IMDb: 7,8/10 | Rating Saya: 8/10

Rated: PG | Genre: Adventure, Family, Fantasy

Directed by Chris Columbus

Screenplay by Steve Kloves

Based on Harry Potter and the Philosopher's Stone by J. K. Rowling

Produced by David Heyman       

Starring Daniel Radcliffe, Rupert Grint, Emma Watson, John Cleese, Robbie Coltrane, Warwick Davis, Richard Griffiths, Richard Harris, Ian Hart, John Hurt, Alan Rickman, Fiona Shaw, Maggie Smith, Julie Walters

Cinematography John Seale

Edited by Richard Francis-Bruce

Music by John Williams

Production companies Warner Bros. Pictures, Heyday Films, 1492 Pictures

Distributed by Warner Bros. Pictures

Release date 4 November 2001 (Odeon Leicester Square), 10 November 2001 (United Kingdom), 16 November 2001 (United States)

Running time 152 minutes | Country United Kingdom, United States

Language English | Budget $125 million | Box Office $1,017 billion

 

Harry Potter adalah buku paling legendaris sepanjang masa. Tidak ada yang bisa memungkiri hal tersebut. Lebih magis lagi, Harry Potter pun bisa dikatakan sebagai salah satu film paling legendaris sepanjang masa. Hal ini belum ditambah dengan sejumlah produk lainnya di luar buku dan film yang berhubungan dengan Harry Potter.

Baca tulisan saya tentang Harry Potter di Mojok berikut ini: Mengenang Kejayaan Novel Harry Potter di Tengah Rendahnya Minat Baca Indonesia

Untuk kesekian belas kalinya, saya menonton Harry Potter dari awal untuk menghilangkan rasa jenuh. Selain itu, Harry Potter adalah comfort show yang rutin saya tonton setiap satu atau beberapa tahun sekali Saya juga sudah belasan kali menamatkan bukunya. Simak ulasan saya berikut ini.

Baca tulisan saya tentang Comfort Show di Mojok berikut ini: Comfort Show: Alasan Kita Nontonin Tontonan yang Sama Berulang Kali

 

STORYLINE

Harry Potter and the Philosopher's Stone adalah film keluaran tahun 2001 buatan Inggris dan Amerika yang diadaptasi dari buku J. K. Rowling. Sesuai judulnya, Harry Potter and the Philosopher's Stone bercerita tentang bocah 10 tahun bernama Harry Potter (diperankan Daniel Radcliffe) yang terpaksa tinggal dengan paman, bibi, dan sepupunya setelah kedua orang tuanya meninggal di Privet Drive.

Keluarga Dursley

Sayangnya, paman, bibi, dan sepupunya tersebut sangatlah jahat pada Harry. Harry terpaksa tidur di sebuah lemari kecil tepat di bawah tangga. Harry juga dibiarkan kurus kerempeng padahal pamannya, Vernon Dursley (diperankan Richard Griffiths) dan sepupunya, Dudley Dursley (diperankan Harry Melling) sangatlah gemuk karena terus-terusan dikasih makan oleh Petunia Dursley (diperankan Fiona Shaw).

Singkat cerita, pada hari ulang tahunnya yang kesebelas, Harry mengetahui fakta sebenarnya bahwa kedua orang tuanya tidaklah meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil, tapi dibunuh oleh penyihir hitam terhebat sepanjang masa, Lord Voldemort. Hal tersebut diutarakan oleh Rubeus Hagrid (diperankan Robbie Coltrane) dan Harry langsung pergi bersamanya untuk bersekolah di Sekolah Sihir Hogwarts.

Simak tulisan saya tentang Hogwarts di Mojok berikut ini: Mengenal Sistem Pendidikan di Sekolah Sihir Hogwarts

Harry, Ron dan Hermione

Di Sekolah Sihir Hogwarts, Harry kaget karena ia sangat terkenal di dunia sihir karena saat baru berusia satu tahun, ia berhasil mengalahkan Lord Voldemort yang baru saja membunuh kedua orang tuanya. Harry langsung bersahabat dengan Ronald Weasley (diperankan Rupert Grint) dan Hermione Granger (diperankan Emma Watson) begitu Topi Seleksi memasukkannya ke Asrama Gryffindor.

Makanan di Hogwarts

Untuk pertama kalinya dalam hidup, Harry merasa bahagia. Di sana, ia bisa makan sepuasnya sebanyak tiga kali sehari karena Sekolah Sihir Hogwarts menyediakan makanan prasmanan di Aula Besar Hogwarts. Di sana, tidak ada yang memperlakukannya dengan semena-mena seperti keluarga Dursley maupun teman-temannya di sekolah lamanya yang ngebully Harry atas perintah Dudley.

Simak tulisan saya tentang Hogwarts di Mojok berikut ini: 5 Tempat di Sekolah Sihir Hogwarts yang Sebaiknya Tidak Dikunjungi

Meskipun ada orang yang terus-terusan bermusuhan dengan Harry seperti Draco Malfoy (diperankan Tom Felton), Profesor Snape (diperankan Alan Rickman) dan Argus Filch (diperankan David Bradley), hal tersebut tidak membuat Harry menderita karena ia selalu dipuja oleh siapapun di Hogwarts. Selain itu, ia memiliki Ron dan Hermione yang selalu ada di sampingnya.

Quidditch

Selain belajar di kelas, Harry juga bermain Quidditch, olahraga sihir paling populer. Singkatnya, Quidditch adalah mirip seperti sepak bola dan bola basket, hanya saja seluruh pemainnya menggunakan sapu. Harry juga gak nyangka bahwa dirinya sangat berbakat dalam olahraga Quidditch karena ayahnya, James Potter adalah anggota Quidditch Gryffindor saat ia bersekolah di Hogwarts.

Konflik utama film pertama Harry Potter sangatlah sederhana. Yakni ada sebuah batu ajaib bernama Philosopher's Stone atau Batu Bertuah milik Nicholas Flamel yang disembunyikan di dalam sekolah oleh Albus Dumbledore (diperankan Richard Harris). Batu Bertuah ini bisa mengubah logam apapun menjadi emas dan bisa membuat pemilik hidup abadi. Nicholas Flamel dan istrinya pun sudah berusia lebih dari 600 tahun karena mereka memiliki Batu Bertuah.

Nah, Batu Bertuah ini berusaha dicuri oleh pengikut Lord Voldemort supaya Lord Voldemort bisa kembali berkuasa. Mulanya, Harry menyangka bahwa pengikut Lord Voldemort yang berusaha mencuri Batu Bertuah ini adalah Snape. Namun mereka salah, yang berusaha mencuri Batu Bertuah ini adalah Profesor Quirrell (diperankan Ian Hart). Mereka suudzon pada Snape karena aura Snape ini antagonis banget, beda dengan Quirrell yang terkesan cupu karena ia gagap.

Endingnya sudah bisa ditebak ya? Harry Potter akhirnya berhasil sekali lagi menyelamatkan dunia dan mencegah Lord Voldemort bangkit kembali.

 

REVIEW

Saya ingat betul, di tahun 2001, Harry Potter and the Philosopher's Stone ini booming banget di Indonesia. Semua anak SD di sekolah saya berlomba-lomba untuk mengkoleksi merchandise Harry Potter mulai dari tas sekolah, alat tulis, buku tulis hingga jam tangan. Mereka-mereka yang terkenal jarang baca buku saat SD pun langsung rajn baca buku Harry Potter saking magisnya buku karya J. K. Rowling ini.

Saya pun gak ketinggalan. Selain mengkoleksi berbagai merchandise Harry Potter, membaca bukunya, menonton filmnya, saya pun memainkan game Harry Potter pada console PlayStation dan PC.

Di tahun 2001, Harry Potter benar-benar menyihir jutaan anak di seluruh dunia karena vibes Harry Potter yang family-friendly banget. Premis ceritanya saja sederhana, tentang seorang anak sepuluh tahun yang akhirnya tahu bahwa dirinya adalah seorang penyihir. Pastinya kisah tersebut relate untuk anak-anak di seluruh dunia bukan?

J. K. Rowling benar-benar hebat dalam membuat semesta gabungan antara dunia modern dengan dunia sihir. Sepintas, saya menyangka setting Harry Potter berada di Inggris pada Abad Pertengahan karena banyak cerita penyihir atau kesatria yang berseting pada Abad Pertengahan macam King Arthur dan sejenisnya. Namun J. K. Rowling membangun semesta di mana penyihir hidup berdampingan dengan Muggle (orang yang tak bisa melakukan sihir) dan hidup secara sembunyi-sembunyi.

Selain itu, seluruh kru dan pemain film ini betul-betul pas untuk film Harry Potter. Chris Columbus yang telah sukses menjadi sutradara film legedaris anak-anak tahun 90an, Home Alone (1990) dan Home Alone 2: Lost in New York (1992), hingga film kualitas Oscar macam Mrs. Doubtfire (1993) dan Stepmom (1998) serta Daniel Radcliffe, Rupert Grint dan Emma Watson yang pas banget berperan sebagai Harry Potter, Ronald Weasley dan Hermione Granger.

Hal ini pun didukung dengan kualitas audio visual yang sangat bagus. Penggambaran Hogwarts serta berbagai sihir di dalam film ini sudah memenuhi ekspektasi saya dan jutaan anak-anak di seluruh dunia yang telah membaca bukunya terlebih dahulu. Maklum, di awal tahun 2000an, kualitas audio visual yang ditampilkan Harry Potter masih menjadi barang mewah. Jika Harry Potter dirilis di tahun 2023 mungkin tidak akan sesukses sekarang karena audio visual seperti itu ‘biasa-biasa’ saja. Musik tema Harry Potter pun sangatlah iconic, yang digunakan sampai film kedelapannya dan juga spin-offnya macam Fantastic Beasts and Where to Find Them (2016).

 

BEDA DENGAN BUKUNYA

Bagi mereka-mereka yang membaca bukunya terlebih dahulu tentu ada rasa kecewa dengan film ini. Apalagi untuk mereka yang menonton filmnya untuk kesekian belas kalinya di usia 30an. Durasi film ini saya pikir terlalu singkat karena banyak adegan yang tidak ditampilkan dalam filmnya. Sejak kecil saya selalu protes, “Kenapa gak dibikin tiga jam sekalian macam Lord of the Rings? Saya rela kok nahan pipis untuk nontonin filmnya!”

Peeves si hantu hajil yang muncul di game

Untuk yang gak baca bukunya mungkin tak akan tahu dengan hantu jahil Hogwarts bernama Peeves yang suka mengganggu murid-murid Hogwarts. Yang gak baca bukunya gak bakalan tahu bahwa di bukunya, naga milik Hagrid, Norbert tidak diambil begitu saja oleh Kementerian Sihir setelah ketahuan oleh Draco Malfoy, melainkan diserahkan pada Charlie Weasley, kakak Ron Weasley oleh Harry, Ron dan Hermione. Dengan diam-diam tentu saja.

HArusnya Harry bermata hijau

Selain itu yang ganggu banget, di bukunya, mata Harry itu berwarna hijau zambrud. Harusnya ya disesuaikan. Pakai kontak lens atau CGI gitu kalau memang Daniel Radcliffe gak nyaman pakai kontak lens.

Sampai saat ini, saya masih berharap Warner Bros. bisa merilis ulang Harry Potter supaya durasinya bisa lebih lama sekalian, seperti Zack Snyder’s Justice League yang memakan waktu sampai empat jam karena banyak deleted scene Harry Potter yang dengan mudahnya bisa kita tonton di YouTube dan gak tidak dimasukkan pada filmnya. Atau lebih radikal lagi, dibuat ulang dalam bentuk series macam Game of Thrones sekalian. Nantinya satu season akan merangkum satu tahun ajaran di Hogwarts.

Meskipun begitu, Harry Potter bisa saya katakan sebagai adaptasi film dari buku paling sukses setelah Trilogy Lord of the Rings karena selain dua judul tersebut, adaptasi film dari buku maupun komik gak ada yang memenuhi ekspektasi sama sekali karena mengadaptasi cerita buku maupun komik itu tidak semudah kelihatannya.