Sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar di Kota Bandung, saya sudah sering bolak-balik Bandung – Jakarta sejak kecil karena sebagian besar sanak saudara saya merantau dan tinggal di sana. Apalagi sejak kehadiran Jalan Tol Cipularang, intensitas saya untuk bolak balik Bandung – Jakarta jadi semakin sering.

Saat saya duduk di bangku kelas dua SMA, saya beruntung punya privilese untuk bisa memiliki SIM A dan SIM C meskipun belum punya mobil dan sepeda motor sama sekali. Jadinya saya dikasih kepercayaan oleh sepupu dan sanak saudara saya untuk mengemudikan mobil yang mereka miliki dalam perjalanan bolak balik Bandung – Jakarta ketika mereka lelah mengemudi.

Akhir tahun 2022 yang lalu, untuk pertama kalinya dalam hidup saya nyobain perjalanan darat dari Kota Bandung menuju Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta, tepatnya Kota Semarang, Kota Solo, dan Kota Yogyakarta. Tentunya via Jalan Tol Trans – Jawa  biar cepat sampai. Sebagai orang yang belum pernah mengemudikan mobil via tol ke Jawa Tengah tentu saya mengalami gegar budaya atau culture shock ketika melakukan perjalanan tersebut. Apa saja culture shock yang saya alami ketika mengemudi via Jalan Tol Trans-Jawa?

#1 Jalurnya panjang banget!

Hal pertama yang saya rasakan tentu saja jalurnya yang sangat panjang jika dibandingkan dengan perjalanan saya bolak balik Bandung – Jakarta. Meskipun saya sudah ratusan kali mengemudikan mobil Bandung – Jakarta sejak SMA, saya mengalami yang namanya culture shock karena jalur Jalan Tol Trans-Jawa panjang banget!

Sepanjang jalan saya melewati berbagai kota seperti Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang sambil membatin, “Ini kok gak nyampe-nyampe ya?

Biasanya, perjalanan Bandung – Jakarta saya tempuh dalam waktu dua atau tiga jam saja. Nah, ketika melakukan perjalanan Bandung – Semarang, saya menempuh waktu perjalanan selama kurang lebih lima jam perjalanan, padahal saya sudah stabil memegang kemudi pada kecepatan 80 – 100 km/jam.

#2 Pengemudinya jauh lebih ‘advance’

Hal kedua yang saya rasakan adalah level pengemudi yang lebih ‘advance’ dibandingkan level pengemudi Tol Cipularang maupun Jalan Tol Dalam Kota Jabodetabek. Serius.

Sepanjang perjalanan, mungkin saya sudah disalip ratusan kendaraan lainnya. Hal tersebut tentu saja biasa terjadi di jalan tol manapun. Bedanya, setiap beberapa menit sekali, hampir selalu ada kendaraan yang menyalip saya. Mereka tidak saja menyalip kendaraan yang saya kendarai dari jalur kanan saja sebagaimana mestinya, tapi juga dari jalur kiri!

Ratusan kendaraan yang menyalip saya sepanjang perjalanan pun bukanlah mobil-mobil kecil macam Brio, tapi juga mobil-mobil besar macam Fortuner dan Pajero Sport! Bahkan gak sedikit bus maupun truk yang menyalip saya. Padahal saya stabil menjalankan mobil yang saya kemudikan pada keceatan 80 – 100 km/jam, tapi masih disalip juga! Saya sampai geleng-geleng kepala.

Rekan kerja saya yang duduk di samping saya pun bilang, mengemudi ke Jawa (baca: Jawa Tengah maupun Jawa Timur) beda dengan mengemudi di Jakarta maupun Jawa Barat pada umumnya karena pengemudinya pada ngebut-ngebut. Dibutuhkan konsentrasi tinggi untuk selalu mengecek kaca spion kiri, kanan dan tengah setiap saat karena kendaraan yang kita kemudikan bisa disalip hampir setiap saat. Beliau juga bilang, kalau lanjut ke Jawa Timur, lebih ganas lagi. Saya cuma bisa ngangguk-ngangguk aja ketika beliau bercerita hal tersebut.

#3 Pertama kalinya saya ngantuk saat mengemudi

Sebagai orang yang sudah ratusan kali mengemudi di Tol Cipularang maupun Jalan Tol Dalam Kota Jabodetabek, saya nyaris tidak pernah merasakan lelah mengemudi. Mau nyetir subuh, siang, sore, malam, pokoknya gas aja asalkan sudah makan sampai kenyang, sudah ngopi dan sambil stel musik rock sepanjang perjalanan.

Akan tetapi saat mengemudi di Jalan Tol Trans-Jawa baik perjalanan pergi maupun perjalanan pulang, saya merasa sangat pegal kayak habis lari marathon. SAya juga merasa lelah kayak habis rapat seharian di kantor. Padahal sebagai sopir saya kan cuma duduk di kursi kemudi saja, gak ngapa-ngapain. Saya sendiri sampai heran dan akhirnya browsing biar bisa dapat jawabannya.

Ternyata hal tersebut wajar terjad karena meskipun jadi sopir cuma duduk doang, kedua tangan dan kaki saya aktif untuk bergerak memegang kendali kendaraan, makanya otot saya pegal-pegal. Selain itu, saat mengemudi otak saya 100% konsentrasi bekerja baik untuk memanuver kendaraan sedemikian rupa supaya bisa tiba di tujuan dengan selamat. Makanya saya merasa lelah.

Akhirnya saya paham kenapa setiap beberapa kilometer sekali terdapat tanda di jalan tol yang nyuruh kita untuk istirahat setiap beberapa jam sekali biar gak mengalami kecelakaan perjalanan akibat kelelahan berkendara. Kalau kamu merasa lelah lebih baik istirahat sejenak atau gantian mengemudi ya!

Itulah culture shock yang saya alami ketika mengemudi via jalan tol ke Jawa Tengah. Saya pikir saya sudah cukup mahir mengemudikan mobil karena sudah ratusan kali bolak-balik Bandung – Jakarta via Tol Cipularang sejak SMA, gak tahunya ada jalur yang lebih ‘advance’, di atas langit ada langit. Mudah-mudahan tulisan ini bisa berguna bagi kalian yang punya rencana untuk melakukan perjalanan darat via Jalan Tol Trans Jawa supaya bisa mempersiapkan diri, baik fisik maupun mental.