IMDb: 6,2/10 | Rating
Saya: 7/10
Rated: R | Genre: Horror,
Mystery
Directed by Wes Craven
Written by Kevin Williamson
Based on Characters by Kevin Williamson
Produced by Wes Craven, Iya Labunka, Kevin
Williamson
Starring David Arquette, Neve Campbell, Courteney
Cox, Emma Roberts, Hayden Panettiere
Cinematography Peter Deming
Edited by Peter McNulty
Music by Marco Beltrami
Production companies Corvus Corax Productions, Outerbanks
Entertainment, The Weinstein Company
Distributed by Dimension Films
Release date 11 February 2011 (TCl Chinese Theather),
15 February 2000 (United States)
Running time 117 minutes | Country United
States
Language English | Budget $40 million | Box Office $97,2
million
Setelah nonton Scream 3 (2000),
gak pikir panjang saya langsung menonton sekuelnya. Simak ulasan saya berikut
ini.
STORYLINE
Scream 4 adalah film keluaran tahun 2011
buatan Amerika Serikat yang berseting sepuluh tahun setelah kejadian di film ketiganya.
Masih dengan formula yang sama, film ini lagi-lagi dibuka dengan sejumlah
karakter gak penting bernama Jenny Randall (diperankan Aimee Teegarden) dan
Marnie Cooper (diperankan Britt Robertson).
![]() |
Peringatan di Woodsboro |
Nah, di film keempat franchise Scream,
masyarakat Woodsboro, merayakan peringatan 15 tahun dari peristiwa pembunuhan oleh
Ghostface yang pertama, yakni yang terjadi pada film Scream (1996). Mereka
memang gak punya etika sama sekali! Hal tersebut diutarakan Dewey Riley
(diperankan David Cox Arquette) yang saat ini jabatannya sudah jadi Sheriff di Woodsboro.
Tragedi seseorang dijadikan bahan bercandaan! ~wqwqwqwq
Sementara itu, Sidney Prescott (diperankan
Neve Campbell) baru saja kembali ke Woodsboro untuk mempromosikan bukunya.
Ketika lagi promosi, Sidney kembali bertemu dengan Gale Weathers (diperankan Courtney
Cox) yang telah bertahun-tahun menikah dengan Dewey. FYI, David Arquette dan
Courtney Cox memang sepasang suami istri di dunia nyata sebelum mereka akhirnya
bercerai.
Ternyata, sepupu Sidney, Jill Roberts (diperankan
Emma Roberts) mendapat telepon ancaman dari Ghostface, makanya Sidney, Dewey
dan Gale mau terlibat sekali lagi dalam tragedi yang membuat mereka trauma. Sebagai
sepupu Jill, Sidney tentu saja mau membantu Jill. Dewey pun membantu Jill
karena saat ini ia merupakan Sheriff Woodsboro. Sedangkan Gale membantu Jill
karena ia ingin punya bahan tulisan untuk bukunya. Ia stress tinggal di
Woodsboro dengan Dewey karena gak banyak yang bisa ia tulis di kota kecil seperti
Woodsboro.
Seperti tiga film sebelumnya, ada
banyak orang yang dicurigai sebagai tersangka, mulai dari teman-teman sekolah
Jill, hingga bawahan Dewey di Kepolisian Woodsboro, Deputi Judy Hicks (diperankan
Marley Shelton) maupun para tokoh utama yang sudah menemani kita dari film
pertama, yakni Sidney, Dewey, dan juga Gale. Seperti tiga film sebelumnya,
tokoh-tokoh di film ini mengalangi kejadian-kejadian konyol dengan dibunuh oleh
Ghostface dengan mudahnya. Klasik!
Hanya saja, film keempat franchise
Scream ini dikemas dengan teknologi kekinian dengan menampilkan berbagai
teknologi kekinian seperti ponsel pintar, layanan streaming online, media
sosial, dan tentu saja Generasi Mileneal yang jadi tokoh utamanya untuk menarik
Generasi Mileneal supaya mau nonton film ini.
SPOILER ALERT!
JANGAN LANJUTKAN MEMBACA KALAU BELUM
NONTON!
Ternyata villain dalam film ini adalah
Jill Roberts! Motivasinya adalah karena ia iri dengan Sidney. Sejak kecil, yang
jadi pusat perhatian adalah Sidney. Padahal ia gak punya prestasi apapun
kecuali jadi survivor dari tragedi yang menimpanya. Di era medsos, kita gak
harus punya prestasi macam Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi, cukup viral
doang, nanti juga bisa jadi selebgram atau selebtweet.
Itulah pikiran Jill Roberts dalam film
ini. Makanya ia berpura-pura jadi korban dengan membunuh orang-orang di
Woodsboro dengan memanfaatkan nama Ghostface. Ia bahkan tega menyakiti partnernya
sendiri. Bahkan sepupunya saja ia sakiti supaya ia bisa keluar sebagai pahlawan
sebagaimana yang terjadi pada Sidney di tahun 90an.
REVIEW
Sama seperti film pertama. kedua, dan
ketiganya, film ini bikin saya tegang sama seperti ketika saya menonton seluruh
franchise film SAW maupun film horror thriller lainnya seperti The Silence of the Lambs (1991), Se7en (1995), hingga Orphan (2009). Saya berusaha menebak-nebak siapa pelaku dan motifnya.
DIbanding Scream 3 (2000),
film ini jauh lebih baik sebagai sekuel. Tidak ada jokes cringe gak jelas dan
storylinenya lebih fresh meski masih repetitif. Saya juga tidak menyangka motif
villain di film ini hanya untuk viral di era media sosial saja karena tiga film
sebelumnya murni balas dendam. Film ini sedikit menyesuaikan diri dengan era
media sosial seperti saat ini. FYI, film ini dibuat tahun 2011 dimana saat itu
media sosial sudah mulai booming di kalnagan Generasi Mileneal seperti saya
yang sudah pada melek internet.
0 Comments