Ilustrasi karangan bunga

Setelah 30 tahun hidup di dunia ini saya sadar status sosial seseorang tidak dilihat dari jenis pekerjaannya. Mau dia berprofesi sebagai pedagang gorengan atau Menteri sekalipun, ketika orang tersebut meninggal dunia, akan dapat dilihat dari seberapa banyak karangan bunga yang menghiasi rumah duka.

Mengapa? Saya melihat, ketika salah satu sanak saudara saya meninggal dunia, begitu banyak karangan bunga yang menghiasi rumahnya sampai-sampai jalan di depan rumahnya menyempit dan memperlambat jalur lalu lintas yang ada.

Dari survei kecil-kecilan saya di Pasar Bunga Wastukencana Kota Bandung, karangan bunga yang biasa dikirimkan ke orang yang baru menikah atau yang meninggal dunia berkisar Rp 300.000 s/d Rp 500.000, tergantung jenis bunga dan jarak tempuh yang harus dilalui kurir pengantarnya.

Orang atau lembaga yang mengirimkan karangan bunga tersebut tentu saja harus merogoh kocek yang dalam sebagai bentuk penghormatan kepada Almarhum/Almarhumah bukan? Dari ratusan orang yang undangan pernikahannya maupun upacara pemakamannya saya datangi, saya belum pernah sekalipun mengirimkan karangan bunga tersebut karena saya belum merdeka secara finansial sehingga dapat memiliki anggaran untuk membeli karangan bunga tersebut.

Bahkan, ayah saya yang meninggal tahun 2020 yang lalu saja tidak menerima satu pun karangan bunga sama sekali. Sedangkan, sanak saudara saya tersebut setidaknya menerima lebih dari seratus karangan bunga yang dikirimkan atas nama pribadi dari sejumlah rekan sejawat, keluarga, pejabat pemerintahan, ketua Ormas, ketua klub motor, hingga artis. Tidak lupa ucapan duka yang diucapkan atas nama lembaga pemerintahan, BUMN, klub motor hingga atas nama Pemkot, Pemprov, hingga sejumlah Menteri.

Saya begitu ingat, ayah saya yang meninggal dunia tahun lalu saja tidak menerima satu pelayat pun yang terdiri dari kalangan tokoh agama, artis, apalagi pejabat kepolisian. Mobil jenazah yang mengantarkan ayah saya hanyalah mobil jenazah yang disediakan rumah sakit tempat saya bekerja saja. Karena tidak dikawal pihak kepolisian seperti di atas, saya yang berada di mobil jenazah dan ibu saya yang berada di mobil lain saja sempat terpisah karena lalu lintas meski saya sudah share Live Location via grup WhatsApp. Saya terpaksa menunggu setengah jam di lokasi pemakaman karena banyak anggota rombongan yang terpisah.

Sanak saudara yang saya ceritakan tersebut, dimakamkan di lokasi pemakaman terbaik. Lahan yang tidak berdempetan sama sekali dengan jenazah lainnya karena satu blok pemakaman tersebut sudah dipesan Almarhumah untuk anggota keluarganya sejak puluhan tahun yang lalu. Lokasi pemakaman yang sejuk dan rimbun karena ditumbuhi rumput dan bunga yang indah, dan pohon besar yang mengelilingi lokasi pemakaman. Iuran pemakaman pun selalu dibayar tepat waktu sehingga ketika saatnya tiba, keluarga tidak harus kerepotan.

Sedangkan saya, saat pemakaman ayah saya tahun lalu, masih harus memikirkan bagaimana caranya membayar pemakaman dan biaya kain kafan karena saya baru saja 10 hari bekerja di rumah sakit tempat saya bekerja. Belum lagi, sejumlah biaya rumah sakit yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan yang belum dibayarkan.

Meskipun ayah saya dimakamkan di pemakaman keluarga yang dikhususkan hanya untuk keluarga saya saja selama beberapa generasi sejak masa Kolonial Belanda, bukan di pemakaman umum, saya masih tetap harus mengeluarkan uang Rp 2.000.000 untuk membayar sejumlah biaya mulai dari membayar tukang gali hingga biaya kebersihan.

Saya memiliki prinsip, pejabat ataupun artis seterkenal dan sekaya apapun, di liang lahat, semuanya memiliki derajat yang sama. Akan sama-sama ditanyai oleh Malaikat yang akan berujung pada dua hal, yakni Nikmat Kubur maupun Siksa kubur, tidak peduli pemakamannya di San Diego Hills yang mewah maupun di pedesaan antah berantah. Rasanya sedih sekali, tapi begitulah kenyataan hidup yang harus dihadapi oleh setiap manusia.

Saya jadi kepikiran, kalau saya kelak meninggal nanti, apa bakal dapat banyak karangan bunga? Saya tahu, ribuan karangan bunga yang dikirimkan orang yang mengenal saya tidak akan mengurangi siksaan kubur yang akan saya alami, tapi ya saya kepikiran aja, sebab, biar bagaimanapun, saya melihat bahwa simbsol status sosial seseorang bisa dihilat dari seberapa banyak karangan bunga yang ia dapatkan ketika ia meninggal dunia. Tentunya, jumlah karangan bunga orang besar yang punya influence banyak pada banyak orang akan jauh lebih banyak dibandingkan orang yang bukan siapa-siapa bukan?