“Latihan Mulu, Menangnya Kagak!”

Kalimat yang pastinya tidak asing untuk Generasi 90an yang tumbuh dengan menonton Sinetron Legendaris Si Doel bukan? Kalimat tersebut diucapkan Babe Sabeni yang kesal dengan performa timnas sepak bola Indonesia yang belum punya prestasi apa-apa, yang bahkan, hingga tulisan ini saya tulis.

Mungkin, ini juga ucapan fans Manchester United seperti saya, “Latihan Mulu, Menangnya Kagak!”

Baca tulisan saya di Mojok: Mungkin, Manchester United Baru Kembali Berjaya setelah 30 Tahun seperti Liverpool, atau Mungkin Tetap Jadi Medioker Hingga Kiamat

Sebagai (mantan) atlet, saya tahu, tugas atlet itu sejatinya, latihan, latihan, dan juga latihan. Supaya apa? Ya tentu saja, tujuan akhirnya adalah, supaya juara. Tapi, tentu saja, tidak semua keinginan manusia dapat terlaksana.

Di dunia, ini, saya yakin, ada ribuan pesepak bola yang berlatih dengan keras seperti Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Bahkan, pesepak bola yang latihan lebih keras dan lebih disiplin dari mereka berdua pasti banyak! Namun yang bisa dicap sebagai GOAT-nya sepak bola, hanyalah Lionel Messi. Barulah Cristiano Ronaldo. Setidaknya, jika dilihat dari perolehan gelar prestisius yang telah mereka dapatkan selama ini.

Tidak semua orang nasibnya seperti Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Ada yang sampai pensiun, tak pernah mencicipi gelar juara, baik di level sepak bola Eropa maupun level sepak bola Indonesia. Padahal, mereka bisa jadi berlatih lebih keras dari Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

Tidak semua pelatih nasibnya seperti Pep Guardiola atau Sir Alex Ferguson. Ada banyak pelatih sepak bola, yang sampai meninggal dunia, tak pernah membawa timnya meraih juara satu kali pun, baik di level klub, maupun di level timnas. Padahal, mereka belajar ilmu kepelatihan olahraga yang meliputi ilmu faal olahraga, ilmu psikologi olahraga, hingga ilmu gizi.

Tentu, faktornya banyak, mulai dari IQ setiap individu yang berbeda-beda. Genetik setiap individu yang berbeda-beda, hingga privilege yang dimiliki setiap orang yang berbeda-beda, hingga faktor nasib. Contohnya, Duncan Edwards. Jika beliau tidak meninggal dunia dalam Tragedi Munich, mungkin beliau bisa jadi pesepak bola yang skillnya setara dengan Diego Maradona. Begitulah ujar para pundit sepak bola.

Contoh lain, seandainya Zlatan Ibrahimovic adalah orang Inggris, mungkin ia bisa memenangkan World Cup atau Euro dengan segudang pengalamannya di berbagai klub Eropa, dikombinasikan dengan rekan-rekan satu tim lainnya. Seandainya Cristiano Ronaldo diberi rekan satu tim yang lebih superior, mungkin ia pun bisa memenangkan World Cup, sama seperti Lionel Messi.

Baca tulisan saya di Mojok: Hanya Atlet yang Juara yang Abadi dalam Ingatan, Lainnya Hanyalah Pesakitan

Dalam bidang lain, saya rasa, sama saja. Di dunia ini pasti ada yang lebih piawai bermain musik dibandingkan Freddie Mercury, Kurt Cobain, atau Chester Bennington. Tapi di antara ribuan musisi, hanya segelintir musisi saja yang diingat dunia. Dari jutaan lagu yang diciptakan oleh umat manusia, hanya segelintir lagu saja yang diingat dunia.

Lagipula, sejak awal bukankah konsepnya seperti itu ya? Kita terlahir karena kita adalah sel sperma yang berhasil menembus sel telur ketika pembuahan terjadi. Kita berhasil mengalahkan jutaan sel sperma lainnya. Padahal, jutaan sel sperma tersebut sama-sama berusaha, sama-sama bekerja keras.

Selama konsep pemenang itu ada maka akan ada pencundang untuk melengkapinya”, ujar Madara Uchiha. Seperti itulah hidup. Miliaran orang bekerja keras, miliaran orang berusaha, namun yang sukses? Hanya sekitar 1-2% saja. Dalam bidang sepak bola ada Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Dalam bidang musik ada Freddie Mercury atau John Lennon. Dalam bidang sains ada Albert Einstein dan Stephen Hawking.

“Latihan Mulu, Menangnya Kagak!”

Dalam dunia bela diri, seperti itulah konsepnya. Latihan seumur hidup hanya ditentukan dalam beberapa ronde di atas ring, jika mengambil konsep olahraga. Latihan seumur hidup hanya ditentukan dalam beberapa detik pertarungan hidup dan mati di jalanan, jika mengambil konsep bela diri. Bisa jadi, orang yang telah berlatih ilmu bela diri selama lima puluh tahun akan kalah dengan penjahat yang baru berlatih ilmu bela diri selama dua bulan, hanya karena saat bertarung, ia berhasil mencederai lawannya di area vitalnya terlebih dahulu. Padahal, sebelum-sebelumnya, ia telah mengalahkan ribuan petarung lainnya sebelum menghadapi penjahat tersebut.

Bukan berarti berusaha atau bekerja keras itu sia-sia. Namun jika mengutip ucapan Gus Baha, tugas kita dalah untuk berjuang dengan sekeras-kerasnya dan sehebat-hebatnya dalam mencapai tujuan kita. Namun, hasil akhirnya, Tuhan yang menentukan. Seperti yang saya contohkan di atas, yang berusaha lebih keras dari Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi itu banyak, tapi yang sukses hanya segelintir orang saja.