Beberapa bulan yang lalu, dahi saya dibuat mengernyit setelah membaca tweet dari dr. Endri berikut ini:
“Klitih,
pembacokan oleh anak dibawah umur? Kenapa terjadi? Kebiasaan main game online
yang mengajarkan kekerasan, pembunuhan dan kesadisan menyebabkan sifat tersebut
tertanam di alam bawah sadar dan dipraktekkan di dunia nyata,# blokir konten
game yang mengandung kekerasan”
Pada
tulisan ini, saya gak akan membahas klitih karena saya bukan warga Yogyakarta,
dan saya juga tidak tinggal di Yogyakarta. Saya akan membahas gim-gim
bertemakan kekerasan seperti Grand Theft Auto atau Sleeping Dogs selalu mendapat
stigma negatif dari masyarakat. Gim-gim tersebut disinyalir dapat membuat orang
yang memainkannya bakalan jadi kriminal.
Baca
tulisan saya tentang Sleeping Dogs di Mojok: ‘Sleeping
Dogs’, Gim Underrated yang Lebih Bagus ketimbang GTA V
Alasannya,
karena dalam gim tersebut, kita, sebagai tokoh utama, bisa melakukan aksi-aksi
kriminal seperti mencuri mobil, membunuh orang, merampok bank, hingga membunuh
siapa saja yang kita kehendaki, termasuk melawan penegak hukum seperti anggota
kepolisian sekalipun tanpa batasan.
Orang
yang berkata seperti itu, belum tahu ada Rating pada gim layaknya acara
televisi. Ada gim yang diperuntukan untuk Balita, dilabeli dengan sebutan Early
Childhood (eC), ada gim yang diperuntukan untuk semua usia, dilabeli dengan
sebutan Everyone (E), ada gim yang diperuntukan untuk Remaja, dilabeli dengan
sebutan Teen (T), ada gim yang diperuntukan untuk orang di atas 17 tahun,
dilabeli dengan sebutan Mature (M), dan ada gim yang diperuntukan untuk orang
di atas 21 tahun, dilabeli dengan sebutan Adult Only (Ao).
Grand
Theft Auto dan Sleeping Dogs sendiri Ratingnya Mature (M), hanya boleh
dimainkan oleh seseorang yang berusia minimal 17 tahun. Sedangkan di Indonesia,
sebagian besar orang tua belum tahu bahwa ada Rating khusus untuk gim, anime,
dan juga komik. Mereka memukul rata semua gim, anime, dan komik yang beredar
itu khusus untuk anak-anak dan remaja, termasuk orang tua saya.
Tapi,
meskipun saya dan teman-teman sebaya saya memainkan gim dengan tema kekerasan
sejak SD, saya dan teman-teman saya belum pernah (doakan jangan sampai pernah)
memukul orang di jalanan, apalagi sampai membunuhnya, seperti yang saya lakukan
pada gim Grand Theft Auto. Padahal selama ini selalu beredar stigma, “Jangan
main game gituan! Nanti kamu bakal jadi kriminal! Bunuh-bunuh orang. Ih!”
Stigma
negatif tersebut sebetulnya berasal dari salah teori komunikasi massa yang
disebut dengan jarum hipodermik. Saat saya kuliah ilmu komunikasi, dosen saya
menjelaskan bahwa teori jarum hipodermik berkembang saat televisi mulai
berkembang pasca Perang Dunia II. Teorinya adalah, penonton yang terus-terusan
diberi tontonan kekerasan, akan menjadi orang yang sering berbuat kasar karena
tontonan sehari-harinya itu.
Tidak
lama setelah itu, berkembang juga teori komunikasi massa lainnya, yakni teori
kultivasi yang menyebut bahwa seseorang yang mengkonsumsi tayangan televisi
lebih dari 4 jam sehari, punya realitas semu. Dia akan menganggap realitas yang
dilihat di televisi adalah realitas sesungguhnya dalam kehidupan nyata. Jadi
halu gitu gak bisa bedain mana kejadian di dunia maya dan kejadian di dunia
saya.
Hal
tersebut seolah diamini oleh para akademisi dan masyarakat lainnya karena
sejumlah psikopat yang mereka temui. Contoh, Ted Bunny, yang telah melakukan
tindakan pemerkosaan disinyalir karena kebiasaannya menonton film porno dan
film bertemakan kekerasan. Jadinya setiap kali muncul psikopat kayak gitu, yang
disalahkan tontonannya. Padahal, tontonannya cuma stimulus kecil saja. Stimulus
besarnya ya karena ia punya masa kecil yang suram, tinggal di lingkungan toxic,
dan juga punya trauma masa lalu yang mendalam. Dosen saya aja pernah bilang
bahwa teori jarum hipodermik ini katanya sudah usang dan gak relevan di zaman
sekarang.
Saya
yakin, setiap manusia pastinya punya logika dan akal budi. Manusia bukanlah
mesin yang gak punya pikiran, yang manut saja terhadap apa yang ia lihat tanpa
proses berpikir di dalam otaknya. Selama hidup, manusia pasti mempelajari
norma-norma agama, budaya, dan moralitas yang ia jadikan standar berperilaku
dalam hidup.
Orang-orang
yang otaknya beres pasti tahu mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang
boleh dilakukan pada gim, mana yang tidak boleh dilakukan di luar dunia gim.
Mereka tidak akan melakukan tindakan yang mereka saksikan lewat film di dunia
nyata. Mereka pun tidak akan melakukan tindakan yang mereka saksikan lewat gim
tersebut di dunia nyata.
Kalau
ada orang yang melakukan tindakan kekerasan setelah nonton film atau main gim,
artinya lingkungannya di dunia nyata yang bermasalah, orang tuanyalah yang
gagal mendidiknya, ataupun memang ia punya kelainan mental yang tidak diatasi
dengan penanganan profesional.
Dulu
saya memainkan gim Grand Theft Auto III saat saya duduk di kelas 4 SD.
Sekuelnya, Grand Theft Auto: Vice City pun saya mainkan 2 tahun kemudian.
Demikian juga Grand Theft Auto: San Andreas yang saya mainkan saat saya SMP.
Grand Theft Auto IV dan gim-gim lainnya pun tetap masih saya mainkan sampai
sekarang dan saya gak pernah melakukan tindakan kriminal seperti yang
dituduhkan orang-orang selama ini.
Kesimpulannya,
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja bukan disebabkan
film maupun gim bertemakan kekerasan, tapi disebabkan pengaruh lingkungan,
orang tua yang gagal membimbing anak-anaknya, maupun pengalaman masa lalu
anak-anak dan remaja tersebut yang tidak menyenangkan. Jadi, hentikanlah stigma
yang menyimpulkan bahwa penyebab anak-anak dan remaja melakukan tindakan
kekerasan akibat nonton film atau main gim.
0 Comments