Ilustrasi bersepeda di Kota Bandung (Foto: Liputan 6/Huyugo Simbolon) |
Sekitar satu bulan belakangan, saya berpikir
untuk kembali aktif bersepeda. Dahulu, selama hampir tujuh tahun berkuliah,
saya hampir selalu menggunakan sepeda untuk aktivitas sehari-hari saya. Mulai
dari, berbelanja ke pasar, pergi kuliah, hingga menonton bioskop di mall. Bukan
karena saya sok sehat atau sok-sok go green untuk menyelamatkan bumi, tapi
karena saat itu saya belum memiliki sepeda motor, jadi pilihannya kalau gak
naik angkot, ya bersepeda. Note: hingga tahun 2016an, saya mulai sesekali menggunakan
ojek online sebagai moda transportasi.
Saat ini, sebagai salah satu pekerja lepas, saya tidak terlalu sering keluar rumah. Paling hanya dua hingga tiga kali saja dalam satu minggu saya keluar rumah, sehingga saya kepikiran untuk kembali menggunakan sepeda. Alasannya tentu saja supaya bisa lebih hemat bahan bakar karena harga Pertalite saat ini sudah mencapai angka 10.000 Rupiah per liter.
Namun harga sepeda yang saya lihat di
situs e-commerce maupun FJB Facebook dan FJB Kaskus sangatlah mahal. Tak ada
sepeda yang harganya di bawah 500.000 Rupiah sama sekali kecuali sepeda untuk
anak-anak. Demikian juga di sentra sepeda Kota Bandung yang terletak di Jl.
Veteran dan daerah Kosambi, harga sepeda bekas pun rata-rata di atas 500.000
Rupiah. Beruntung, salah satu teman SD saya memutuskan untuk memberikan sepeda
miliknya pada saya. Awalnya sih mau saya beli meski nominalnya sedikit, namun ia
bersikukuh untuk memberikannya secara cuma-cuma.
Singkat cerita, saya menggunakan
sepeda tersebut untuk PP dari rumah menuju kantor. Jarak yang saya tempuh
adalah sekitar 16 kilometer. Saya pun kaget karena waktu tempuh yang saya
tempuh dengan menggunakan sepeda hampir sama dengan waktu tempuh yang saya
tempuh dengan menggunakan sepeda motor!
Saya jadi kepikiran, “Solusi kemacetan
Bandung ini kalau dipikir-pikir ya sepeda! Waktu tempuh yang saya tempuh ini
hampir sama dengan waktu tempuh yang saya tempuh dengan menggunakan sepeda
motor!”
Kenapa saya berpikir sepeda adalah
solusi dari kemacetan Bandung selama ini? Ya coba bayangkan jika ada 1.000
warga Kota Bandung yang menggunakan sepeda seperti saya? Jelas kemacetan akan
jauh berkurang, seperti ilustrasi di atas. Sepeda tidak memakan dimensi ruang
seperti kendaraan bermotor seperti di atas bukan? Jadi arus lalu lintas akan
jauh lebih lengang.
Selain bisa jadi solusi dari
kemacetan Bandung, bersepeda pun secara langsung akan mengurangi emisi jejak
karbon. Anggap saja ada 1.000 pengendara kendaraan bermotor di Kota Bandung yang
akhirnya beralih menggunakan sepeda, jelas terdapat pengurangan 1.000 asap
knalpot bukan? Jadinya mengurangi emisi jejak karbon. Coba bayangkan jika ada
1.000 warga Kota Bandung yang menggunakan sepeda seperti saya? Saya jamin
kualitas udara Kota Bandung akan sedikit lebih baik.
Alasan warga Kota Bandung tidak
bersepeda
Kalau begitu, kenapa tidak banyak
warga Kota Bandung yang menggunakan sepeda sebagai pilihan utama moda
transporasi? Jawabannya tentu saja ada banyak, saya bagi menjadi tiga alasan
utama.
Pertama, infrastruktur untuk pesepeda di
Kota Bandung masih jauh dari layak, jika dibandingkan dengan negara maju
seperti Jepang atau Belanda. Memang, sejak Ridwan Kamil menjabat sebagai Wali
Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat, beliau telah berupaya memuliakan pesepeda
dengan mempercantik jalur pesepeda dan sering bersepeda dalam aktivitas
sehari-harinya supaya jadi contoh bagi warga Kota Bandung dan Jawa Barat supaya
ikut bersepeda. Namun upaya beliau hanya sebatas itu saja karena jutaan warga
Kota Bandung tidak punya pemikiran yang sama dengan beliau.
Kedua, bersepeda itu banyak risikonya. Dari
pengamatan saya sebagai warga Kota Bandung selama hampir 30 tahun dan
pengalaman saya bersepeda di Kota Bandung selama lebih dari 10 tahun, saya
menyimpulkan bahwa untuk bersepeda, ada banyak risiko yang harus dihadapi oleh
pesepeda itu sendiri.
Mulai dari kepanasan saat bersepeda
di cuaca terik hingga kehujanan saat bersepeda saat cuaca hujan, hingga risiko
tertabrak kendaraan bermotor dari belakang hingga menjadi korban dari tindakan
kriminal karena penerangan jalanan Kota Bandung yang saat ini benar-benar gelap
layaknya Gotham City dalam semesta DC. Tentu, tidak semua orang tidak siap
dengan risikot ersebut.
Ketiga, bersepeda itu berat bagi pemula. Saya
bisa PP dari rumah menuju kantor dengan waktu tempuh yang tidak jauh berbeda
jika dibandingkan waktu tempuh yang saya tempuh jika menggunakan sepeda motor
tidak diraih dengan instant. Saya bisa pada level tersebut karana saya aktif
menggeluti cabang olahraga karate sejak tahun 2004. Saya juga telah aktif berlari
maupun berolahraga di gym selama bertahun-tahun sehingga otot jantung maupun
otot rangka saya sudah pada level seperti ini. Berbeda dengan orang yang tidak
pernah berolahraga sama sekali, pastinya bakalan berat kalau disuruh langsung bersepeda
kemana-mana.
Keempat, bersepeda itu ribet untuk beberapa
orang. Bagi saya, saat tiba di kantor dengan kondisi berkeringat, ya tinggal
mandi saja. Saya bawa alat mandi dan baju ganti. Tapi hal tersebut tidak bisa
dilakukan oleh banyak orang, contohnya seperti para wanita yang berprofesi
sebagai sekretaris maupun industri tertentu yang menuntutnya untuk berpenampilan
prima. Bisa saja sih, tapi ya ribet, makanya tidak banyak orang yang mau bersepeda
untuk sekadar ke kantor maupun aktivitasnya sehari-hari. Selain itu, banyak orang
yang kerjanya bukan kerja kantoran dan harus mobile kesana-kesini seharian
sehingga pakai sepeda itu tidak memungkinkan sama sekali.
Bersepeda sebagai olahraga
Sepeda yang saya gunakan saat ini |
Selain mengurangi kemacetan dan
mengurangi emisi karbon, dengan bersepeda, orang yang bersepeda bisa sekalian
olahraga. Sebagai salah satu negara yang tingkat kemagerannya di bawah
rata-rata, bersepeda bisa jadi titik balik supaya negara ini gak lagi dikenal
sebagai negara yang mager untuk jalan kaki atau berolahraga.
Namun kalau saya sih lebih suka
berlari atau olahraga di gym dibandingkan bersepeda. Saya bersepeda hanya untuk
kepentingan transportasi saja, bukan untuk kepentingan olahraga. Alasannya,
bersepeda itu banyak handicapnya. Kasarnya, kalau sepeda yang kalian gunakan itu
kategori sepeda mahal ya kayuhan yang kalian lakukan bisa “lebih ringan”. Berbeda
jauh dengan berlari atau olahraga di gym. Kalau kalian lemah ya lemah saja.
0 Comments