Ilustrasi kakek dan nenek


Sebagian besar orang di dunia ini tentu nggak asing dengan kakek dan neneknya, baik dari pihak ayah, maupun pihak ibu. Kakek dan nenek biasanya sangat sayang pada cucu-cucunya dibandingkan pada anak-anaknya, makanya sosok kakek dan nenek itu jadi sosok favorit seorang cucu sejak ia lahir hingga dewasa.

Banyak orang di seluruh dunia sengaja menyempatkan diri supaya bisa berkunjung secara rutin ke rumah kakek dan neneknya di kediamannya masing-masing. Biasanya kunjungan tersebut dilakukan saat libur Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Tahun Baru, atau hari libur lainnya.

Sejak kecil, saya cuma bisa melihat serba-serbi kunjungan cucu ke kediaman kakek dan neneknya masing-masing lewat film doang. Paling mentok cuma menyimak cerita kunjungan teman-teman saya saja ke kediaman kakek dan neneknya. Ya gimana, soalnya saya memang nggak punya kakek dan nenek sejak lahir karena kakek dan nenek saya baik dari pihak ayah maupun ibu saya sudah wafat sebelum saya lahir. Wqwqwq

Baca tulisan saya di Mojok: Begini Rasanya Nggak Pernah Mudik Lebaran Sejak Lahir

Gimana rasanya nggak punya kakek dan nenek?

Sejak lama, banyak yang bertanya pada saya, “Gimana rasanya nggak punya kakek dan nenek?

Sejujurnya, saya nggak tahu juga ya gimana harus menjelaskannya kayak gimana. Setiap liburan Idul Fitri tiba atau liburan Tahun Baru tiba, saya Idulfitri tiba saya cuma bisa manggut-manggut saja ketika teman-teman atau sanak saudara saya cerita tentang liburan mereka ke rumah kakek dan neneknya.

Sewaktu kecil, mereka cerita bahwa mereka dikasih mainan hingga uang oleh kakek dan neneknya. Saat sudah dewasa, mereka cerita bahwa mereka dikasih artefak berhraga oleh kakek dan neneknya menjelang hari pernikahan mereka. Pun ketika nonton adegan mesranya seorang cucu pada kakek dan neneknya lewat serial atau film yang saya tonton, saya cuma bisa nyimak aja.

Nggak punya kakek dan nenek memang bukan pengalaman yang traumatik-traumatik banget bagi saya. Dalam artian, gak sampai membuat perkembangan psikologis saya terganggu.

Saya cuma iri aja dengan orang yang bisa bercerita tentang apa saja pada kakek dan neneknya tentang hal-hal yang tidak mereka ceritakan pada orang tuanya. Saya juga iri dengan mereka-mereka yang selalu dikasih hadiah oleh kakek dan neneknya setiap kali bertemu dengan kakek dan neneknya karena saya gak pernah merasakan punya kakek dan nenek sejak lahir.

Meskipun begitu, saya cukup beruntung punya sejumlah sanak saudara maupun sosok lainnya yang saya “tuakan” layaknya kakek dan nenek saya sendiri karena sejak saya kecil, mereka selalu bersikap suportif pada saya seperti kakek dan nenek saya sendiri. Seperti memberikan saya hadiah berupa uang atau mainan, maupun sekadar mentraktir saya makan. Mereka juga melihat saya tumbuh sejak saya lahir sampai saat ini meskipun saya belum sukses-sukses banget sebagaimana mestinya.

Di satu sisi, ada baiknya juga sih nggak punya kakek dan nenek sejak lahir. Pasalnya, saya sering melihat pertengkaran keluarga antara kakek dan nenek dengan anak-anaknya hingga pertengkaran kakek dan nenek dengan cucu-cucunya yang disebabkan berbagai hal, mulai dari masalah sepele seperti miskomunikasi antara kakek dan nenek dengan anak cucunya akibat perbedaan generasi, hingga pertengkaran hebat di antara mereka terkait urusan warisan keluarga.

Hal tersebut gak cuma saya lihat lewat novel, komik, series, atau film saja, tapi ada yang saya lihat secara langsung juga. Ngebayangin berada di tengah-tengah situasi seperti itu ngeri juga sih. Bikin capek rasanya.

Kira-kira seperti itulah yang saya rasakan tumbuh tanpa sosok kakek dan nenek sedari lahir. Bagi yang masih punya kakek dan nenek, usahakan untuk terus mengunjungi mereka secara berkala ya! Rawat mereka juga sebisa kalian karena tanpa adanya mereka, kalian gak akan bisa lahir dan tumbuh seperti sekarang ini. Itulah nasihat saya yang sedari lahir nggak punya kakek dan nenek.