Setelah
Joko Anwar, saya kira, sutradara Indonesia yang karyanya saya sukai secara
pribadi adalah Hanung Bramantyo. Beberapa filmnya masuk ke dalam list film
Indonesia terbaik versi saya, seperti Catatan Akhir Sekolah (2005), Jomblo (2006), Ayat-Ayat
Cinta (2008), The Tarix Jabrix (2008), Doa Yang Mengancam (2008), Perempuan
Berkalung Sorban (2009), Sang Pencerah (2010), ? (2011), Perahu Kertas (2012), Soekarno
(2013), hingga Miracle
in Cell No. 7 (2022). Tentu, masih banyak karya Hanung Bramantyo lainnya,
tapi saya kira, karya terbaiknya, dari yang sudah saya tonton sementara itu ya
ini.
Kenapa
saya masukkan film berjudul Tuhan, Izinkan Aku Berdosa sebagai film terbaik
Hanung Bramantyo? Berbeda dengan Ayat-Ayat Cinta (2008) yang menampilkan sosok
pria agamis sempurna seperti Fahri (Fedi Nuril), Tuhan, Izinkan Aku Berdosa
menampilkan kemunafikan diantara para pemuka agama, dalam hal ini pemuka agama
Islam.
Jauh
sebelum Tuhan, Izinkan Aku Berdosa, Hanung Bramantyo pernah bikin film serupa,
yakni Doa Yang Mengancam (2008), Perempuan Berkalung Sorban (2009) dan ? (2011).
Saya gak tahu apa yang Hanung Bramantyo makan dalam kesehariannya, but he’s got
big balls!
Kembali
ke film ini. Saya tahu film ini setelah reels tentang film ini random muncul
begitu saja di laman Instagram saya. Intinya, film ini menceritakan patah hati
terbesar manusia. Bukanpatah hati pada pasangan, keluarga, atau sesama makhluk
Tuhan lainnya. Tapi patah hati langsung pada Sang Pencipta.
Di
film tersebut, Kiran (Aghniny Haque), adalah wanita Muslimah yang berusaha taat
pada Tuhan. Tapi alih-alih diberi kemudahan dalam hidup, Kiran terus-terusan
dirundung oleh Tuhan. Ia menyaksikan Ustad radikal mesum yang ingin
menjadikannya istri ketiga, ia menyaksikan dosen agama yang ternyata doyan
korupsi dan doyan perempuan, dan ia pun menyaksikan ketua partai politik agamis
yang ternyata juga doyan korupsi dan doyan perempuan. Orang-orang tersebut
pakai topeng agama untuk menutupi kemunafikannya. Benar-benar menjijikan!
Tentu,
perilaku orang-orang yang pakai topeng agama untuk menutupi kelakuan bejatnya
gak cuma terjadi di lingkungan intern agama Islam. Agama lain pun ada. Namun,
hal ini relate bagi saya dan sebagian besar masyarakat Indonesia yang
sehari-harinya menyaksikan hal semacam ini. Saya sendiri, sudah sering
menyaksikan hal tersebut.
Bahkan,
bagi saya, Ozzy Osbourne, Nikki Six, Lemmy Kilmister dan sejumlah rockstar
papan atas dunia itu jauh lebih mulia dibandingkan mereka-mereka yang pura-pura
agamis untuk menutupi kelakuan mereka yang sesungguhnya. Para rockstar ini
demen alkohol, narkoba, dan pesta seks, tapi gak pernah berusaha menutupinya
dengan label agama. Ngerti maksud saya kan? Bukan berarti hidup mereka
sempurna, tapi setidaknya mereka tidak pakai topeng agama.
Kembali
ke film ini.
Saya
rasa, sampai saat ini, belum ada film, terutama film Indonesia yang bikin saya
marah ketika menontonnya sampai saya menonton Tuhan, Izinkan Aku Berdosa. Saya
benar-benar marah pada mereka, orang-orang munafik yang berlindung dibalik
topeng agama. Menggunakan istilah sunnah rasul alias poligami untuk pembenaran
atas syahwat mereka, menggunakan nama Tuhan untuk melakukan tindakan radikal,
dan hal-hal lainnya.
Biasanya,
kalau tidak ada keperluan mendesak sama sekali, film dengan durasi dua jam atau
tiga jam bisa saya tonton dalam sekali waktu. Tapi tidak dengan film ini. Saya
seperti harus mengambil jeda sedikit. Saya bahkan harus skip beberapa adegan
saking kesalnya.
Pasalnya,
Kiran dalam film ini tidak punya kuasa sama sekali. Seandainya ia sebagai
korban punya kemampuan martial arts seperti Black Widow dalam Marvel Cinematic
Universe, pasti akan lebih seru, misal ada adegan ia mematahkan kaki atau
tangan para orang munafik ini gitu? Hahahaha.
Diluar
aspek storyline, saya kagum dengan seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan
film ini. Aghniny Haque sangat patut diacungi dua jempol atas akting
gemilangnya. Hanung Bramantyo sebagai sutradara pun patut mendapatkan hal yang
sama karena ia berani bikin film seperti ini di tengah masyarakat Indonesia
yang sangat mudah tersinggung. Beda dengan orang Amerika yang rasanya, tidak
sebegitu tersinggungnya ketika The Simpson, Family Guy atau South Park bikin
dark jokes tentang agama dan fenomena sosial lainnya dalam karyanya.
Saya
cukup sering melihat origins villain dalam semesta DC atau Marvel, maupun anime
dan manga. Intinya, tentang orang baik yang dikecewakan terus-menerus oleh Tuhan.
Sebagian dari cerita tersebut kurang relate karena terlalu utopis, ada unsur
superheronya atau kekuatan supernya. Yang bikin film ini relate adalah karena
ini benar-benar ada dalam keseharian saya di Indonesia. Yang bikin film ini
relate karena Kiran adalah manusia yang sama seperti saya, yang gak punya
kekuatan super.
Karena
terus-menerus dikecewakan Tuhan, Kiran pun bersumpah akan melumuri dirinya
dengan dosa sebagai bentuk tantangannya pada Tuhan. Sama seperti Pi Patel dalam
film Life of Pi (2012) yang mempertanyakan kuasa Tuhan setelah Tuhan menenggelamkan
kapal yang ia tumpangi padahal ia tidak berbuat jahat sama sekali.
Tentu,
tidak lupa saya pun harus mengucapkan rasa terimaksih pada Muhidin M. Dahlan
sebagai penulis novel “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!” yang diadaptasi
dengan judul yang lebih “ramah” menjadi “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa”. Saya
pingin lanjut baca novelnya, tapi ya harus kuat mental dulu.
0 Comments