Psikologi manusia memang sekompleks itu. Psikologi memang serumit itu. Tak ada yang tahu seberapa dalam perasaan yang dirasakan manusia. Saat kuliah, mata kuliah Pengantar Psikologi dan Psikologi Komunikasi mengajarkan saya hal tersebut. Teman-teman saya di Fakultas Psikologi pun menyimpulkan hal tersebut. Seluruh akademisi bidang psikologi dan psikiatri mengatakan hal tersebut. Bahkan, banyak pemuka agama mengatakan hal tersebut.

Pearl (2022) adalah film yang dapat dikatakan mendeskripsikan hal tersebut. Pearl (Mia Goth) bercita-cita menjadi seorang superstar. Ia sering menari bak seorang Marilyn Monroe di dalam kandang ternak miliknya, dengan hewan ternak sebagai audience. Cita-citanya tak bisa terlaksana karena ia terjebak di peternakan milik keluarganya karena ia harus merawat Sang Ayah (Matthew Sunderland) yang sakit stroke sambil diawasi dengan ketat oleh ibunya, Ruth (Tandi Wright). Ia juga terjebak di sana karena suaminya, Howard (Alistair Sewell) yang merupakan seorang tentara, lagi bertugas di Perang Dunia I.

Sesekali, saudari dari Howard, Mitsy (Emma Jenkins-Purro) mengunjungi peternakan keluarga Pearl sambil bawa makanan. Selayaknya yang sering kita lakukan di dunia nyata. Mitsy juga mengabari Pearl bahwa gereja di kotanya lagi ngadain audisi untuk cari penari. Pearl yang mau ikut dilarang ibunya karena ibunya ingin Pearl standby di peternakan tersebut untuk merawat ayahnya. Pearl dicap sebagai anak yang durhaka kalau mau mengejar impiannya tersebut.

Pearl dan kedua orang tuanya

Adegan tersebut tentunya relate dengan kita-kita di dunia nyata. Ada jutaan orang yang harus mengubur impiannya hanya karena ia harus merawat orang tuanya, merawat saudara-saudaranya, maupun keluarganya. Tak bisa mengejar impiannya dengan bekerja di luar kota. Tak bisa menghabiskan uangnya untuk menyenangkan dirinya sendiri karena ia harus menyisihkan sebagian besar penghasilannya untuk biaya hidup orang tuanya, saudara-saudaranya, maupun keluarganya.

Kalau melihat salah satu postingan dr. Elvine Gunawan, Sp. KJ, rasanya kita jadi bisa mengerti apa yang dirasakan oleh Pearl, bukan? Kenapa ia harus terjebak di sana hanya karena orang tuanya jatuh sakit? Kenapa ia dicap sebagai anak yang durhaka hanya karena itu?

Cerita ini pun kian kompleks karena Pearl bertemu dengan seorang Pekerja Bioskop Tampan (David Corenswet) yang menyuruhnya untuk mengejar impiannya. Sesuatu yang tidak Pearl dapatkan dari kedua orang tuanya. Sesuatu yang tidak Pearl dapatkan dari suamianya yang dengan teganya meninggalkan dirinya seorang diri di peternakan keluarganya hanya untuk berperang demi bangsa dan negaranya.

Pearl berusaha membunuh ayahnya yang stroke

Pearl juga punya rahasia. Ia “memelihara” seekor buaya di kolam dekat rumahnya. Ia kerap kali memberinya makan berupa angsa sehingga buaya tersebut sudah tahu akan kedatangan Pearl. Pearl pernah berusaha nyemplungin ayahnya ke kolam tersebut supaya ayahnya dimakan buaya tersebut, namun usaha tersebut gagal karena ibunya memergokinya. Nampaknya, sang ibu tidak tahu bahwa ada seekor buaya di dalam kolam tersebut.

Pearl gak mau mati sia-sia, ia tak mau terjebak di peternakan tersebut sampai tua seperti ibunya. Mendegar hal tersebut tentu saja ibunya pun tersinggung karena ia menganggap hal tersebut, yakni berada di peternakan tersebut sampai tua adalah kewajiban Pearl. Wah pokoknya adegan ini menegangkan dan sangat rame!

Bagi saya, keistimewaan film ini terletak pada kesadisan Pearl dalam melakukan adegan-adengan gore yang disupport dengan balutan audio visual yang ciamik. Bagi orang lain, mungkin Pearl ini orangnya tidak berperikemanusiaan. Tapi bagi saya, justru ini menunjukan sisi humanis dari Pearl. Tanpa bermaksud membela pelaku pembunuhan, saya rasa, Pearl jadi begini juga ya karena society. Terancam di peternkan milik keluarganya, terpaksa mengubur cita-citanya, merawat orang tuanya yang stroke, ditinggalkan oleh suaminya yang lagi pergi perang, udah gitu secara finansial pun sangat miskin. Sama seperti Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) dalam film Joker (2019) dengan quotes, “Orang Jahat Terlahir dari Orang Baik yang Tersakiti”, dan baik Pearl maupun Arthur Fleck adalah contohnya.

Coba lihat, akting Mia Goth di atas. Ia tersenyum namun terlihat sangat creepy bukan? Mia Goth memenangkan penghargaan Saturn Award untuk kategori Best Actress in a Film. Film ini pun memenangkan penghargaan Saturn Award untuk kategori Best Film Writing dan Best Independent Film. Sebuah pencapaian yang luar biasa.

Anyway, kalau kamu suka film-film macam The Silence of the Lambs (1991) atau Midsommar (2019), bisa jadi kamu suka dengan film ini karena film ini juga punya vibes yang sejenis dengan kedua film tersebut, yakni tentang manusia dan kompleksitasnya.