Beberapa waktu yang lalu, saya baru baca buku Brian Khrisna yang berjudul Bandung Menjelang Pagi. Buku tersebut menyebutkan lagu jadul dari Prancis berjudul Aline yang dibawakan Christophe, yang somehow pernah saya dengar tapi entah dimana? Mungkin Anemoia?

Baca tulisan saya di Mojok: Anemoia: Alasan Kita Merasa Nostalgia saat Bersentuhan dengan Hal-hal Jadul

Salah satu komentar dari video YouTube yang menampilkan Christophe membawakan lagu Aline tersebut menyebut bahwa ia tahu lagu ini setelah nonton film Gray Man. Usut punya usut, film ini dibintangi Ryan Gosling dan Chris Evans, maka gak pakai lama, saya langsung nonton film ini.

Film Gray Man ini adalah film generik Hollywood pada umumnya. Bercerita tentang Six (Ryan Gosling), narapidana yang dibebaskan dari hukuman penjara asal mau kerja untuk CIA dengan nama program Sierra. Di tengah perjalanannya, Six berhadapan dengan Lloyd Hansen (Chris Evans), agen korup yang bermaksud membunuh Six karena Six punya bukti pekerjaan kotor yang selama ini dilakukan Lloyd. Yah, pada intinya seperti itu.

Kenapa saya sebut generik? Ya tentu saja, bakal ada adegan tembak-tembakan, adegan kejar-kejaran pakai mobil, adegan lompat dari pesawat, and you named the rest. Ada juga adengan melindungi gadis cilik bernama Claire (Julia Butters), keponakan dari Donald Fitzroy (Billy Bob Thornton), yang bikin program Sierra. Klise.

Tentu, saya nonton karena penasaran dengan Ryan Gosling, yang selama ini muncul dalam film-film drama sedih-sedihan kayak The Notebook (2004), Blue Valentine (2010), hingga La La Land (2016) harus berhadapan dengan Chris Evans yang kita kenal sebagai Captain America dalam Marvel Cinematic Universe. Menarik juga melihat Chris Evans jadi villain. Kayak ngeliat Henry Cavill jadi villain di Mission: Impossible: Fallout (2018), apalagi baik Chris Evans dan Henry Cavill sama-sama jadi berkumis saat jadi villain.

Sayangnya, storyline film Gray Man ini terlalu generik. Entahlah, mungkin saya yang keseringan nonton film action espionage sejak kanak-kanak, mulai dari James Bond, Jason Bourne, Mission: Impossible dan lainnya? Tapi ya saya sendiri menilai film ini memang hanya jualan nama besar Ryan Gosling dan Chris Evans saja, karena storylinenya benar-benar generik film action espionage. There’s nothing new under the sun.

Ana de Armas dalam film The Gray Man

Kehadiran Ana de Armas sebagai Dani Miranda, salah satu agen yang akhirnya membantu Six, sayangnya juga tidak banyak menambah nyawa dalam cerita. Oke, Ana de Armas memang cantik bukan main, tapi perannya di The Gray Man terasa kurang signifikan. Secara teknis dia penting, dalam artian, kalau tidak ada Miranda, pasti Six sudah mati di awal cerita. Tapi secara sinematografi, kehadirannya terasa seperti tambahan untuk mempercantik film ini saja. Ibarat mahasiswa yang datang ke kelas hanya supaya absennya tidak bolong: fisiknya hadir, tapi kontribusinya minim. Ada, tapi tidak benar-benar “mengubah jalan cerita”.

Satu hal yang bikin saya semangat, waktu ngeliat Ryan Gosling topless disini, karena badnanya bagus banget dan bikin saya semangat buat terus konsisten makan dada ayam. Dah gitu aja. Minimal, meski saya gak setampan Ryan Gosling, badan saya harus bisa kayak gitu biar bisa memikat wanita. Hahahaha.

Baca tulisan saya di Mojok: Mempertanyakan Orang-orang yang Nggak Suka Dada Ayam padahal Bagian Ayam Ini Paling Worth It

Pada akhirnya, The Gray Man bukan film buruk, hanya film yang sudah terlalu sering kita tonton dalam bentuk lain. Semuanya terasa generik dan terlalu mengandalkan nama besar pemainnya. Tapi buat saya pribadi, tetap ada satu hal yang “berguna” dari film ini: minimal bisa lihat Ryan Gosling badannya bagus, dan itu cukup untuk bikin saya buat gak malas untuk latihan.