karena kita gak diajak atau memang kita diajak tapi berhalangan untuk hadir. Dalam skala yang lebih besar, kita merasa takut tertinggal dengan orang yang mengunggah postingan lagi liburan ke Bali bahkan luar negeri. Kita merasa tertinggal karena kita tidak mengalami peristiwa tersebut.

Seiring bertambahnya usia, saya tidak lagi FOMO dengan postingan teman-teman saya yang lagi nongkrong atau lagi liburan. Saya justru lagi FOMO dengan orang-orang yang mengunggah postingan ketika lagi mengikuti event lari. Entah itu sekadar lari 5 kilometer, 10 kilometer, half marathon (21 kilometer), bahkan full marathon (42 kilometer).

Kenapa? Alasannya sederhana, seumur hidup saya belum pernah sekalipun mengikuti event lari sama sekali meskipun saya sudah lari sebanyak belasan ribu kilometer (baru tercatat 2.000 kilometer di aplikasi Nike Run Club sejak 2017) saat memulai aktif menekuti cabang olahraga karate sejak SMP.

“Ya udah ikut event lari aja atuh? Gampang!”

Sayangnya, tidak segampang itu! Pertama, event lari yang diselenggarakan kebanyakan dimulai sejak pukul 5 pagi. Meskipun saya ini kategorinya morning person, saya ini susah banget bangun pukul 5 pagi. Jadi hal tersebut masih jadi kendala utama.

Kedua, event lari yang diselenggarakan tidaklah murah. Biaya pendaftaran untuk baik untuk kategori lari 5 kilometer, 10 kilometer, half marathon (21 kilometer), bahkan full marathon (42 kilometer) itu mahal banget! Biaya paling murah memang hanya berkisar IDR 100.000 saja, namun untuk saya yang gak lagi kerja kantoran sejak pandemi Covid-19, nominal tersebut sangatlah mahal. Nominal tersebut tentu lebih saya prioritaskan untuk membayar tagihan listrik atau PDAM terlebih dahulu.

Rekor lari 10K terbaik saya

Padahal saya yakin bisa finish di bawah waktu yang ditentukan minimal pada kategori 5 kilometer maupun 10 kilometer. Tahun ini saja sudah tidak terhitung berapa kali saya finish lari 10 kilometer pada kisaran 50 menitan (pace 5). Bahkan teman saya yang merupakan salah satu pelari Ibukota asal Bandung pun bilang saya sanggup kalau disuruh langsung half marathon karena kita sudah beberapa kali berlatih karate dan berlari bersama selama bertahun-tahun.

Agus Prayogo dan Melanie Putria (Foto: DBS)

Saya juga merasa FOMO dengan atlet-atlet elit macam Agus Prayogo, Melanie Putria, maupun Sally Tanudjaja yang sering mengikuti event lari yang tidak saja diselenggarakan di Indonesia, tapi juga luar negeri sekalipun. Ingin banget bisa seperti mereka, mengikuti event lari di luar negeri. Syukur-syukur bisa menang dan membuat bangga Indonesia dari event yang diselenggarakan tersebut.

Target saya sih, mudah-mudahan di tahun 2023, minimal saya sudah kerja kantoran lagi sehingga bisa memiliki biaya agar bisa mengikuti event lari terdekat di Kota Bandung. Soalnya saya suka merasa FOMO melihat teman-teman saya ikut event lari. Saya merasa iri melihat mereka memperlihatkan foto-foto dan video mereka lagi asyik berlari dengan estetiknya lengkap dengan jersey cantik dan medali yang mereka pamerkan di unggahan laman media sosial mereka.

Sementara ini, saya hanya bisa berlatih di gym dan berlatih lari sembari jaga pola makan dan pola tidur dengan sebaik-baiknya biar kalau nanti sudah kerja kantoran dan punya biaya untuk mengikuti event lari, saya tinggal langsung daftar saja tanpa harus lagi mikir, “Uangnya darimana?”