Saya tidak tahu kenapa, film-film mafia Italia – Amerika selalu menarik bagi saya. Film gangster Italia – Amerika menang tidak menyediakan adegan tembak-tembakan seru layaknya film-film James Bond atau film superhero macam superhero Marvel dan DC. Adegan tembak-tembakan hanyalah adegan minor dari film mafia Italia – Amerika macam The Godfather Trilogy, Goodfeelas (1990), Casino (1990) atau  Donnie Brasco (1997). Tapi terdapat banyak adegan yang jauh lebih magis dibandingkan hanya sekadar adegan tembak-tembakan yang bisa kita lihat lewat film mafia Italia – Amerika. Film tersebut adalah A Bronx Tale yang bisa bikin Anemoia.

Baca tulisan saya di Mojok tentang Anemoia: Anemoia: Alasan Kita Merasa Nostalgia saat Bersentuhan dengan Hal-hal Jadul

A Bronx Tale pada tahun 1960 di Bronx, New York. Lebih tepatnya, di lingkungan keturunan Italia – Amerika. Calogero (Francis Capra) yang baru saja berusia sembilan tahun dididik dengan role model yang sangat baik, yakni ayahnya yang bekerja sebagai sopir bus, Lorenzo (Robert de Niro). Selain didikan ayahnya, Calogero pun tumbuh dengan role model lain bernama Sonny (Chazz Palminteri) yang ia anggap keren banget. Sonny merupakan mafia lokal. Skalanya tidak sebesar mafia Italia – Amerika macam Vito Corleone atau Al Capone.

Anyway, saya tak tahu harus menyebutnya apa? Apakah gangster, mobster, atau mafia ya? Karena meski ketiga istilah tersebut memiliki kesamaan, yakni tentang kelompok kejahatan terorganisir, tapi maknanya beda. Gangster adalah istilah umum yang bisa disematkan yang terlibat dalam kejahatan terorganisir, sedangkan mobster adalah istilah luas yang bisa disematkan pada individu yang terlibat dalam kejahatan terorganisir, dan mafia mengerucut pada kelompok atau individu yang tergabung dalam kelompok kejahatan terorganisir Sisilia, Italia, yang punya hierarki tinggi layaknya Yakuza Jepang atau Triad China. Biar gampang, saya sebut mafia aja ya? Soalnya ini cerita ini berfokus pada keturunan Italia – Amerika.

Suatu ketika, Calogero menyaksikan Sonny membunuh seseorang pria di depan matanya sendiri. Calogero adalah satu-satunya saksi mata. Ketika dimintai keterangan oleh NYPD, Calogero melindungi Caogero dengan berkata bahwa ia bukan pelaku pembunuhan tersebut. Calogero gak mau jadi tukang ngadu. Sejak saat itu, Sonny berteman dengan Calogero.

Calogero sadar, berteman dengan Sonny memberinya banyak privilege. Banyak orang seketika baik dengannya. Sejumlah orang kerap kali memberinya makanan secara cuma-cuma. Sonny juga suka nyuruh Calogero nganterin kopi atau mengajaknya main judi, lalu memberinya uang jajan.

Namun, Lorenzo yang sejak kecil lurus-lurus aja hidupnya gak bisa menerima itu. Ia gak mau Calogero banyak bergaul dengan Lorenzo. Ia juga gak mau Calogero menerima uang haram dari Sonny. Ia sampai mendatangi Sonny, berkata bahwa ia gak mau menerima uang haramnya. Tentunya, Calogero yang baru berusia sembilan tahun gak terima dong? Uang sebanyak itu Lorenzo sia-siakan. Calogero sejak awal menganggap Sonny dan Lorenzo sebagai role modelnya. Lebih dari itu, ia mengggap Sonny dan Lorenzo sebagai ayahnya.

Calogero dan "kedua ayahnya"

Delapan tahun berlalu, Calogero (Lillo Brancato) tumbuh menjadi remaja Italia – Amerika yang masih tetap berteman dengan Sonny meskipun agak jaga jarak. Ia pun kerap kali nongkrong bersama teman-teman masa kecilnya yang merupakan keturunan Italia – Amerika. Khas film mafia Italia – Amerika banget pokoknya. Yang bikin unik adalah, film ini memasukkan tokoh berkulit hitam yang turut mewarnai ceritanya. Kontras banget karena ini adalah film mafia Italia – Amerika pertama dengan unsur tokoh kulit hitam yang saya tonton.

Calogero dan Jane

Calogero suka dengan gadis keturunan berkulit hitam (African – American) bernama Jane (Taral Hicks) yang ia lihat dalam bus yang dikendarai ayahnya. Jane juga ternyata satu sekolah dengannya, meskipun ia tinggal di wilayah permukiman yang berbeda. FYI, Amerika sejak dulu punya semacam neighborhood-nya masing-masing. African – American punya neighborhood-nya sendiri.  Italian – American juga punya neighborhood-nya sendiri. Keturunan Asia macam keturunan China, Jepang dan Korea pun punya neighborhood-nya sendiri.

Calogero suka sama Jane. Jane juga suka sama Calogero. Tapi orang-orang Italia – Amerika banyak yang tidak setuju kalau Calogero berpacaran apalagi sampai menikah dengan orang berkulit hitam (African – American). Sebaliknya, orang-orang berkulit hitam (African – American) pun banyak yang tidak setuju kalau Jane berpacaran apalagi sampai menikah dengan orang berkulit putih.

Calogero yang masih remaja pun galau. Apakah ia harus memperjuangkan cintanya? Apakah ia harus nurut pada ayah kandungnya, Lorenzo? Apakah ia harus nurut pada orang yang ia anggap sebagai ayah kandungnya juga, Sonny? Atau ia harus nurut pada teman masa kecilnya yang merupakan keturunan Italia – Amerika, yang dianggap sebagai pengecut oleh Sonny?

Well, film ini merangkum konflik tersebut dengan sangat apik. Kombinasi antara akting yang memukau dari para aktor di dalamnya, storyline yang apik, setting tempat dan waktu (Amerika tahun 1960an) yang sangat indah, serta unsur kebudayaan Italia – Amerika dan African – American yang ternyata bisa juga dikombinasikan dalam satu film jika penulisan skenarionya apik menjadikan film ini sangat sayang sekali untuk dilewatkan.

Banyak quotes-quotes yang bisa kita kutip tentang kehidupan. Tentang bagaimana seorang ayah mendidik anak laki-lakinya untuk gak cari uang secara haram. Tentang bagaimana kita harus bersikap pada orang lain. Tentang bagaimana kita harus hormat pada orang tua dan orang-orang di sekitar kita.