Beberapa
hari yang lalu saya menonton Superman karya James Gunn tanpa ekspektasi
apa-apa. Saya gak mau punya ekspektasi besar karena selama lebih dari satu
dekade, saya dan jutaan penggemar DC di seluruh dunia dibikin kecewa sama
Warner Bros, the real villain of DC Universe.
Bagaimana
tidak, semesta DC yang sudah capek-capek dibangun Zack Snyder banyak kena
intervensi sana-sini sampai harus ada dualisme Josstige League versi Joss
Whedon dan Zack Snyder’s Justice League. Demikian juga film-film setelah itu,
banyak mengalami kegagalan seperti Wonder Woman 1984 dan The Flash. Tapi
sebagaimana hidup, saya berusaha move on, makanya saya sengaja nonton Superman
karya James Gunn.
Superman
James Gunn jauh lebih cerah dan ringan
Kesan
pertama Superman versi James Gunn tentu saja Superman karyanya ini jauh lebih
cerah dibandingkan Superman karya Zack Snyder. Bukan tone warnanya saja yang
lebih cerah, tapi storylinenya pun jauh lebih cerah.
Clark
Kent alias Kal-El gak digambarkan sebagai pria frustasi yang cari jati diri
keliling dunia setelah mendapati planet kelahirannya hancur serta ayah
angkatnya mengorbankan dirinya sendiri untuk dirinya. Di sini, Clark Kent
digambarkan sudah cukup settle sebagai jurnalis di Daily Planet. Meski ya tahu
sendiri gaji jurnalis itu gak besar-besar amat. ~wqwqwq
James
Gunn pun gak ngambil story origin Superman itu kayak Zack Snyder. Di sini,
Superman sudah ‘bekerja’ selama bertahun-tahun melayani penduduk Bumi. Ia pun
bukan satu-satunya alien atau metahuman di Bumi karena ada sejumlah metahuman
lain yang punya pekerjaan serupa seperti Superman. Ada Hawkgirl, Mr. Terrific,
hingga Green Lantern. Superman pun ditemani anjing kesayangannya yang juga
punya kekuatan super bernama Krypto.
James
Gunn pun punya caranya sendiri dalam meramu film superhero. Ia memasukkan
banyak jokes, beda dengan Zack Snyder yang bear-benar serius dan gelap. Sayang,
James Gunn masih menggunakan formula yang sama dengan Zack Snyder. Yakni,
Superman sebagai alien, masih belum bisa diterima sepenuhnya oleh penduduk Bumi
karena propaganda media maupun komentar-komentar netizen nyinyir di media
sosial. Hal inilah yang kembali dimanfaatkan Jamess Gunn lewat villain film
ini, Lex Luthor untuk menyerang psikis Superman.
Lex Luthor yang lebih
mengerikan
Nicholas Hoult |
Nicholas Hoult menjalankan tugasnya sebagai Lex Luthor dengan baik. Ia bukan sekadar pemuda traumaits yang menyimpan dendam pada sang ayah seperti pada Lex Luthor versi Jesse Eisenberg. Di sini, Lex Luthor benar-benar digambarkan sebagai billionaire yang sangat membenci Superman. Ia menggunakan segala macam cara agar Superman dapat disingkirkan selamanya, mulai dari bikin sekelompok pasukan buat menyerang Superman secara fisik, hingga menggunakan propaganda media massa untuk menyerang spikologis Superman. Di sini bahkan Lex Luthor gak segan untuk membunuh orang supaya Superman mau buka mulut. Bener-bener Lex Luthor banget!
Baik
Gunn maupun Snyder nampaknya ingin menyampaikan pesan pada penonton bahwa di
dunia modern, musuh terbesar superhero bukan hanya supervillain, tapi opini
publik. Tapi ya eksekusinya di sini terlalu cepat dan kurang mendalam. Lex
Luthor pun terlihat ‘amatir’ dibandingkan versi Lex Luthor di film animasi DC
yang sengaja bangun karier politik sebagai Presiden Amerika Serikat demi bisa
mewujudkan visi misinya membunuh Superman.
Apalagi,
bagi saya yang selama lebih dari tiga dekade sudah menonton puluhan series/film
superhero DC maupun Marvel, membaca beberapa komiknya, hingga memainkan gimnya.
David Corenswet pun di sini ‘tidak seberotot’ Superman versi Henry Cavill. David
Corenswet pun digambarkan baru beberapa tahun ‘bekerja’ sebagai Superman
sehingga belum punya strategi bertarung atau kebijaksanaan Superman versi Christopher
Reeve.
James Gunn masih butuh
pembuktian
Masih
gak ada kejelasan juga tentang tokoh lain yang ada di universe ini. Apakah di
universe James Gunn ini ada Batman atau tidak, ada Wonderwoman atau tidak, atau
tokoh DC lain, saya juga belum tahu karena ini barulah film pertama dari semesta
DC yang James Gunn upayakan untuk ia bangun dari awal.
Terlalu
dini untuk ngejudge James Gunn ini berhasil atau nggaknya. Paling tidak, kita
harus lihat film DC kedua karya James Gunn untuk memastikan, apakah semesta DC
yang ia upayakan untuk bangun itu berhasil apa tidak, patut dipertahankan, atau
harus kembali di-reboot lagi dan lagi untuk kesekian kalinya.
Tapi
masa harus di-reboot lagi sih? Kapan bisa lihat cerita epic DC kayak di film
animasinya? Di mana Batman bantai seluruh anggota Justice League seorang diri,
atau di mana Lex Luthor jadi Presiden Amerika, atau di mana Joker membunuh Lois
Lane yang lagi mengandung anaknya dengan Clark Kent, kalau terus-terusan
dianggap gagal dan di-reboot?
Kalau tiap kali gagal langsung dianggap
layak dibongkar ulang, DC akan terus hidup dalam lingkaran tak berujung. Dan
kita, para fans-nya, cuma bisa pasrah, menonton universe yang terus-terusan
di-reboot. Sama kayak fans Manchester United yang terus-terusan ngarep tiap
kali ada manajer baru yang berlabuh di Old Trafford. Makanya, derita saya
double. Jadi fans DC iya, jadi fans Manchester United iya.
0 Comments