IMDb: 8,5/10 | Rating
Saya: 8/10
Rated: R | Genre: Action, Adventure,
Drama
Directed by Ridley Scott
Screenplay by David Franzoni, John Logan, William
Nicholson
Story by David Franzoni
Produced by Douglas Wick, David Franzoni, Branko
Lustig
Starring Russell Crowe, Joaquin Phoenix, Connie
Nielsen, Oliver Reed, Derek Jacobi, Djimon Hounsou, Richard Harris
Cinematography John Mathieson
Edited by Pietro Scalia
Music by Hans Zimmer, Lisa Gerrard
Production companies DreamWorks Pictures, Universal
Pictures, Scott Free Productions, Red Wagon Entertainment
Distributed by DreamWorks Distribution LLC (North
America), United International Pictures (International)
Release date 1 May 2000 (Samuel Goldwyn Theater), 5
May 2000 (United States), 12 May 2000 (United Kingdom)
Running time 155 minutes | Country United
States, United Kingdom
Language English | Budget $103 million | Box Office $460,5
million
Gladiator adalah salah satu film
kolosal terbaik. Bisa dilihat dari perolehan rating IMDbnya yang bagus serta
perolehan 5 Oscar dari 12 kriteria Oscar yang didapatkannya. Pada tahun 2000,
saat film ini lagi booming-boomingnya, saya tidak ada ketertarikan sama sekali
untuk nonton film ini. Saya menganggap film ini membosankan karena saya lebih
suka nonton film-film macam Harry Potter atau Lord of the Rings yang ceritanya
lebih memanjakan mata.
Namun setelah melihat akting Joaquin
Phoenix pada film Joker (2019), saya langsung tertarik menonton film ini.
Sebagian netizen pun mengungkapkan akting Joaquin Phoenix jauh lebih ciamik di
film ini dibandingkan pada film Joker. Simak ulasan saya berikut ini.
STORYLINE
Gladiator adalah film keluaran tahun
2000 buatan Amerika Serikat dan Inggris yang bercerita tentang kejayaan
Kekaisaran Roma yang menguasai seperempat wilayah dunia saat itu. Jika dikonversi
ke zaman modern, Kekaisaran Roma meliputi 40 negara yang berbeda, mulai dari
Eropa, Afrika Utara, hingga Timur Tengah. Bahkan, warisan Kekaisaran Roma ini
masih kita rasakan sampai sekarang, baik langsung maupun tidak langsung.
Film yang berseting pada tahun 180
Masehi ini bercerita tentang seorang Jenderal Romawi bernama Maximus Decimus (diperankan
Russell Crowe) yang baru saja memenangkan pertempuran bersama pasukannya dalam
melawan bangsa Germania. Maximus ini tipikal jenderal yang idealis dan
lurus-lurus saja, tidak main perempuan dan family man banget. Ia sangat
dicintai oleh pasukannya.
Di sisi lain, Kaisar Roma saat itu, Kaisar
Marcus Aurelius (diperankan Richard Harris) sadar bahwa ajalnya tidak lama
lagi. Ia meminta Maximus untuk menggantikannya jika ia benar-benar meninggal,
karena putranya, Commodus (diperankan Joaquin Phoenix) ia nilai gak bakalan
becus memimpin.
Joffrey Baratheon dan Kaisar Commodus
Commodus bisa saya bilang adalah
tipikal anak raja persis seperti Joffrey Baratheon dalam serial Game of
Thrones. Terbiasa hidup enak dari lahir serta kurang mendapat perhatian dari
ayahnya karena ia sibuk memimpin negara sehingga Commodus kurang cakap dalam
hidup. Kaisar Marcus Aurelius pun berkata jujur pada Commodus bahwa ia akan
mewariskan kepemimpinannya pada Maximus. Mendengar hal tersebut, Commodus gak
pikir panjang langsung membunuh ayahnya.
Sebagai kaisar baru, ia meminta Maximus
untuk setia padanya, namun Maximus menolak hal tersebut karena ia sudah
berjanji pada Kaisar Marcus akan menjadi penerusnya. Commodus langsung menyuruh
anak buahnya untuk menghukum mati dirinya termasuk keluarganya. Seperti yang
sudah bisa ditebak, Maximus berhasil melarikan diri. Namun sayang, istri dan
anaknya keburu dibunuh oleh algojo suruhan Commodus.
Akibat kelelahan fisik dan mental,
Maximus pun pingsan dan ditemukan oleh pedagang budak yang lewat. Maximus
dibawa ke Zucchabar untuk dijadikan budak. Pedagang budak tersebut jelas tidak
tahu bahwa Maximus adalah seorang jenderal yang berhasil memenangkan berbagai
macam pertemuran untuk Kekaisaran Roma.
Maximus bukan dijadikan budak yang
mengurus urusan sepele macam mengurus ternak atau bersih-bersih rumah, tapi
dijadikan budak untuk dipertandingkan sebagai seorang Gladiator. Gladiator ini
ibarat sabung ayam tapi versi manusianya, dimana para Gladiator bertarung
sampai mati dan ditonton oleh orang-orang yang rela bayar untuk pertarungan
tersebut. Maximus dengan mudahnya dapat mengalahkan para Gladiator lainnya
karena ia sudah bertempur di medan pertempuran sejak muda.
Di Roma, Kaisar Commodus
menyelenggarakan semacam perlombaan untuk menghormati kematian ayahnya
sekaligus merayakan naik takhta dirinya. Bukan lomba lari, tapi acara Gladiator
yang diselenggarakan di Colosseum. Tentu saja Maximus mengiukuti pertempuran
tersebut. Bukan pingin juara, tai karena ia pingin untuk membunuh Kaisar
Commodus.
Singkat cerita, Maximus berhasil
memenangkan pertarungan di Colosseum. Kaisar Commodus turun ke arena untuk
mengucapkan selamat. Maximus melepas helmnya dan menyatakan akan balas dendam.
Kaisar Commodus tentu saja kaget, tapi ia tidak bisa membunuhnya begitu saja
karena ribuan penonton Colosseum mendukungnya.
Film ini selain menceritakan kepiawaian
Maximus dalam baku hantam, juga menceritakan bagaimana menyebalkannya Joaquin
Phoenix sebagai Kaisar Commodus. Mirip-mirip seperti Joffrey Baratheon! Tapi
tetap sih, lebih nyebelein Joffrey Baratheon!
Pasalnya, Kaisar Commodus ini
kelakuannya di Istana kayak anak kecil. Ia sering sambat dan merengek pada saudara
perempuannya, Lucilla (diperankan Connie Nielsen). Ia suka ngeluh bagaimana
ayah mereka yang tidak memperhatikan dirinya, ia juga suka curhat kenapa para
penonton Colosseum lebih suka pada Maximus alih-alih dirinya. Gak hanya itu, Kaisar
Commodus juga diperlihatkan sering marah-marah dan nangis seorang diri saat
mengingat ayahnya yang ia anggap tidak sayang sama sekali padanya. Emang gila
sih aktingnya Joaquin Phoenix ini!
SPOILER ALERT!
JANGAN LANJUTKAN MEMBACA KALAU BELUM
NONTON!
Film ini pun diakhiri dengan
pertarungan satu lawan satu antara Kaisar Commodus dan Maximus di Colosseum
yang disaksikan ribuan penonton. Pertarungan ini tentu saja dimenangkan Maximus
tapi dengan bayaran nyawa yang harus ia serahkan pada Yang Maha Kuasa karena Kaisar
Commodus bertindak curang dengan membuat cedera Maximus beberapa menit sebelum
baku hantam biar ia bisa unggul terlebih dahulu dari Maximus.
REVIEW
Meskipun film ini mudah dicerna karena
ceritanya sederhana, tapi film ini sangatlah membuat saya termotivasi buat olahraga
di gym. Kenapa? Melihat film kolosal macam ini bikin saya sadar bahwa manusia
di era modern saat ini sangatlah lemah dibandingkan manusia ribuan tahun yang
lalu. Para Gladiator di film ini pada maskulin dan berotot. Gak cuma jago baku
hantam tangan kosong, tapi jago memainkan pedang, memanah, naik kuda, hingga
berenang. Manusia zaman sekarang jangankan baku hantam tangan kosong atau memainkan
pedang, sekadar belanja ke Alfamart saja manja harus naik sepeda motor!
Banyak-banyakin deh nonton film kolosal kayak gini biar termotivasi buat
olahraga!
Selain kualitas akting Joaquin Phoenix
dan Russell Crowe yang ciamik, film ini pun sinematografinya mantap. Saya
dibuat kagum dengan megahnya Colosseum di film ini. Colosseum ini didirikan ribuan
tahun lalu, tapi masih berdiri kokoh samai sekarang. Saya tidak bisa
membayangkan bagaimana jeniusnya para engineer dan arsitek Roma saat itu bisa
membuat Colosseum dengan begitu megahnya. Berapa banyak engineer dan arsitek
yang terlibat? Bagaimana cara mereka membangunnya? Pasalnya, belum ada alat
berat seperti truk atau bulldozer kan?
Kekuatan utama film ini lainnya pun
pada musik scoring karya Hans Zimmer yang selama puluhan tahun mengisi musik
scoring film-film nomor wahid dunia macam The Dark Knight Trilogy, Man of Steel,
Batman v Superman, hingga Zack Snyder’s Justice League. Emang benar-benar
jenius Hans Zimmer ini!
Overall, film ini sangat mudah dinikmati
oleh siapapun yang menontonnya karena ceritanya mudah dicerna dengan ending
yang bisa bikin sedih. Kualitasnya gak usah ditanyakan lagi karena film ini
memenangkan 5 Oscar untuk kategori Best Picture, Best Actor in a Leading Role (Russell
Crowe), Best Costume Design, Best Sound, Best Visual Effects.
0 Comments