Scream
adalah salah satu franchise yang paling membekas dalam generasi 90an kayak
saya. Well, at least dalam circle saya ya, yang sejak tahun 90an demen nonton
film Amerika via Laserdisc, VCD/DVD, atau via TV kabel.
Baca
tulisan saya di Mojok: Jauh
Sebelum Kehadiran Netflix, Saya Merasakan Era Tukang Rental Laser Disc Keliling
Sebelum
nonton Scream (2023), beberapa tahun sebelumnya saya sempat marathon
franchise Scream mulai dari Scream (1996)
sampai Scream
(2022). Film horror/thriller tahun 90an sampai 2000an ini memang punya
pola yang sama. Scream saya nilai punya pola yang sama dengan franchise Final
Destination dan juga Saw. Sukses di film pertama, dibikin sekuel.
Kalau perlu, sampai lebih dari lima sekuel. Pokoknya, selama masih ngasih
keuntungan, ya lanjut aja terus! Kira-kira seperti itu.
Jujur
saja, saya nonton Scream (2023) karena random aja muncul waktu saya lagi
browsing. Saya jadi ingat bahwa Mikey Madison pernah main di Scream (2022)
setelah nonton Anora (2024). Terlebih, ada Jenna Ortega lagi dan tentu
saja Courteney Cox, jadi ya saya lanjut nonton aja.
Seperti
enam film sebelumnya, film ini menampilkan Ghostface, pelaku pembunuhan
berantai dengan topeng ikoniknya, selalu meneror tokoh-tokoh di dalamnya. Pada
akhir film, terungkap siapa Ghostface itu, motivasinya apa, dan bagaimana
caranya membunuh korban-korbannya. Seringkali, tokoh di dalamnya itu orang yang
tidak kita duga. Motivasinya pun sangat tidak kita duga. Selain ngasih
ketegangan ala film horror/thriller, penonton pun diajak jadi detektif dadakan
sepanjang film. Tapi ya mana keburu sih buat mikir pelakunya siapa? Kita sibuk
tegang dengan Ghostface yang lagi bunuhin satu-satu korbannya dan greget karena
tokoh di dalamnya selalu gagal melawan Ghostface.
Bedanya,
Scream (2022) dan Scream (2023) ini target pasarnya saya lihat
menyasar Gen Z yang belum familiar dengan franchise Scream, makanya
menampilkan Mikey Madison dan Jenna Ortega. Storyline-nya pun ngikutin
perkembangan zaman. Jika pada awal franchise ini cuma nampilin berita koran
atau berita televisi, sekarang sih udah masuk era media sosial. Kualitas audio
visualnya pun tentu saja naik, meski ya ceritanya memang sangat terpaksa
dipanjang-panjangin.
Ah ya,
Scream (2023) ini setting-nya di New York City, beda dari enam film
sebelumnya yang berada di kota kecil. Tapi ya setting New York City ini mah
gimmick doang, karena seperti enam film sebelumnya, Ghostface selalu bunuhin
korban-korbannya di rumah korban, yang entah gimana caranya Ghostface ini bisa
masuk ke rumah korban-korbannya dan bunuh si korban gitu.
Peran
Gale Weather (Courteney Cox) di sini tentu saja cuma muncul beberapa menit
karena film ini mau fokus pada Sam Carpenter (Melissa Barrera) dan Tara
Carpenter (Jenna Ortega). Jadi ya kalaupun di film ini Courteney Cox dibikin
mati atau muncul sebentar, ya nggak apa-apa juga. Meski ya, saya berharap
jangan sampai Monica Geller ini mati dong!
Kalau di film sebelumnya pembunuhan Ghostface selalu dilakukan di ruang privat,
kali ini di New York City ada sedikit unsur pembunuhan di ruang terbuka, di
mana setting waktu film ini tuh terjadi menjelang Halloween, dan ada banyak NPC
atau orang di film ini yang menggunakan topeng Ghostface. Jadi ya nambah
ketegangan ketika tokoh-tokoh di dalamnya bepergian untuk menghindari
Ghostface.
Setelah
nonton enam film Ghostface, saya tentu saja jadi mempertimbangkan untuk lebih
rajin gym dan latihan cardio macam lari. At least, kalau terlibat dalam
peristiwa kayak tokoh-tokoh di dalamnya, saya bisa menghindar, atau minimal
lari gitu deh. Saya juga sebel karena dari dulu, entah kenapa tokoh utama dalam
film horror/thriller itu selalu gagal melawan Ghostface. Misalnya udah berhasil
mukul dia sekali, akhirnya kena pukul balik karena Ghostface cuma pura-pura
mati/pura-pura dilumpuhkan.
Anyway,
film ini pun menarik bagi orang yang demen cerita detektif karena ya kita jadi
mikir “Siapa lagi anjir ini yang jadi Ghostface? Motifnya apa? Udah enam
sekuel, masa masih ada motif tersembunyi dari orang yang berniat jadi
Ghostface?”
Buat
saya yang tumbuh dengan film-film horror 90an, Scream (2023) tetap
berhasil jadi tontonan yang menghibur. Meski formula ceritanya itu-itu aja, tetap
seru kok nontonin siapa lagi yang bakal kena, dan siapa sebenernya di balik
topeng Ghostface. Buat yang demen cerita tebak-tebakan pembunuh, Scream
masih jadi pilihan aman. Tanpa perlu mikir terlalu dalam, kita tetap diajak
jadi detektif dadakan, meski ya... kadang suka salah tebak terus.
Anyway,
saya selalu salah fokus mulu sama Jenna Ortega di sini. Yah, di Twitter atau
sosial media lain, Jenna Ortega selalu dibilang mirip Lesti Kejora oleh netizen
Indonesia. Selain itu, Jenna Ortega yang tingginya 155 cm doang itu lucu
banget! Mukanya juga kayak yang gak bisa serius hahahaha. Jadinya kayak botol
Yakult berjalan! Oh iya, kalau kamu, Jenna Ortega baca ini, tolong jangan marah
ya hahahaha. Wajahnya Jenna Ortega itu unik sih, gabungan antara imut,
misterius, dan kadang kayak abis ngambek tapi lucu hahahaha.
0 Comments