IMDb: 7,5/10 | Rating
Saya: 9/10
Rated: PG-13 | Genre: Comedy,
Drama
Directed by Marc Forster
Screenplay by David Magee
Based on A Man Called Ove, by Fredrik Backman, A Man Called Ove by Hannes Holm
Produced by Fredrik Wikström Nicastro, Rita Wilson,
Tom Hanks, Gary Goetzman
Starring Tom Hanks, Mariana Treviño, Rachel
Keller, Manuel Garcia-Rulfo, Truman Hanks, Mike Birbiglia
Cinematography Matthias Königswieser
Edited by Matt Chessé
Music by Thomas Newman
Production companies Columbia Pictures, Stage 6 Films, SF
Studios, Artistic Films, Playtone, 2DUX², STXfilms, Big Indie
Distributed by Sony Pictures Releasing
Release date 29 December 2022 (United States)
Running time 126 minutes | Country United
States
Language English | Budget $50 million | Box Office
$112,7 million
Sejak lama, film Tom Hanks macam
Forrest Gump (1994), The Green Mile (1999), Cast Away (2000), The Terminal
(2004), Captain Phillips (2013), hingga Greyhound (2020) gak ada yang gak bagus.
Makanya begitu film A Man Called Otto dirilis, saya gak ragu dengan film
tersebut. Simak ulasan saya berikut ini.
STORYLINE
A Man Called Otto adalah film keluaran tahun 2022 buatan Amerika Serikat yang bercerita tentang seorang pria bernama Otto Anderson. Otto (Tom Hanks) adalah seorang duda berusia 63 tahun Generasi Baby Boomers yang kerjaannya marah-marah melulu. Apa aja ia marahin, mulai dari orang random yang parkir gak becus di lingkungan rumahnya, Mileneal dan Gen Z yang ia anggak gak becus dalam bekerja gak gak becus, hingga kucing pun ia marahi.
Penyebabnya adalah karena istri Otto, Sonya
Anderson (Rachel Keller) telah wafat enam bulan yang lalu sehingga Otto stress
berat. Otto sempat melakukan empat percobaan bunuh diri dalam film ini, namun
selalu berakhir dengan kegagalan.
Percobaan pertama gagal karena
langit-langit yang ia gunakan untuk gantung diri tiba-tiba keropos. Percobaan kedua
gagal karena tiba-tiba Marisol (Mariana Treviño), tetangga baru Otto mengintrupsi
Otto ketika ia mencoba bunuh diri dengan menghirup gas monoksida karena suaminya,
Tommy (Manuel Garcia-Rulfo), patah kaki saat memperbaiki rumahnya. Percobaan ketiga
gagal karena Otto yang semula akan bunuh diri dengan lompat ke kereta yang
sedang melaju tiba-tiba batal karena seorang pria jatuh ke rel sehingga Otto memutuskan
untuk menyelamatkan pria tersebut. Percobaan keempat pun kembali gagal karena
saat akan bunuh diri dengan menembakkan senjata api, murid dari Sonya bernama Malcolm
(Mack Bayda) mengetuk pintu rumah Otto sehingga lagi-lagi Otto gagal dalam
melakukan bunuh diri.
Otto dan Sonya di masa lalu |
Film ini pun menceritakan masa lalu
Otto dan Sonya yang sangat indah. Dimana saat Otto gagal masuk militer akibat
kondisi medis yang dialaminya sengaja salah naik kereta supaya ia bisa
mengembalikan buku milik Sonya yang terjatuh. Sonya pun langsung jatuh hati pada
Otto dan berempati padanya karena Sonya melihat keistimewaan hati Otto hingga
akhirnya mereka menikah. Ditinggal seorang wanita spesial seperti Sonya membuat
saya bersimpati pada Otto. Saya jadi paham kenapa ia marah-marah melulu bahkan
mencoba untuk bunuh diri. Hidup tanpa Sonya berat banget soalnya!
Otto yang semula dikenal sebagai orang
tua menyebalkan lambat laun jadi terbuka pada Marisol, suaminya, dan anak-anak
mereka yang masih kecil. Otto juga jadi terbuka pada Malcolm yang bercerita
bahwa semasa hidup, Sonya adalah satu-satunya orang yang menerima ia apa adanya
karena Malcolm adalah seorang transgender. Otto juga bersama tetangganya berusa
melawan korporasi besar bernama Dye & Merika yang berusaha memanipulasi
Otto dan tetangga-tetangganya untuk segera menjual rumah mereka supaya Dye
& Merika bisa melebarkan sayap mereka di lahan tersebut.
REVIEW
Seperti yang saya bilang di atas, film
Tom Hanks gak ada yang gak bagus. Tadinya saya berencana nonton ini di bioskop,
tapi gak sempat dan lagi krisis keuangan juga, jadi ya hanya bisa nonton di
rumah.
Akting Tom Hanks emang gak usah
diragukan lagi, termasuk di film ini. Film ini awalnya lucu. Saya tertawa
karena menyaksikan Otto yang kerjanya marah-marah melulu ke Mileneal dan Gen Z
yang ia anggap gak becus, tapi flashback antara Otto dan Sonya ini bikin saya
sedih, seolah-olah saya punya kenakan yang indah seperti kenangan antara Otto
dan Sonya. Film ini pun depresif banget karena Otto berkali-kali melakukan percobaan
bunuh diri. Meski rating film ini untuk 13 tahun ke atas dan terkesan seperti
film keluarga, sebaiknya ya jangan ditonton oleh seseorang yang belum mencapai
usia 17 tahun juga.
Bagi saya, Otto beruntung punya
tetangga seperti Marisol. Marisol juga beruntung punya tetangga seperti Otto.
Jika mereka berdua tidak bertemu, mungkin kehidupan mereka akan hambar. Otto
mungkin sudah berhasil bunuh diri, dan Marisol mungkin tidak akan bisa
mengemudi sama sekali karena di film ini, Otto secara sukarela menjadi guru
mengemudi bagi Marisol. Otto juga beruntung bisa bertemu Malcolm karena jika
tidak bertemu Malcolm, mungkin Otto sudah berada di alam sana. Dan mungkin
Malcolm juga sudah sama-sama melakukan bunuh diri juga karena orang tuanya
sendiri pun tidak bisa menerima Malcolm karena ia merupakan seorang
transgender.
Bisa saya bilang, film ini layaknya
versi modern dari Forrest Gump. Dalam artian, storylinenya menyesuaikan diri
dengan kondisi teknologi zaman sekrang karena film ini memperlihatkan sosial
media dan teknologi otomotif zaman sekrang itu seperti apa. Termasuk unsur LGBT
di film ini. Satu-satunya unsur LGBT dalam film ini adalah Malcolm yang merupakan
seorang transgender. Namun gak masuk woke culture banget karena apapun kondisi
Malcolm, mau ia seorang pria, wanita, atau transgeder sekalipun tak akan berpengaruh
pada jalan ceritanya, tidak seperti film-film woke culture lainnya. ~wqwqwqwq
0 Comments