You either die a hero, or you live long enough to see yourself become the villain”, sebuah kutipan kalimat yang diucapkan oleh Harvey Dent dalam Film The Dark Knight karya Christopher Nolan yang kerap kali dipergunakan oleh masyarakat ketika menyaksikan orang baik yang berubah jadi orang jahat.

Dalam bahasa Indonesia, kalimat teresebut berarti, “Antara kamu mati sebagai pahlawan, atau kamu hidup cukup lama sehingga melihat dirimulah yang berubah jadi penjahat.”

Dan saya pikir kalimat dari Harvey Dent tersebut betul-betul relevan sekali dengan kondisi masyarakat di berbagai penjuru dunia dari dulu sampai sekarang. Dalam panggung politik Indonesia, ada begitu banyak orang yang berjanji akan memberantas korupsi, akan membasmi mafia yang menguasai Indonesia, dan tidak akan lupa pada rakyat kecil jika dia terpilih menjadi politisi, baik eksekutif, legistlatif, maupun yudikatif.

Kenyataannya? Ada banyak aktivis 98 yang saat ini sudah menjadi Anggota DPR Yang Terhormat di Senayan yang kebijakannya bertentangan dengan apa yang mereka perjuangkan saat Reformasi dulu. Sebut saja Fahri Hamzah, Budiman Sudjatmiko, dan Adian Napitupulu. Secara harfiah, seandainya, sekali lagi seandainya ya, bukannya saya ngarep, ini hanya sebagai contoh saja, mereka bertiga gugur ketika Reformasi tahun 1998, mereka betul-betul akan mati sebagai menjadi pahlawan seperti Empat Pahlawan Reformasi yang kita kenal seperti Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie dan Hery Hartanto.

Aktivis 98 yang saat ini sudah memiliki jabatan betul-betul mempraktikan apa yang Harvey Dent katakan, “You either die a hero, or you live long enough to see yourself become the villain”, karena sudah menjadi penjahat yang sesungguhnya yang tidak lagi memperjuangkan apa yang mereka perjuangkan tahun 98 ketika mereka jadi aktivis.

32 tahun sebelumnya, Aktivis 66 juga memiliki siklus yang sama, sebagaimana yang Soe Hok Gie ceritakan baik dalam catatan hariannya yang sudah diadaptasi dalam bentuk film dan diperankan dengan apik oleh Nicholas Saputra. Intinya, semua orang bisa berubah karena politik. Saat masih menjadi aktivis, mereka akan memperjuangkan apa yang mereka anggap sebagai sebuah kebenaran. Namun saat sudah diberi jabatan, mereka akan lupa dengan apa yang mereka perjuangkan.

Baca tulisan saya tentang Soe Hok Gie di Mojok: Mari Berandai-andai jika Soe Hok Gie Hidup di Zaman Sekarang

Lebih dari 10 tahun yang lalu, saat Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saya percaya bahwa beliau bisa memberantas korupsi yang ada di pemerintahan negara ini dengan iklan Partai Demokrat yang dibintangi oleh Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum dan Edhie Baskoro Yudhoyono. Dan siapa yang mengira bahwa Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum berakhir sebagai tersangka kasus korupsi dan mengkhianati apa yang mereka jargonkan dalam iklan tersebut?

Pada skala yang lebih kecil, senior saya yang merupakan aktivis 98 di kampus pun mengeluhkan hal yang serupa pada teman satu angkatannya yang saat ini sudah menjadi dosen di kampus tempat saya mengajar. Dia bilang, temannya tersebut saat masih mahasiswa, adalah mahasiswa yang idealis. Tidak saja berprestasi dalam bidang akademik, dia juga sempat menjadi Ketua Pers Mahasiswa di kampus dan bertekad untuk menjadi dosen yang baik dan benar dalam mengajar, karena melihat dosen-dosen dzalim yang tidak berkualtias malah mengajar di kampus tempatnya kuliah. Namun saat sudah jadi dosen, dia malah menjadi dosen yang dzalim dan tidak berkualitas yang selama ini selalu ia protes saat jadi mahasiswa.

Yang menarik adalah, saya pikir, kelakuan politisi yang mengkhianati apa yang mereka perjuangkan saat belum menjabat ini betul-betul seperti orang yang lagi dimabuk asmara saat pertama kali pacaran. Dia akan bilang kalau pasangannya adalah yang paling cantik. Dia akan bilang kalau dia tidak akan meninggalkannya. Dia akan bilang kalau dia akan selalu sayang sama dia. Ketika menikah, nyatanya dia tidak perhatian pada pasangannya. Dia bahkan selingkuh dan meninggalkan pasangannya.

Jadi ya, semua omongan politisi, siapapun dia, jangan dipercaya sepenuhnya. Anggap saja politisi itu seperti pacar kita waktu lagi gombalin kita dengan sejuta kata-kata indah seperti yang saya sebutkan di atas. Karena ketika sudah menikah, apalagi sudah bertahun-tahun menikah, nyatanya, dia akan lupa pada seluruh gombalan dan janji-janji indah yang dia katakan waktu masih pacaran dulu.

Jadi ya ada kesamaan antara orang pacaran dan politisi, yakni sama-sama suka mengumbar janji sekaligus mengkhianati semua janjinya tersebut. Lalu buat para anak muda, jangan percaya deh sama gombalan pacar kalian yang janji gak akan ninggalin kalian, seperti lirik lagu dengan judul ‘Sang Mantan’ yang dibawakan oleh Nidji, “Mana janji manismu? Mencintaiku sampai mat. Kini engkau pun pergi. Saat ku terpuruk sendiri

P.S.  vokalis ‘Sang Mantan’ yang saya sebutkan di atas pun banting setir dari seorang musisi menjadi seorang politisi.