IMDb: 7,1/10 | Rating
Saya: 8/10
Rated: TV-MA | Genre: Drama, Romance
Sutradara Edwin
Produser Muhammad Zaidy, Meiske Taurisia
Penulis Titien Wattimena
Didasarkan dari Aruna & Lidahnya oleh Laksmi Pamuntjak
Pemeran Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, Hannah
Al Rasyid, Oka Antara
Penata musik Ken Jenie, Mar Galo
Sinematografer Amalia T. S.
Penyunting W. Ichwandiardono
Perusahaan produksi Palari Films, Go-Studio, CJ
Entertainment, Phoenix Films, Ideosource Entertainment
Tanggal rilis 27 September 2018
Running time 106 minutes | Country Indonesia
Language Indonesia | Pendapatan kotor Rp 4,82 miliar
Saya
gak ingat persis, tapi saya tahu tentang film yang berjudul Aruna &
Lidahnya saat saya menonton trailernya sebelum menonton salah satu film di
bioskop. Saya langsung terpaku dengan kehadiran Dian Satrowardoyo dan Nicholas
Saputra yang sebelumnya telah saya saksikan lewat dua film Ada Apa Dengan Cinta
yang sangat legendaris tersebut. Kapan lagi bisa lihat mereka beradu akting
dalam satu frame yang sama coba? Selain itu, temanya unik, tentang masak
memasak dan makanan yang saya kira belum ada film yang bertemakan masak memasak
dan makanan di Indonesia. Makanya ketika ada kesempatan, saya langsung nonton
Aruna & Lidahnya di Netflix meskipun tentu saja telat banget baru nonton di
tahun 2023. Simak ulasan saya berikut ini.
STORYLINE
Aruna
& Lidahnya adalah film keluaran tahun 2018 buatan Indonesia yang diadaptasi
dari novel berjudul sama karya Laksmi Pamuntjak. Tokoh utama film ini, Aruna
(dibintangi Dian Sastrowardoyo) adalah semacam epidomologi yang ditugaskan
perusahaan tempatnya bekerja untuk menyelidiki kasus flu burung di berbagai
tempat di Indonesia.
Nah,
Aruna bersahabat dengan temannya yang berprofesi sebagai seorang Chef bernama
Bono (diperankan Nicholas Saputra). Bono yang lagi stuck dengan ide masakan
yang harus ia masak ngajakin Aruna untuk wisata kuliner tapi Aruna selalu sibuk
dengan pekerjaannya sehingga Bono pingin ikut Aruna ke lapangan gitu deh.
~wqwqwq
Dalam
perjalanannya, rekan kerja Aruna, Farish (diperankan Oka Antara) ternyata ikut
juga bertualang ke lapangan. Demikian juga teman Bono yang Bernama Nadezhda
(diperankan Hannah Al Rashid). Jadinya mereka bertualang deh, mulai dari
Surabaya, Madura, Pontianak hingga Singkawang (Kalimantan Barat).
Bono, Nadezhda, dan Aruna lagi makan
Film
ini merangkum sejumlah kuliner citarasa Nusantara seperti rawon dan rujak soto
Jawa Timur hingga pengkang dan Nasi Goreng Pontianak. Film ini sekilas seperti
film Nicholas Saputra lainnya yang pernah saya tonton, yakni 3 Hari Untuk
Selamanya (2007), yang sama-sama menceritakan perjalanan tokoh utamanya
keliling berbagai kota di Indonesia. Bedanya film ini dibalut dengan sentuhan
kuliner saja.
Perbedaan
paling mendasar dengan film drama Indonesia sejenis seperti 3 Hari Untuk
Selamanya (2007) maupun film Indonesia lainnya adalah, film ini dibumbui dengan
permasalahan kompleks terkait persahabatan dan dunia kerja yang lebih relate
bagi orang-orang yang sudah berusia 30-an ke atas, terutama di kota-kota besar
seperti Jakarta. Ya gimana, Nicholas Saputra dan Dian Sastro bukan lagi berperan
sebagai remaja seperti di film Ada Apa Dengan Cinta (2002). ~wqwqwq
Film
ini memang dibuat pada tahun 2018 yang lalu, tapi seolah-olah meramalkan
pandemi Covid-19 karena film ini menyajikan kasus endemik flu burung yang bisa
berpotensi jadi pandemi global dengan berbagai nakes yang menggunakan APD (alat
pelindung diri) yang kita lihat saat pandemi Covid-19 berlangsung. Di sini juga
terdapat skandal konspirasi industry farmasi yang berusaha menanipulasi data
pasien flu burung supaya industri farmasi bisa dapat untung dari vaksin dan
berbagai alat Kesehatan yang akan mereka jual kelak. Nampak familiar? ~wqwqwq
ULASAN
Tentu,
ekspektasi awal saya nonton film ini karena saya kepingin melihat berbagai
kekayaan kuliner Nusantara yang sangat memanjakan lidah, namun fokus film ini
ternyata bukan ke arah sana karena malah focus bercerita tentang drama
percintaan di antara Aruna, Bono, Farish, dan juga Nadezdha.
Aruna
naksir Farish, tapi Farish sudah punya pacar jadi Aruna gak berani
mengungkapkan perasananya padanya. Farish juga sebetulnya suka pada Aruna tapi
ia gak berani mengungkapkan perasananya. Selain itu, mereka ini kan rekan
kerja, takutnya jadi awkward gitu kalau jadian. Sedangkan Bono naksir Nadezdha,
tapi Nadezdha adalah seorang playgirl yang nekad berpacaran dengan pria yang
sudah punya pasangan karena ia menyukai tantangan. Problematik banget wqwqwq.
Unsur
lain film ini yang jadi nilai jual film ini tentu saja perpaduan dari lagu
lawas dan lagu kontemporer Indonesia yang sangat pas dipadukan. Gak usah heran,
karena film ini bukan film sembarangan. Film ini level FFI! Film ini bahkan
berhasil memenangkan dua Piala Citra dari Sembilan nominasi yang disematkan
padanya, yakni untuk kategori Pemeran Pendukung Pria Terbaik untuk Nicholas
Saputra dan Penulis Skenario Adaptasi Terbaik untuk Penulis Skenario Adaptasi
Terbaik .
Meski
hanya Nicholas Saputra yang dapat Piala Citra, ketiga tokoh lainnya dalam film
ini sama-sama dapat nominasi, lho! Oka Antara dapat nominasi Pemeran Utama Pria
Terbaik, Hannah Al Rashid dapat nominasi Pemeran Pendukung Wanita Terbaik, dan
Dian Sastro dapat nominasi Pemeran Utama Wanita terbaik. Gila sih ini film,
memang gak main-main!
Bagi
orang yang suka traveling dan pencinta kuliner, film ini bisa dibilang
memanjakan Hasrat mereka untuk traveling dan makan-makan soalnya tidak hanya
menyajikan pemandangan Indonesia yang keren, tapi berbagai kuliner Indonesia
yang menggugah selera. Tapi bagi saya yang jarang traveling dan gak pernah
wisata kuliner, film ini terasa biasa saja. Ya gimana, saya kalau traveling gak
mikirin ada kuliner apa di daerah sana, lebih mikirin makro nutrisi dan mikro
nutrient dari makanan yang akan saya makan biar saya bisa meraih bodygoals yang
saya inginkan. ~wqwqwq
Dari
sekian banyak film Indonesia yang sudah saya tonton, jarang banget film yang
settingnya di Kalimantan. Sebagian besar film Indonesia yang sudah saya tonton
banyak yang bersettingi Jakarta atau minimal Pulau Jawa. Paling ya film-film
macam Laskar Pelangi (2008) saja yang settingnya di luar Pulau Jawa. Sebagian film
Indonesia lainnya bersetting di luar negeri macam Ayat-Ayat Cinta (2008) atau Ketika
Cinta Bertasbih (2009). Jarang banget yang settingnya di Kalimantan kan? Tentu,
hal tersebut bukan tanpa alasan, pusat industri media dan segala tetek
bengeknya kan ada di Jakarta. Ribet kalau harus memboyong kru dan alat-alat ke
luar Jakarta.
Baca tulisan
saya: Rekomendasi
Film Berlatar Bandung yang Wajib Ditonton
Desta yang jarang tampil di film ini wqwqwq
Selain
keempat tokoh yang saya sebutkan di atas, ada dua tokoh lainnya yang ada di film
ini seperti Priya (diperankan Ayu Azhari), dan Burhan (diperankan Desta), rekan
kerja Farish dan Aruna, tapi kemunculan mereka jarang banget. Tapi justru
kekuatan film ini adalah fokusnya pada empat tokoh di atas. Jadi gak
ngalor-ngidul kemana-mana kayak sinetron-sinetron Indonesia atau series-series
macam The Walking Dead. ~wqwqwq
Ratatoille dan Aruna & Lidahnya yang nampilin banyak makanan di filmnya |
Anyway,
Aruna & Lidahnya ini juga bisa saya sebut sebagai comfort show yang enak
ditonton ketika santai soalnya storylinenya gak rumit tapi kualitas akting
empat tokoh utamanya gak main-main. Keempat pemeran di film ini dapat nominasi
Piala Citra dan salah satunya dapat Piala Citra. Artinya ya film ini memang gak
main-main. Selain itu mata kita dimanjakan dengan berbagai pemandangan alam dan
kota Indonesia non Pulau Jawa yang selama ini cuma kita lihat lewat foto-foto
atau dokumenter doang. Jarang banget yang muncul di film bioskop kan. Aruna &
Lidahnya ini bisa saya sebut sebagai Ratatouille-nya Indonesia meski fokusnya
bukan di makanan dan masak memasak, tapi drama cinta-cintaannya.
Baca tulisan saya tentang Comfort Show di Mojok: Comfort Show: Alasan Kita Nontonin Tontonan yang Sama Berulang Kali
0 Comments