Keseringan nonton series/film romance membuat saya tidak percaya akan cinta yang tulus. Sepertinya, hal itu hanya benar-benar ada di dalam layar kaca saja. Apakah seorang manusia bisa dicintai dengan tulus jika ia tidak kaya raya, tidak tampan dan punya personality buruk? Tentu, di layar kaca, hal itu sangatlah bisa. Coba lihat cinta antara Shishio dan Yumi dalam manga/anime Rurouni Kenshin.
Baca tulisan saya di Mojok: Ngeship Hubungan Shishio dan Yumi dalam Anime Rurouni Kenshin
Tentu,
dalam dunia fiksi ada tokoh-tokoh lain yang so sweet dan tulus macam Chandler
Bing dan Monica Geller (sitkom Friends), Ted Mosby dan Tracy McConnell (sitkom
How I Met Your Mother), Landon Carter and Jamie Sullivan (film A Walk to
Remember), hingga Edward Lewis dan Vivian Wards (film Pretty Woman).
Tapi,
apakah itu contoh bentuk cinta yang tulus? Saya jadi skeptis.
Jangankan
hubungan antar sesama manusia. Hubungan antara manusia dan Tuhan saja gak ada
yang namanya tulus. Manusia sok-sok rajin beribadah dan berbuat baik pun karena
ingin menginjakkan kakinya di Surga dan takut Neraka. Kalaupun ada kelompok
yang mengklaim mereka ibadah dan berbuat baik bukan karena Surga dan bukan
karena takut Neraka, kayaknya itu show off doang?
Bahkan,
saya skeptis cinta seorang ibu pada anaknya itu beneran tulus. Seorang ibu
tentu punya harapan pada anaknya. Berharap anaknya lebih baik darinya, dengan
misalnya jadi dokter, pengacara, maupun pengusaha sukses. Bahkan tidak sedikit
ibu yang berharap anaknya akan balas budi pada sang ibu yang ujungnya akan
mengantarkan sang ibu menuju surga. Jadi, tulus darimananya? Cinta orang tua
pun sering nggak murni 100% tanpa motif.
Dalam
dunia nightlife, seorang pria atau wanita bisa dicintai sepanjang durasi oleh
pelacur atau gigolo. Demikian juga dalam pernikahan. Ada kalanya, seseorang
menikahi pasangannya karena ia tampan/cantik, kaya raya, punya hobi yang sama
dan lainnya. Tapi misalnya pasangannya tak lagi tampan/cantik, gak lagi kaya
raya, lalu sakit keras, bisa saja ditinggalkan, bukan?
Memang,
gak sedikit orang yang tetap setia pada pasangannya. Misal, suami yang merawat
istrinya yang stroke atau istri yang merawat suaminya yang koma bertahun-tahun
tanpa lelah atau tanpa pindah ke lain hati (bahkan untuk urusan seksual). Tapi
apakah itu tulus beneran? Bukan karena embel-embel ganjaran surga atau pujian
dari manusia lain?
Kalau
mau lebih obyektif lagi, mari kita lihat dari kacamata sains dan psikologi.
Faktanya, cinta memang tidak sesuci yang sering kita bayangkan.
Secara
sains, cinta terbukti tidak murni. Cinta adalah mekanisme evolusi di mana
wanita memilih pria yang sehat dan kuat karena probabilitas pria tersebut dapat
melindungi serta memenuhi kebutuhan lainnya itu lebih tinggi dibandingkan pria sakit-sakitan
dan lemah. Dalam konteks masyarakat modern, pria sehat dan kuat tersebut bentuknya
agak berubah, yakni pria yang cukup mapan atau berasal dari keluarga baik-baik.
Dalam
ilmu psikologi, terdapat teori attachment atau social exchange, di mana
hubungan dibangun atas dasar saling memenuhi kebutuhan, entah kebutuhan
emosional hubungan sosial, hubungan seksual, hingga hubungan ekonomi.
Entahlah,
mungkin saya terlalu skeptis memandang dunia? Mungkin pemahaman saya tentang
manusia, tentang agama, dan tentang dunia ini salah? Atau dunia yang salah?
0 Comments