Dua
puluh tahun yang lalu, referensi saya buat nonton film/series ya pasti majalah
film macam Cinemags atau Movie Monthly. Biasanya, suka saya beli di depan
sekolah atau di tempat-tempat yang jual koran/majalah. Dari situ, saya langsung
memburu DVD film/series tersebut di tukang DVD.
Baca
tulisan saya di Mojok: Mengenang
Majalah Film, Barang Wajib Pencinta Film pada Masanya
Beda
dengan zaman sekarang. Seringkali saat ini saya melihat meme atau quotes dar sebuah
film/series maupun cuplikan potongan adegan di dalamnya, lalu saya berusaha mencatat
film/series tersebut dan menontonnya. Seperti film Up in the Air (2009), saya
nonton film ini setelah menonton potongan adegan antara George Clooney dan Anna
Kendrick tentang childfree.
Ryan Bingham dan Natalie Keener
Adalah
Ryan Bingham (George Clooney), yang pekerjaannya cukup unik: dia dipekerjakan
oleh sebuah perusahaan untuk memecat karyawan dari perusahaan lain. Jadi kalau
ada perusahaan yang nggak mau repot atau nggak siap secara emosional buat
memecat karyawannya sendiri, mereka manggil Ryan. Tugasnya? Terbang ke berbagai
kota di Amerika, duduk di depan karyawan yang nggak tahu apa-apa, dan dengan
wajah tenang bilang, “Kamu dipecat.” Semacam hitman profesional, tapi
versi korporat. Jadi kerjaannya Ryan tuh muter-muter Amerika naik pesawat buat
mecatin orang—hidupnya lebih banyak di udara daripada di darat.
Suatu ketika,
Ryan ketemu sama junior baru di kantornya, Natalie Keener (Anna Kendrick),
seorang lulusan universitas top yang ambisius banget. Ia punya ide cemerlang
untuk mecat-mecatin karyawan itu cukup pakai video call aja. As a Mileneals,
tentu saja saya setuju! Film ini keluaran tahun 2009, dan jelas Natalie ini
pemikirannya cukup revolusioner! Demi efisiensi! Tapi Ryan yang hampir setiap minggu,
atau bahkan setiap hari naik pesawat kesana kemari buat melakukan pekerjaannya
jelas gak setuju. Nanti gimana dong? Gak bisa jalan-jalan lagi? Jadinya ya bos
mereka nyuruh Ryan bawa Natalie buat ngeliat cara kerja Ryan itu kayak gimana.
Gak
munafik, nonton film ini tuh bikin saya iri dengan kehidupan Ryan. Bisa
dibilang, teknis pekerjaan Ryan ini adalah impian semua orang, atau at least,
impian saya. Bukan jenis pekerjaan mecat-mecatin orangnya ya, tapi maksud saya,
traveling setiap minggu pakai pesawat. Jarang ada di rumah dan menghabiskan
lebih banyak waktu di udara alih-alih di darat itu kan keren. Artinya, Ryan ini
orang penting, orang pintar, dan juga orang sibuk. Ia bisa berada pada posisi
tersebut karena keahlian yang dimilikinya.
Salah
satu sepupu saya pun begitu soalnya. Dalam setahun, beliau bisa lebih dari lima
kali ke luar negeri untuk urusan pekerjaan. Mulai dari negara-negara di Asia
Tenggara, Asia Timur, Amerika Serikat, hingga Eropa. Itu pun belum dihitung
dari perjalanannya ke luar negeri bersama keluarga untuk liburan. Jadi ya
kuantitasnya pasti lebih. Dan pastinya, gak mungkin naik kelas ekonomi, pasti
kelas ekonomi ke atas!
Kalau
kamu bilang “Saya gak bersyukur dengan hidup karena selalu melihat hidup
orang lain”, saya akan jawab, “Aren’t we all?”
Lagian
kenapa kita harus bersyukur dengan melihat orang di bawah kita? Bersyukur dengan
cara melihat orang yang lebih menderita. Misal, jangan mengeluhkan anakmu yang
rewel karena anakmu yang rewel itu adalah impian dari orang tua yang sudah
puluhan tahun belum dikaruniai anak. Jangan mengeluhkan pekerjaanmu yang toxic
dan melelahkan karena pekerjaanmu yang toxic dan melelahkan adalah impian
setiap pengangguran. Jangan mencela makananmu yang kamu sebut membosankan
karena itu adalah impian tukang becak yang gak bisa makan apa-apa karena gak
punya uang.
Oh
jadi itu kamu? Yang menjadikan ketidakberuntungan nasib orang lain sebagai
bahan bakar untuk rasa bersyukur? BUkankah harusnya kita bersyukur tanpa merendahkan
orang lain ya? Kalau kita bersyukur dengna melihat orang yang nasibnya di bawah
kita, bukannya itu termasuk sombong?
Dahulu,
Nabi Musa pernah hampir dicabut kenabiannya ketika beliau berkata “Bahkan
bangkai anjing pun hamba rasa masih lebih baik dari hamba”, lanjut Nabi Musa.
Mendengar
perkataan rasulNya itu Allah berfirman: “Musa, andai tadi jadi kau pungut
bangkai anjing itu dan membawanya padaKu sebagai yang lebih rendah derajatnya
darimu, maka akan Kucabut kenabian darimu.”
Ok, cukup
ngelanturnya, kembali ke film.
Seperti
film pada umumnya, Ryan yang tiap hari keliling Amerika naik pesawat, tidur di
hotel bintang lima, berpenampilan keren, dan hobi one night stand kayak Barney
Stinson atau Joey Tribbiani merasa kesepian. Klasik banget! Orang yang medioker
kayak saya tentu saja gak relate, karena ya belum pernah merasakan apa yang
dirasakan Ryan.
Ryan
akhirnya ketemu Alex (Vera Farmiga), seorang wanita yang punya kesibukan yang
sama seperti Ryan, di mana ia sering banget terbang ke sana kemari untuk urusan
pekerjaan. Mereka juga tipe yang gak mau ribet, pinginnya one night stand aja
tanpa banyak basa-basi dan drama.
Mungkin
sampai akhir hayat saya, saya gak akan pernah punya kehidupan seperti Ryan. Kalau
Ryan dibuat versi Indonesianya, mungkin saya gak bakal punya Garuda
Miles Platinum Titanium Super Dewa dan punya kenalan semua staf lounge bandara
dari Soekarno-Hatta sampai Sultan Hasanuddin. Tapi ya mau gimana lagi, namanya
juga hidup, kan?
Anyway,
mungkin pesan yang ingin disampaikan George Clooney itu gini: Sekeren apapun
hidupmu, kalau gak ada yang nungguin kamu pulang di rumah, ya kosong juga
rasanya. Mungkin itu kali ya? Karena pada akhirnya, bukan tentang seberapa
sering kita naik pesawat, seberapa banyak kota yang kita kunjungi, atau
seberapa keren hotel tempat kita menginap. Tapi soal siapa yang kita hubungi
duluan saat mendarat.
Tapi
ya munafik banget sih saya nulis kayak gitu? Kalau bisa milih, saya juga pingin
punya hidup kayak Ryan!
P.S:
Film ini juga menampikan J.K. Simmons, tapi ya cuma jadi cameo doang. ~wqwq
0 Comments