IMDb: 7,5/10 | Rating Saya: 8/10

Rated: PG-13 | Genre: Comedy, Drama

Directed by Nora Ephron

Screenplay by Nora Ephron, Delia Ephron

Based on The Shop Around the Corner, by Samson Raphaelson, Parfumerie, by Miklós László           

Produced by Lauren Shuler Donner, Nora Ephron

Starring Tom Hanks, Meg Ryan, Parker Posey, Jean Stapleton, Dave Chappelle, Steve Zahn, Dabney Coleman, Greg Kinnear 

Cinematography John Lindley

Edited by Richard Marks

Music by George Fenton

Production companies Lauren Shuler Donner Productions

Distributed by Warner Bros.

Release date 18 December 1998 (United States)

Running time 119 minutes | Country United States

Language English | Budget $65 million | Box Office $250,8 million 

 

Setelah nonton A Man Called Otto (2022), saya jadi ingat ada film Tom Hanks yang berjudul You’ve Got Mail yang populer banget di tahun 90an. Di tahun 2000an pun sering diputar di Indovision maupun TV kabel lainnya tapi saya gak tertarik nonton. Simak ulasan saya berikut ini.

 

STORYLINE

You’ve Got Mail adalah film keluaran tahun 1998 buatan Amerika Serikat yang intinya bercerita tentang hubungan antara Kathleen Kelly (Meg Ryan) dan Joe Fox (Tom Hanks) via AOL yang populer banget di tahun 90an. AOL ini semacam Yahoo Messenger dimana penggunanya bisa saling kirim surat atau chat secara live. Di tahun segitu, hanya orang kaya saja yang bisa mengaksesnya karena yang punya laptop tuh sedikit banget. Apalagi yang punya koneksi internet di rumah masing-masing soalnya internet di tahun segitu masih pakai internet dial-up yang mahal banget.

Baca tulisan saya di Mojok berikut ini: Telkomnet Instan, Layanan Internet ‘Lemot’ yang Populer pada 2000-an

Kathleen dan Joe hampir tiap hari saling kirim surat elektronik di sela-sela kesibukannya. Meski begitu, mereka gak menjalin hubungan spesial, hanya murni berteman saja karena Kathleen sudah punya pacar bernama Frank Navasky (Greg Kinnear) dan Joe juga sudah punya pacar bernama Patricia Eden (Parker Posey).

Komunikasi antara Kathleen dan Joe bisa saya bilang lebih intim dibanding komunikasi mereka dengan orang tua dan pacar mereka masing-masing. Padahal, mereka belum pernah bertemu satu sama lain di dunia nyata. Komunikasi mereka pun hanya lewat AOL dan mereka gak setiap saat online. Mereka hanya saling kirim surat elektronik ketika mereka lagi berada di depan laptopnya masing-masing saja. Kathleen menggunakan username “Shopgirl”, sedangkan Joe menggunakan username “NY152”.

Oh iya, Kathleen ini adalah seorang pemilik toko buku kecil bernama The Shop Around The Corner yang ia warisi dari ibunya, sedangkan Joe adalah seorang pemilik toko buku besar bernama Fox Books. Fox Books milik Joe ini toko buku besar yang bisa saya sebut sebesar Gramedia di Indonesia yang tokonya bisa memiliki beberapa lantai dan menjual ribuan buku dalam satu hari, sedangkan The Shop Around The Corner hanyalah toko buku kecil yang ukurannya paling hanya sebesar satu gerai Alfamart atau Indomaret saja. Sialnya, Fox Books ini berdiri tak jauh dari The Shop Around The Corner milik Kathleen.

Singkat cerita, Kathleen dan Joe ini bertemu dan langsung musuhan. Kathleen ngejelek-jelekin Fox Books biar toko bukunya tetap laku, dan sebaliknya, Joe ngejelek-jelekin The Shop Around The Corner. Tapi tiap malam mereka sambat di akun AOL masing-masing tentang permusuhan tersebut. Jadinya ya lucu aja gitu. Mereka belum tahu bahwa mereka nyambatin orang yang sama karena mereka tidak tahu identitas masing-masing di AOL.

Suatu ketika, Kathleen ngajak Joe buat ketemuan, Sial, Kathleen tiba duluan di TKP sehingga Joe tahu bahwa username “Shopgirl” adalah Kathleen sehingga ia pura- pura gak tahu dan gak jadi nyamperin si “Shopgirl”.

Jadinya gimana kelanjutannya? Coba tonton sendiri aja.

 

REVIEW

Seperti yang saya bilang sebelumnya, film Tom Hanks gak ada yang gak bagus. Film Meg Ryan juga gak ada yang gak bagus. Saya kagum dengan aktingnya sebagai Sally Albright di film When Harry Met Sally (1989) yang populer banget di tahun 90an. Sehingga, kombinasi mereka berdua sangatlah cocok.

Aura 90an film ini pun gak usah diragukan lagi. New York City di tahun 90an yang digambarkan film ini seperti yang digambarkan sitkom Friends maupun film-film 90an macam Home Alone 2: Lost in New York (1992) yang membuat saya ingin mengunjungi New York City, khususnya New York City di tahun 90an yang terkesan sweet and innocent dibandingkan New York City pasca 11 September 2001 yang mencekam. Entah kenapa, seluruh film yang berseting di New York City setelah peristiwa tersebut menggambarkan New York City yang sangat mencekam dibandingkan gambaran film tahun 90an yang berada di New York City.

Baca tulisan saya di Mojok berikut ini: Sitkom ‘Friends’ Adalah Sitkom Era 90-an Paling Ikonik Sepanjang Masa

Baca tulisan saya di Hipwee berikut ini: Sekali Seumur Hidup, Saya Ingin Mengunjungi New York City

Bagi saya, nonton You’ve Got Mail membuat saya Aneoia. Membuat saya nostalgia seolah-olah saya pernah hidup di New York City di tahun 90an padahal saya belum pernah menginjakkan kaki saya di New York City sama sekali. Dan ya, bagi saya sendiri, film ini jauh lebih romantis dibanding film romantis cinta-cintaan zaman sekarang karena settingnya di tahun 90an yang secara subjektif adalah sebuah era dimana saya lahir, tumbuh, dan berkembang.

Baca tulisan saya di Mojok berikut ini: Anemoia: Alasan Kita Merasa Nostalgia saat Bersentuhan dengan Hal-hal Jadul

Keunikan lainnya film ini adalah Joe dan Frank yang terus-terusan mengutip kalimat yang terdapat dalam film The Godfather Trilogy dalam film ini seolah mengatakan bahwa The Godfahter adalah film terbaik sepanjang masa, sampai-sampai banyak film yang menyebut nama tersebut saking bagusnya.

Kekuatan film ini pun bukan hanya saja terdapat pada setting tempat dan waktunya yang 90an banget, tapi soundtracknya yang 90an juga dengan menampilkan lagu-lagu Cranberies dan musik-musik yang hangat dan seolah-olah menggambarkan suasana yang 90an banget. Saya rasa, mereka (Hollwood) tidak lagi membuat film seperti film yang mereka buat di tahun 90an yang atmosfernya seolah-olah sweet and innocent ala tahun 90an yang dirasakan oleh Generasi 90an.

Musik scoring ketika Kathleen terpaksa meninggalkan toko miliknya yang bangkrut karena tidak mampu bersaing dengan toko milik Joe sambil mengingat masa lalunya dengan ibunya sangatlah bikin nyesek sekaligus bikin saya senang. Sekali lagi saya bilang, mereka (Hollwood) tidak lagi membuat film seperti film yang mereka buat di tahun 90an yang atmosfernya seolah-olah sweet and innocent ala tahun 90an yang dirasakan oleh Generasi 90an.

Film-film 90an itu fokus tanpa agenda Woke Culture, unsur-nsur LGBTQ, dan yang terpenting, naskahnya ditulis dengan rapi. Setidaknya ini pandangan saya sebagai Generasi 90an, yang merasa bahwa atmosfer 90an dengan segala serba-serbinya, termasuk produk pop culturenya macam film dan musiknya itu benar-benar terbaik banget,  bukan pandangan objektif sebagai kritikus film profesional.