Bandung Medical Center. Sumber foto: Urban Jabar


Sejak kecil, saya agak skeptis dengan hal-hal yang berbau supranatural. Saya agak skeptis dengan keberadaan makhluk astral seperti pocong, kuntilanak, suster ngesot, hingga genderuwo. Saya juga skeptis dengan yang namanya kesurupan dan juga ilmu hitam.

Baca tulisan saya di Mojok berikut ini: Alasan Saya Skeptis dengan Ilmu Hitam

Alasannya? Sebagian besar akademisi di bidang kedokteran dan psikiatri membuktikan bahwa kesurupan bukan diakibatkan “masuknya” makhluk halus. Kesurupan adalah kondisi neurologis (konstelasi psikologis) di otak manusia merupakan cara mendapatkan keuntungan (gain) untuk lepas dari tekanan mental yang tak disadari. Misalnya, ketika seseorang gagal jadi juara sekolah, atau memang pada dasarnya caper aja.

Saya lebih mempercayai pendapat akademisi di bidang kedokteran dan psikiatri karena mereka adalah kumpulan orang jenius yang susah-susah kuliah kedokteran dan psikiatri selama puluhan tahun. Setelah lulus, mereka juga menghabiskan sebagian besar waktunya untuk meneliti fenomena tersebut supaya bisa dijelaskan secara saintifik. Saya lebih mempercayai mereka dibandingkan pendapat orang yang mengklaim sebagai orang pintar, anak indigo, apalagi dukun.

Tapi jangan salah, saya tetap suka dengan film horror yang menampilkan sosok makhluk astral seperti pocong, kuntilanak, suster ngesot, hingga genderuwo. Gak cuma film horror dari Indonesia saja, saya juga suka nonton film horror buatan Hollywood maupun buatan negara Asia lainnya seperti Jepang, Thailand dan Korea Selatan. Saya menganggap cerita-cerita tersebut sebagai hiburan untuk melepas penat.

Selain karena saya lebih percaya dengan pendapat para akademisi, saya juga tidak punya pengalaman supranatural seperti melihat sosok makhluk astral, menyaksikan praktik ilmu hitam, maupun mengalami hal-hal supranatural secara langsung. Kalau saya sudah menyaksikan atau mengalaminya secara langsung, mungkin saya akan lebih percaya.

Nah, pada bulan September 2017, akhirnya saya punya pengalaman mistis. Saya berwisata mistis ke salah satu destitasi wisata horror terkemuka di Kota Bandung dengan tmean saya.  Tempat tersebut adalah Bandung Medical Center. Bagi yang belum tahu, Bandung Medical Center adalah sebuah bangunan bekas Rumah Sakit Sartika Asih yang sudah tidak difungsikan selama bertahun-tahun oleh pemiliknya.

“Kenapa saya yang skeptis dengan hal supranatural sengaja ikut wisata mistis?”, jawabannya sederhana. Saat itu saya masih berstatus sebagai pengangguran. Saya baru saja lulus dari perguruan tinggi tempat saya menuntut ilmu. Jadi ketika teman saya yang bernama Rachmat ngajakin saya untuk wisata mistis gak pakai lama saya langsung setuju untuk ikut.

Rachmat ini memang aktif sebagai salah satu anggota komunitas wisata mistis di Kota Bandung yang rajin mengunjungi tempat-tempat mistis di Bandung dan sekitarnya. Sejak kuliah, beliau pun punya wawasan yang luas terkait dunia supranatural dan segala serba-serbinya. Enak banget buat diajak diskusi!

Saat itu, bangunan yang terletak di Jl. Penata Yudha Kota Bandung ini penampakannya persis seperti rumah sakit yang kerap kita lihat pada film horror. Dari luar saja kita sudah bisa melihat bagaimana suramnya tempat ini. Catnya sudah kusam, lumut dimana-mana, pencahayaannya buruk, dan kaca yang sudah pecah dimana-mana. Hal tersebut diperparah dengan keberadaan puluhan pohon tinggi yang berjejer kokoh di taman depan bangunan tersebut yang membuat suasana siang hari seperti sore hari.

Setibanya di depan bangunan tersebut, saya tidak bisa menyembunyikan antusiasme saya akan wisata mistis yang akan saya lakukan. Sudah bertahun-tahun ada begitu banyak cerita mistis yang saya dengar dari orang-orang yang sudah memasuki bangunan tersebut. Mulai dari orang yang melihat penampakan Noni Belanda, ‘diikuti’ sampai ke rumah, sampai ada yang kesurupan segala! Sejak era sosial media, Bandung Medical Center ini kerap kali digunakan oleh para YouTuber maupun content creator lainnya sebagai lokasi pembuatan konten.

Untuk memasuki tempat ini, saya dan Rachmat ’meminta izin’ untuk masuk pada abang-abang yang ditugaskan untuk menjaga tempat ini. Sebagai ‘tiket masuk’, kita juga bisa memberikan abang-abang penjaga itu dengan sebungkus rokok maupun uang rokok yang nominalnya terserah kita.

Begitu masuk, aura spooky langsung menghantui kami. Secara ilmiah, hal tersebut diakibatkan gelap dan lembabnya bangunan yang baru saja saya masuki. Bangunan khas Belanda yang saya masuki tersebut memiliki langit-langit yang tinggi jika dibandingkan dengan bangunan lainnya, makanya saya gak heran jika suasananya dingin, lembab, dan banyak angin berhembus.

Kami langsung membagi tugas. Karena penerangan di dalam bangunan ini sangat minim, Rachmat saya meminta saya untu menyalakan lampu flash smartphone saya untuk menerangi perjalanan kami. Sedangkan Rachmat menggunakan smartphonenya untuk Live Instagram. Sampai saat ini file rekamannya masih saya simpan rapi di Google Drive, siapa tahu berguna suatu saat nanti.

Kami mengeksplorasi ruangan demi ruangan, mulai dari bekas kamar bayi, ruang rawat inap, hingga ruangan yang kami duga sebagai bekas kamar mayat. Sepanjang eksplorasi tersebut, bulu kuduk saya gak berhenti untuk bergidik. Saya gak heran dengan merindingnya kulit saya. Sejak lama, manusia pasti mengalami rasa merinding jika merasakan adanya ancaman. Hal secara otomatis diturunkan secara genetis dan tidak bisa kita kontrol sama sekali. Beberapa hewan mamalia seperti kucing maupun anjing pun mengalami hal yang kurang lebih sama. Dalam dunia medis, hal ini dinamakan refleks pilomotor.

Sampai sekarang, saya heran kenapa bangunan ini ditinggalkan begitu saja oleh manajemen rumah sakit yang dulu membuka layanan medis di bangunan ini. Hipotesa saya, bangunan ini ditinggalkan bukan karena permasalahan remeh temeh seperti makhluk astral, tapi karena masalah finansial. Kenapa? Meskipun bangunan ini terletak di pusat kota, tanah dan bangunan ini tergolong kecil untuk ukuran sebuah rumah sakit. Sekalipun rumah sakit ini dikunjungi banyak pasien, rumah sakit ini tidak bisa melakukan ekspansi yang besar, makanya rumah sakit ini ditinggalkan.

Sayangnya, pihak manajemen rumah sakit ini menelantarkan bangunan ini begitu saja tanpa merenovasinya terlebih dahulu sehingga banyak dimanfaatkan masyarakat Kota Bandung maupun penikmat wisata mistis untuk melakukan wisata mistis di tempat ini. Bangunan ini sering dikunjungi oleh salah satu sekolah swasta yang letaknya persis di depan rumah sakit ini.

Foto ilustrasi kondisi di Bandung Medical Center

Untungnya, saat saya berkunjung, ada abang-abang yang berjaga di pintu masuk biar bangunan besar ini tidak dimanfaatkan untuk tindakan asusiala maupun transaksi barang haram. Abang-abang penjaga tempat ini pun menyarankan masarakat yang akan wisata mistis ke bangunan ini untuk tidak mengunjungi bangunan ini selepas ashar karena tempat ini akan semakin mencekam jika waktu semakin senja.

Di bangunan ini, untuk pertama kalinya dalam hidup saya melihat benda yang bergerak sendiri. Saya melihat pintu dan jendela yang bergerak secara tidak wajar. Kenapa saya sebut tidak wajar? Pintu dan jendela tersebut tidak hentinya bergetar seolah-olah ada gempa bumi yang menggetarkan benda tersebut.

Untungnya, saya tergolong berani dan tidak lari ketika menyaksikan peristiwa tersebut. Saya malah anteng melihat peristiwa tersebut selama beberapa puluh detik, mencoba mencari penjelasan logis tentang apa yang baru saja terjadi. Mungkinkah karena medan magnet? Atau hembusan angin? Sayangnya saya tidak punya pengetahuan fisika yang cukup dalam sehingga hanya bisa menerka-nerka sambil membayangkan bahwa saya ini adalah Albert Einstein atau Nikola Tesla.

Selanjutnya, tidak ada peristiwa istimewa lagi yang bisa saya ceritakan. Kami hanya mengeksplorasi bangunan tersebut dari ujung ke ujung. Saya membayangkan bagaimana suasana bangunan ini jika masih berfungsi. Saya membayangkan bagaimana aktivitas pelayanan medis yang dilakukan tenaga medis profesional dan masyarakat yang sedang berobat disini selayaknya rumah sakit pada umumnya.

Saya gak kepikiran dengan yang namanya hantu meskipun berkali-kali saya merasakan refleks pilomotor yang bikin bulu kuduk saya merinding. Saya malah mikir, “Kalau malam hari kayaknya lebih seru ya?

Saya mendapatkan jawabannya dari Rachmat secara langsung. Pada dasarnya, abang-abang yang menjaga bangunan ini tidak melarang masyarakat untuk memasuki tempat ini selepas ashar. Masyarakat yang ingin memasuki bangunan ini kala senja tiba hanya diminta untuk melakukan perjanjian dengan abang-abang penjaga yang bertugas bawa segala macam risiko ditanggung sendiri. Jika terjadi hal-hal yang diinginkan, beliau tidak mau bertanggung jawab sama sekali.

Rupanya, jauh sebelum ngajakin saya ke Bandung Medical Center, Rachmat pernah nginap segala di tempat ini dengan teman-teman komunitasnya untuk wisata mistis. Saya hanya bisa membayangkan, suasananya akan jauh lebih spooky dibandingkan suasana yang saya rasakan ketika berkunjung ke tempat ini. Setelah puas mengeksplorasi tempat ini, saya dan Rachmat pun pulang ke kediaman masing-masing.

Malamnya, teman saya yang bernama Iren mengomentari postingan Instastory saya yang menampilkan foto ruangan mayat.

Itu dimana?”, tanya Iren.

Di BMC. Bandung Medical Center

Di mana tuh?

Depan PGII. Tahu gak?

“Iya tahu. Ngapain lo kesana?”

“Wisata mistis. Nih ada videonya!”

Saya pun memperlihatkan video Live Instagram wisata mistis saya dan Rachmat padanya. Sejak pertama mengenanya, Iren memang punya sensitifitas tinggi untuk hal-hal yang berbau mistis. Saat saya main ke SMA tempatnya bersekolah, Iren kerap kali mengingatkan saya untuk berhati-hati dengan Nancy, si Nobi Belanda penunggu gedung sekolahnya bersekolah. Maklum, gedung sekolah tempat Iren bersekolah adalah bangunan yang sudah berdiri sejak zaman Kolonial Belanda. Setengah jam berselang, Iren mengirimkan chat pada saya:

“Itu dibelakang lo ada yang terbang!”

“Wah iya?”

“Serius! Ada Noni Belanda! Terus emang banyak makhluk astral lainnya di tempat itu!”

Saya tidak tahu harus bereaksi apa. Apakah saya harus percaya, atau tetap skeptis. Tapi saat itu saya tidak mempedulikan hal tersebut. Saya lebih peduli pada karir saya karena saya sudah satu bulan menganggur sejak saya diwisuda satu bulan sebelumnya.

Note:

Cerita ini sempat tayang di www.pengalamanhoror.com