Kabar
duka datang dari dunia olahraga Indonesia. Binaragawan Indonesia, Justyn Vicky wafat
usai barbel seberat 210 KG menimpa lehernya saat sedang latihan. Dilansir dari Pikiran Rakyat,
Justyn berusaha mengangkat beban dari posisi jongkok menuju berdiri, namun
gagal sehingga barbel tersebut menekan lehernya sehingga membuat kepalanya
tertekuk ke dalam. Akibat kejadian tersebut, leher Justyn patah leher dan mengalami
kerusakan syaraf yang terhubung ke paru-paru dan jantung.
Baca
tulisan saya di Mojok: Nge-Gym
doang mah Gampang, yang Susah Istiqamahnya!
Sontak,
kabar duka tersebut langsung jadi bahan obrolan di kalangan anak gym. Terlebih,
video kecelakaan yang menyebabkan Justyn wafat tersebut beredar luas di dunia
maya. Beberapa anak gym menyayangkan kejadian yang seharusnya bisa dicegah seandainya
Justyn latihan dengan lebih safety, yakni dengan meminta spotter (partner yang
menjaga orang yang sedang angkat beban berat) yang lebih berpengalaman.
Namun,
nasi sudah menjadi bubur. Turut berduka atas wafatnya Justyn Vicky.
Mudah-mudahan blio ditempatkan di Surga-Nya dan semoga keluarga yang
ditinggalkan diberikan kekuatan. Berkaca dari kasus wafatnya Justyn, saya cuma
mau mengingatkan kepada seluruh anak gym untuk nggak ego lifting ketika
lagi latihan di gym.
Apa
itu Ego lifting?
Ego
lifting adalah sebuah istilah anak gym yang digunakan ketika
seseorang mengangkat beban lebih berat dari yang ia mampu angkat. Biasanya,
anak gym melakukan ego lifting untuk pamer pada member gym lain yang
lagi sama-sama latihan atau biar postingan video latihannya terlihat lebih
keren di media sosialnya.
“Lho?
Bukannya harus angkat beban berat ya biar otot cepat jadi?”
Memang
betul, supaya massa otot meningkat, kita harus melakukan progressive
overload, yakni beban yang kita angkat harus lebih berat dari hari kemarin.
Tapi bukan berarti kalian harus memaksakan diri mengangkat beban yang lebih
berat seenak jidat kalian! Kalian gak cuma bisa cedera, tapi bisa meninggal!
Serius.
Solusinya
gimana?
Misalnya,
kalian sudah bisa melakukan bench press atau squat dengan beban 60 KG sebanyak
12 repetisi. Kalian merasa, “Bebannya udah terlalu ringan nih. Mau saya
tambahkan jadi 70 KG biar bisa melakukan progresive overload!”
Nah,
jangan sok ide dulu bahwa beban seberat 70 KG tersebut bisa kalian angkat
begitu saja. Mintalah bantuan member lain atau personal trainer yang ada di gym
untuk jadi spotter untuk berjaga-jaga jika beban tersebut tidak bisa kalian
angkat. Gak usah malu segala. Kehadiran spotter ini supaya risiko cedera bahkan
amit-amit, risiko kematian bisa kalian minimalisir.
Sekalipun
kalian selalu latihan sendiri seperti saya, saya yakin member lain atau
personal trainer yang ada di gym akan dengan senang hati jadi spotter ketika
kalian sedang latihan asalkan kalian memintanya dengan sopan pada mereka.
Spotting itu gak akan menghabiskan waktu nyampe 2 menit sehingga aneh banget
kalau mereka menolak jadi spotter.
“Ah,
cuma nambahin 10 KG aja pasti keangkat kok! Ngapain repot-repot pakai spottter?
Jangan lemah jadi orang!”
Dibilangin
ngeyel! Beberapa bulan yang lalu, saya pernah sok-sok ego lifting kayak gitu.
Saya biasa melakukan bench press seberat 85 KG sebanyak 6 repetisi tanpa
spotter sama sekali. Lalu saya iseng nambahin bebannya sebanyak 2 KG dengan
ekspektasi, “Ah, keangkat nih cuma nambah 2 KG mah. Pasti bisa ngangkat
minimal 3 repetisi seorang diri!”
Tahu
apa yang terjadi selanjutnya? Saya cuma bisa ngangkat 1 repetisi doang! Pada
repetisi kedua, barbelnya stuck di dada saya. Untungnya, saat itu ada member
lain yang lagi latihan di sebelah saya sehingga barbel tersebut blio bantu
angkat. Kalau nggak, mungkin saya mengalami cedera parah karena barbel tersebut
menimpa dada saya. Kebetulan, kejadian tersebut sempat saya abadikan lewat
video di handphone saya yang saya simpan sebagai reminder agar saya gak lagi
ego lifting.
Memang
benar, beban yang saya angkat tergolong ringan dibandingkan beban yang diangkat
Mendiang Justyn. Kalaupun barbel tersebut nimpa dada saya, saya mungkin gak
akan meninggal dunia, tapi malunya itu lho! Member lain yang lihat kejadian
tersebut pasti tertawa dalam hatinya, “Sok-sok ngangkat gak pakai spotter
sih!”
Bahkan,
binaragawan legendaris Indonesia, Ade Rai saja pernah hampir meninggal karena
terlalu memaksakan diri ketika latihan. Besi yang blio angkat menimpa tubuhnya.
Saat itu, blio berlatih sendirian di gym jam 12 malam sehingga gak ada yang
nolongin. Beruntung, blio bisa meloloskan diri dari kejadian tersebut dengan
sedikit memar di tubuhnya. Belajar dari pengalamannya, Ade Rai berpesan agar
tidak berlebihan saat latihan. Semua harus dilakukan secara terstruktur dan
mementingkan keselamatan.
Sekali
lagi, umur memang urusan Tuhan Yang Maha Kuasa, tapi kita bisa meminimalisir
risikonya dengan melakukan latihan secara terstruktur dan mementingkan faktor
keselamatan.
Baca
tulisan saya di Mojok: Panduan
Singkat Sebelum Memutuskan Membeli Whey Protein
Meskipun
begitu, kalian jangan menggunakan risiko kecelakaan atau cedera di gym sebagai
alasan untuk malas latihan. Apapun yang kita lakukan dalam hidup, pasti ada
risikonya. Sekadar berjalan kaki saja ada risiko tertabrak bukan?
0 Comments